Fatwa MUI Sebut Vaksin Covid dari India Haram
MUI memiliki argumentasi bahwa dalam tahapan produksinya ditemukan ada pemanfaatan enzim dari pankreas babi.
JERNIH-Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan Fatwa Nomor 10 Tahun 2022 Tentang Hukum Vaksin Covid-19 dimana didalamnya berisi enam poin rekomendasi vaksin Covid-19 dari India.
Dalam fatwa tersebut berisi penjelasan dan rekomendasi tentang vaksin Covid-19 produksi Serum Institute of India Pvt adalah dengan nama Covovaxmirnaty.
“Dalam fatwa tersebut menetapkan, vaksin Covid-19 produksi Serum Institute of India Pvt ini hukumnya adalah haram. Argumentasinya karena dalam tahapan produksinya ditemukan ada pemanfaatan enzim dari pankreas babi,” kata Ketua Umum MUI KH Miftachul Akhyar, pada Jumat (24/6/2022).
Meski demikian dalam fatwa MUI yang dikeluarkan pada 7 Februari 2022 disertakan enam rekomendasi, yakni;
Pertama, pemerintah harus memprioritaskan penggunaan vaksin Covid-19 yang halal semaksimal mungkin, khususnya untuk umat Islam.
Kedua, pemerintah perlu mengoptimalkan pengadaan vaksin Covid-19 yang tersertifikasi halal.
Ketiga, pemerintah harus memastikan vaksin Covid-19 lain yang akan digunakan agar disertifikasi halal dalam kesempatan pertama guna mewujudkan komitmen pemerintah terhadap vaksinasi yang aman dan halal.
Keempat, pemerintah harus menjamin dan memastikan keamanan vaksin yang digunakan.
Kelima, pemerintah tidak boleh melakukan vaksinasi dengan vaksin yang berdasarkan pertimbangan ahli yang kompeten dan terpercaya, menimbulkan dampak yang membahayakan (dlarar).
Keenam, mengimbau kepada semua pihak untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan memperbanyak istigfar, istigasah, dan bermunajat kepada Allah SWT.
“Terakhir, mengimbau kepada semua pihak untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan memperbanyak istighfar, istighasah, dan bermunajat kepada Allah SWT,” bunyi rekomendasi MUI tersebut.
Fatwa ditandatangani oleh Ketua Umum MUI KH Miftachul Akhyar, Sekjen MUI Buya Amirsyah Tambunan, Ketua Komisi Fatwa MUI Prof Hasanuddin AF, dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI KH Miftahul Huda. (tvl)