Ibnu Tufail, Pengarang “Hayy Ibn Yaqzan” yang Menginspirasi Terciptanya Robinson Crusoe [1]
Dalam buku ini ia menyatakan pandangan filsafatnya tentang alam semesta, Tuhan, agama, moral, manusia dan wataknya, dalam bentuk sastra prosa bahasa Arab yang indah dan jelas, yang sekaligus merupakan tanggapan terhadap pandangan filsafat al-Farabi (874-959 M) dan Ibn Sina (980-1037 M.) yang dikaguminya, terhadap Imam Gazali (1058-1111 M.) yang dalam beberapa hal pandangannya sama dan terhadap Ibn Majah (Avempace), juga terhadap Ptolemeus tentang astronomi, dan suatu tanggapan lain terhadap Neoplatonisma.
Oleh : Ali Audah*
JERNIH– Namanya tak dapat dipisahkan dari karyanya. Dan hanya ini satu-satunya yang sampai ke tangan kita sekarang, “Hayy Ibn Yaqzan”, sebuah novel-filsafat yang cukup unik.
Dari abad ke abad, dan sampai sekarang, novel itu masih dibicarakan orang, karena sebagai karya sastra menjangkau masalah-masalah filsafat dan agama, saling berkait. Memang tulisan filsafat yang dituangkan ke dalam pola sastra yang menarik untuk dibaca dan dibahas.
Abu Bakr Muhammad bin Abdul Malik bin Tufail al-Oaisi, dari kabilah Oais di Maroko, lahir tahun 500 H/1106 M di Guadix, Granada, Spanyol Selatan (Andalusia). Dikenal dengan nama Ibn Tufail. Dalam literatur Barat abad pertengahan kadang disebut Abubacer. Hidupnya yang mula-mula tidak banyak diketahui orang. Tetapi pengetahuan dan karirnya luas sekali: filsafat, matematika, kosmologi, kedokteran dan sastra, Ia membuka praktik kedokterannya di Granada.
Karena kemahirannya, kemudian diangkat menjadi dokter pribadi Sultan Abu Yagub Yusuf (1163-1184) di Afrika Utara. Ia memperkenalkan murid dan lemannya, filsuf, dokter dan ahli hukum Ibn Rusyd (1126-1198) kepada Sultan yang selanjutnya menggantikan tempatnya sebagai dokter istana. lbn Tufail juga meminta Ibn Rusyd membuatkan komentar mengenai buku-buku Aristoteles untuk Sultan, yang juga sangat menggemari ilmu dan filsafat.
Beberapa ahli sejarah menyebutkan, bahwa Ibn Tufail juga pernah menjadi menteri. Beberapa ahli ada yang menduga bahwa dia pernah menulis tesis tentang filsafat dan ilmu kedokteran. Tetapi karyanya ini tak pernah sampai ke tangan kita. Ibn Tufail orang yang sangat taat beribadah. Ia meninggal di Marakesh pada 581/1185.
Imajinasi seorang filsuf semacam Ibn Tufail telah sanggup menciptakan “Hayy Ibn Yaqzan” (“Si Hidup Anak Si Bangun”) yang dipandang sebagai karya sastra prosa terbesar yang pernah ada dalam abad pertengahan. Dalam buku ini ia menyatakan pandangan filsafatnya tentang alam semesta, Tuhan, agama, moral, manusia dan wataknya, dalam bentuk sastra prosa bahasa Arab yang indah dan jelas, yang sekaligus merupakan tanggapan terhadap pandangan filsafat al-Farabi (874-959 M) dan Ibn Sina (980-1037 M.) yang dikaguminya, terhadap Imam Gazali (1058-1111 M.) yang dalam beberapa hal pandangannya sama dan terhadap Ibn Majah (Avempace), juga terhadap Ptolemeus tentang astronomi, dan suatu tanggapan lain terhadap Neoplatonisma. Kalau cerita “Seribu Satu Malam” yang terkenal menjadi bacaan awam dan segala lapisan, “Hayy Ibn Yaqzan” terbatas menjadi bacaan kalangan tertentu saja, di Barat dan di Timur.
Ibn Tufail mencoba membuktikan, bahwa manusia dapat berkomunikasi dengan Tuhan hanya dengan jalan kalbu, dengan tasauf, bukan dengan filsafat. Filsafat yang pada dasarnya berasaskan akal dan pengalaman empiric, berada di bawah tasauf yang penuh dengan pengalaman batin yang lebih dalam. Tapi dua-duanya berada di tangan manusia, yang awam dan yang intelek, seperti yang nanti terlihat pada akhir cerita.
Demikian juga pandangan Imam Gazali dalam “Ihya”. Di sini kita bertemu dengan dua orang wakil sufi yang besar: Gazali di Timur dan Ibn Tufail di Barat. Dalam mencari kebenaran, pangkal pemikiran Gazali ialah syak (skeptis). Ia tak puas terhadap sistem filsafat konvensional yang berpegang pada pengetahuan saja. Dalam menghadapi hal semacam itu ia menemui kepuasan dan pegangannya yang kuat dalam fasauf. Dalam literatur Islam nama Imam Gazali memang berada dalam barisan tasauf, tapi nama Ibn Tufail tempatnya di kalangan filsafat.
Judul “Hayy Ibn Yaqzan ini diambil dari karya Ibn Sina, meskipun tema, cara dan persoalannya berlainan. Bahkan isi novel ini berikan interpretasi terhadap tulisan filsafat Ibnu Sina, “Asrar al-Hikmah al-Masyariqiyah”. Ini juga yang kemudian dilakukan oleh Suhrawardi (1155-1191) yang dikemukakan oleh Ahmad Amin: “Hayy Ibn Yaqzan li Ibn Sina wa Ibn Tufail wa’s-Suhrawardi”. Suatu hal yang biasa dalam sastra Arab, seperti novel fantasi oleh penyair al-Ma’arri “Risalat’l-Gufran” (973-1057) atau atau puisi-puisi al-Burdah oleh penyair Busiri (1213-95) yang lalu diolah kembali oleh pengarang-pengarang dan penyair-penyair yang datang kemudian.
Buku ini terbagi ke dalam tiga bab dan tiap bab terbagi menjadi beberapa bagian lagi. Perkembangan hidup Hayy juga berada dalam tujuh periode, tiap periode tujuh minggu dan satu minggu sama dengan tujuh tahun. Dimulai dengan ucapan Bismillahirrahmanirrahim, bersyukur kepada Allah dan salawat kepada Rasulullah. Dalam bab ketiga beberapa ayat Qur’an menyertai jalan cerita dan ditutup dengan “Assala’alaika ayyuhal al-muftarad is’afahu, wa rahmatullahi wa barakatuh.”
Saya ingin mencoba meringkaskan sedapat mungkin isi cerita ini:
Bab Pertama: Prolog (Muqaddamat), dengan mengemukakan pentingnya buku Ibn Sina “Asrar al-Hikmah al-Masyriqiyah” (The Oriental Philosophy atau Filsafat Timur). Ia menanggapi pandangan al-Farabi tentang pelbagai hal peristiwa kejiwaan pada manusia serta keabadiannya, tentang kenabian dan filsafat, pandangan Ibn Majah (Avempace) yang cenderung pada ajaran fana dalam tasauf; Ibn Sina tentang Aristoteles serta ajarannya sendiri; al-Gazali tentang tasauf serta serangannya yang tajam terhadap kalangan filsafat, terutama filsafat Yunani, dan tentang Neoplatonisma.
Bab Kedua: Khusus mengenai cerita Hayy Ibn Yaqzan. Bab ini dibagi dalam enam bagian:
(1) Hayy, tokoh utama dalam fiksi ini anak manusia yang hidup di sebuah pulau yang subur di khatulistiwa, yang tak pernah dihuni oleh seorang manusia pun. Ia memberikan tinjauan geografis tentang kelahiran “generasi spontan” serta segala kemungkinannya, kemudian pandangan lain tentang kelahiran Hayy yang biasa.
(2) Hayy dibesarkan dengan menyusu kepada seekor rusa sampai ia bisa berjalan… ia meniru suara rusa, suara burung… dalam beberapa hal ia meniru kehidupan binatang… Umurnya sekarang tujuh tahun… Berangsur besar mulai ia bermenung, berpikir-pikir dan mencari makannya sendiri, sementara “ibu”nya sudah mati.
Kenapa mati? Ini menimbulkan 1000 macam pertanyaan bagi Hayy. Ibn Tufail yang juga ahli anatomi menguraikan bagaimana anak itu membedah tubuh rusa itu, mencari-cari apa yang membuatnya tak bernyawa padahal tubuhnya masih utuh. Bagaimana nalurinya menutup aurat, bagaimana pertama kali ia berkenalan dengan api: kenapa api itu panas, selalu bergerak-gerak dan bergerak ke langit, apa hubungannya? Ketika itu umurnya sudah 21 tahun.
(3) Manusia itu berpikir, di mana pun dia berada dan pikiran itu akan berkembang secara wajar, meskipun dalam keadaan yang meraba-raba dalam gelap, sampai akhirnya pada suaty pemikiran filosofis, tentang dirinya, tentang lingkungannya, tentang alam semesta… Dari ma’rifat (gnosis) yang ditangkapnya dengan jalan eksperimen dan persepsi, meningkat pada ma’rifat dengan jalan akal (intelek) dan intuisi. Ia menyadari tentang substansi, yang berat dan yang ringan. Setiap gejala dan peristiwa tunduk pada hukum kausalitas, tentang alam barzakh, tentang intellectus materialis atau al-aqlu’l-hayulani dan apa yang ada di balik alam ini, yang bertindak sebagai materi prima.
(4) Hayy berpikir tentang kosmogoni dan kosmologi. Benda-benda yang bulan dan tak berhingga dicobanya mau membuktikan secara matematika, Bentuk alam ini pun bulat, dibuktikannya secara astronomi dan matematika. Ia bertanya, alam ini diciptakan atau kadim (eternal)… Sekarang umurnya 35 tahun.
(5) Di sini Ibn Tufail bicara tentang roh (jiwa) dan jasad. Jiwa yang menyadari adanya Wajibu’l-Wujud (Allah), akan abadi. Tapi binatang, tumbuh-tumbuhan dan yang tak mengenal Wayjibu’l-Wujud akan musnah (suatu hipotesis terhadap pandangan al-Farabi). Ia mencari Kebenaran, mencari Yang Hak…
(6) Serangkaian ajaran emanasi dalam filsafat dikemukakan oleh Ibn Tufail, dengan meringkaskan apa yang dikatakan oleh al-Farabi dan Ibn Sina tentang emanasi… Secara tak langsung kemudian Ibn Tufail mau memberi isyarat bahwa kebahagiaan itu terletak pada dekat tidaknya manusia dengan Wajibu’l-Wujud… Sekarang umur Hayy sudah di atas 50 tahun.
Bab Ketiga: Dalam 10 halaman terakhir bab ini pengarang memunculkan dua orang pemuda, Asal dan Salaman, yang tinggal di sebuah pulau dekat pulau Hayy. Di pulau ini masyarakatnya sudah menganut suatu agama yang benar, yang berasal dari salah seorang Nabi (yang dimaksud Islam).
Asal mewakili tokoh orang yang mau mencari hakikat agama, dan Salaman seorang penguasa daerah itu, yang juga mengerti agama, tapi hanya mau mengambil lahirnya saja dan mau mengikuti kehendak orang awam dalam menjalankan upacara dan syariat agama (karena dia penguasa). Asal senang menyendiri, bermenung dan berpikir dalam, Salaman lebih senang mendekati masyarakat. [Bersambung]
*Almarhum seorang sastrawan terkemuka dan penerjemah hebat yang menerjemahkan biografi Nabi Muhammad SAW beserta empat sahabat beliau.