“Puisi-Puisi Cinta dari Ukraina” adalah buku keenam Dubes Yuddy yang ditulisnya selama bertugas di Kiev, Ukraina. Dan terbukti, ia mampu mengikat erat persahabatan kedua bangsa, Indonesia-Ukraina, dengan puisi sebagai tali.
JERNIH— “Sebermula adalah kata,” kata penyair Sapardi Djoko Damono, dalam sajaknya “Dalam Bis”. Diamini penyair lain yang tak kurang fenomenalnya, Subagio Sastrowardoyo, “Asal mula adalah kata/Jagat tersusun dari kata/Di balik itu hanya/ruang kosong dan angin pagi.” Dubes Indonesia untuk Ukraina, Yuddy Chrisnandi, tampaknya menyadari kekuatan kata itu, sejak lama.
Karena itulah, tampaknya, selama lima tahun bertugas di Kiev, Ukraina, dan akan segera kembali ke Tanah Air seiring berakhirnya tugas yang diembannya, Yuddy telah menulis enam buku. “Lima buku tentang politik dan pengalaman selama bertugas. Buku keenam adalah ini, ungkapan hati yang merekam suasana yang saya tangkap di sini, dari alam, hubungan manusia dengan sesamanya, semua yang saya ihat dan rasakan,” kata Yuddy, pada peluncuran buku “Puisi-Puisi Cinta dari Ukraina” yag digelar di Aula KBRI Kiev, Ukraina, Jumat (4/6) sore waktu setempat, atau malam hari waktu Indonesia.
Acara itu padat dihadiri banyak kalangan, menunjukkan betapa selama bertugas Dubes Yuddy rajin menyapa dan menjalin hubungan baik dengan berbagai kalangan. Ada tokoh masyarakat setempat, aktivis, jurnalis, simpatisan dari Friends of Indonesia—wadah warga Ukraina yang tertarik atau bahkan telah mencintai Indonesia, para mahasiswa dan dosen universitas negeri paling top di Ukraina, Taras Shevchenko National University. Hadir pula anggota Parlemen Ukraina, Artem Kunayev.
Itu yang hadir langsung. Sementara di dunia maya, sekitar 100-an orang dari berbagai belahan dunia mengikuti acara via Zoom. Tidak hanya para sahabat Dubes Yuddy dari Indonesia, melainkan pula rekan-rekannya sesama duta besar di berbagai benua: setidaknya Asia, Eropa, Afrika. Ada Prof Dr Marwadi Sauf dari Unas, Pimpinan Umum Harian Pikiran Rakyat, Januar Puswita, serta beberapa jurnalis, antara lain, Raymon Kaya.
Menurut Yuddy, dirinya sekeluarga bisa dikatakan jatuh cinta pada Ukraina, bahkan di saat-saat pertama kedatangan mereka. “Kami sangat mengagumi alam dan manusia Ukraina,” kata Yuddy. Tidak heran, hampir setiap kali memungkinkan, mereka sekeluarga berkeliling negeri untuk mengagumi keindahan dan keramahtamahan yang merejka terima dari warga Ukraina.
“Selama bertugas di sini, saya dan istri telah berjalan, menjelajah seantero negeri ini. Semua itu hanya menambah rasa cinta kami. Saya merasa sedih manakala hari-hari kami untuk kembali ke Tanah Air kian pasti dan mendekati,” kata Yuddy.
Untuk seorang duta besar yang disibukkan berbagai urusan, ke-33 puisi Yuddy yang terangkum dalam buku itu cukup enak dinikmati. Dubes Yuddy tampaknya memahami rima yang ada dalam kata-kata, dan mampu menggunakannya dengan bijaksana. Misalnya, sebuah puisi Yuddy yang merekam pasar loak di Kiev—‘Barakolka’.
“Ini semua sumbangan rohani yang tak ternilai bagi persahabatan rakyat Indonesia dan Ukraina,” kata Artem Kunayev, anggota Verkhova Rada (Parlemen) Ukraina yang hadir langsung pada acara semalam. Kunayev mengaku sangat mengapresiasi puisi-puisi Dubes Yuddy Chrisnandi.
Sebuah puisi Yuddy yang lain bahkan mengejutkan Kepala Departemen Bahasa dan Sastra Timur Jauh dan Asia Tenggara Universitas Taras Shevchenko, Prof Dr Natalia Isayeva, yang juga hadir langsung di Aula KBRI Kiev semalam.
“Saya kaget, Dubes Yuddy memakai kata ‘bidadari’ untuk merujuk orang-orang Ukraina. Sebagai warga Ukraina, saya merasa tersanjung,” kata Prof Isayeva. Tak perlu didaulat, ia membacakan sajak yang disebut telah membuatnya terkesan itu. Sebagaimana Kunayev, Prof Isayeva menyatakan puisi-puisi Dubes Yudy sebagai sumbangan yang sangat berharga bagi para mahasiswa Ukraina, khususnya dalam memperkuat dialog budaya Ukraina dan Indonesia.
Dr Prabowo Himawan, direktur Pusat Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Taras Shevchenko, orang Indonesia yang lama tinggal dan mengajar di universitas top di Ukraina itu, bahkan menilai, untuk seseorang yang baru tinggal selama empat tahun, puisi-puisi Yuddy mampu menangkap berbagai suasana kehidupan Ukraina dan mengekspresikannya dalam kata-kata yang lincah, enak dibaca.
“Itu hanya mungkin jika seseorang memang telah benar-benar mencintai Ukraina. Mencintai secara mendalam, tak hanya diplomasi di bibir saja,” kata Prabowo.
Bila Anda bertemu orang yang tak menyukai detil dan cukup diberi laporan satu dua kata, singkatnya, semalam Dubes Yuddy membuktikan bahwa kata-kata sejak lama adalah sarana penguat persahabatan. Terbukti, Dubes Yuddy mampu mengikat erat persahabatan kedua bangsa, Indonesia-Ukraina, dengan puisi sebagai tali. [dsy]