POTPOURRI

Imam Sufyan Ats-Tsauri dan Persahabatan Sejatinya dengan Seekor Burung Bul-bul

Suatu ketika, roti yang dibuatnya gosong dan tak bisa dimakan. Pemilik unta itu pun marah-marah hingga menempeleng Imam Sufyan Ats-Tsauri

JERNIH—Sejarawan Ibnu Sa’ad dalam kitab “Ath-Thabaqatul Kubra” pernah sedikit bercerita tentang beratnya kehidupan wali sufi Sufyan Ats Tsauri saat bersembunyi di Mekkah, lari dari kejaran Khalifah saat itu.

Saat itu, dalam keadaan miskin dan sulit tersebut, saudara perempuannya mengirimkan sekantong khusykananaj kepadanya dari Kuffah melalui kawannya, Abu Syihab Al-Hannath.

Abu Syihab Al-Hannath pun tiba di Mekkah. Saat ia bertanya tentang Sufyan, ditunjukkan kepadanya bahwa boleh jadi Sufyan sedang duduk di balik Ka’bah setelah pintu Al-Hannathin. Abu Syihab berkata, “Aku pun pergi ke tempat yang di maksud, Sufyan adalah kawanku. Aku melihatnya tengah terlentang, lalu aku memberinya salam. Namun, beliau tidak bertanya apa pun seperti biasanya, dan tidak menjawab salamku. Aku berkata padanya, “Sesungguhnya saudara perempuanmu mengirimkan satu kantong kue dan khusykannaj untukmu.“

Ia berkata, “Bawa sini cepat,” lalu ia pun duduk. Aku berkata,“ Wahai Abu Abdillah, aku datang kepadamu, tetapi kamu tidak menjawabnya. Namun, ketika aku katakan kepadamu bahwa aku membawa sekantong kue yang tidak seberapa harganya, maka kamu segera duduk dan berbicara kepadaku.”

Ia menjawab, “Wahai Abu Syihab, jangan menyalahkanku. Sudah tiga hari ini aku tidak makan apa-apa.”

                                                **

Imam Syafii pernah terlibat diskusi dengan Imam Syufyan Ats-Tsauri tentang kesucian kulit bangkai setelah disamak. Awalnya, Imam Syafi’i berpendapat bahwa kulit bangkai tidak bisa suci dengan disamak. Sedangkan imam Sufyan Ats-Tsauri berpendapat bahwa kulit bangkai yang disamak statusnya suci sehingga boleh dimanfaatkan.

Keduanya memiliki dalil. Imam Syafii berdalil dengan hadits,“Aku pernah memberi rukhsah (keringanan) kepada kalian pada kulit bangkai. Jika kitabku ini datang, maka janganlah kalian memanfaatkan bangkai dengan kulitnya atau kalian jadikan perban.”

Sedangkan Imam Sufyan Ats-Tsauri berdalil dengan hadits,“Tidakkah kalian memanfaatkan kulitnya?” Para sahabat menjawab, “Ini bangkai.”

Nabi berkata,”Yang diharamkan hanyalah memakannya.” Dalam sebuah riwayat dinyatakan,” Tidakkah kalian ambil kulitnya, lalu kalian samak, kemudian kalian manfaatkan?” [HR. Muttafaqun ‘alaihi].

Setelah diskusi, Imam Syafii akhirnya berubah pendapat mengikuti pendapat imam Sufyan Ats-Tsauri bahwa kulit bangkai suci setelah disamak. Sedangkan Imam Sufyan Ats-Tsauri berubah mengikuti pendapat Imam Syafii bahwa kulit bangkai tidak bisa disucikan dengan disamak.

                                                *

Suatu ketika Imam Sufyan ats Tsauri tinggal di rumah sahabatnya, Abu Manshur. Di rumah ini pula beliau sakit dan wafat. Ketika tinggal di rumah sahabatnya itu, Sufyan mendapati seekor burung bul-bul yang dipelihara dalam sangkar. Kemudian beliau berkata kepada Abu Manshur,” Wahai sahabatku burung ini terkurung, lebih baik kalau dikeluarkan dari sangkarnya.”

“Maaf burung bulbul ini bukan milikku sahabat. Tetapi burung itu milik anakku. Jika engkau ingin memilikinya maka akan kuberikan kepadamu,” jawab Abu Manshur.

Mendengar jawaban sahabatnya itu, Sufyan kemudian berkata,” Tidak, aku akan memilikinya kalau tidak membeli burungnya seharga 1 dinar.”

Setelah berdialog akhirnya mereka berdua sepakat. Burung itu kemudian menjadi milik Sufyan Tsauri. Setelah mendapatkan burung tersebut, Sufyan kemudian melepaskannya dari sangkar.

Di kemudian hari, burung yang dilepaskan itu ternyata tahu terima kasih. Hewan tersebut tidak ingin pergi jauh dari Sufyan Ats Tsauri. Setiap pagi burung bul-bul itu pergi mencari makan, namun sorenya pulang dan tinggal di sekitar rumah Abu Manshur. Sampai suatu saat Sufyan Tsauri meninggal dunia. Ternyata ketika diantar ke tempat pemakaman, burung bul bul itu ikut serta mengantarkan jenazah.

Setelah selesai prosesi pemakaman, burung itu tampak gelisah di atas makam Sufyan ats Tsauri. Sejak peristiwa itu burung bul bul yang pulang di rumah Abu Manshur menjadi tidak terlihat ada. Namun burung itu selalu terbang di makan Imam Sufyan ats Tsauri . Hingga akhirnya burung Bulbul ditemukan mati dan tergeletak di atas makam imam besar itu.

                                                **

Pada suatu waktu Imam Sufyan Ats Tsauri berencana pergi ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji. Namun ia tak memiliki biaya sama sekali.

Karena niat sudah kuat, ia pun datang ke berbagai tempat untuk mendapatkan pekerjaan yang upahnya nanti bisa dipakai untuk biaya perjalanan haji. Hingga akhirnya Sufyan sampai kepada salah seorang pemilik kawanan unta. Tidak seperti zaman sekarang, di mana seorang ulama akan dikenal karena wajahnya sering muncul di media massa, pemilik unta tak sedikit pun mengenal Imam Sufyan yang datang kepadanya. Apalagi ia pun bukan seorang penuntut ilmu agama.

Akhirnya Imam Sufyan Ats Tsauri menghadap sang pemilik unta dan berkata: “Wahai saudara, bolehkah aku bekerja kepadamu menggembala unta? Yang penting aku bisa ikut kafilahmu pergi ke kota Mekkah.”

Pemilik unta itu menjawab:”Sesungguhnya pekerjaan menggembala sudah ada yang mengerjakannya. Tapi jika kau bisa membuat roti, boleh saja.” Sebenarnya Imam Sufyan Ats Tsauri tidak punya kemampuan untuk membuat roti, tetapi karena keinginan keras beliau untuk berangkat haji, mulailah beliau berlatih membuat roti.

Akhirnya beliau diizinkan berangkat bersama kafilah itu ke Mekkah. Suatu ketika, roti yang dibuat Sufyan gosong dan tak bisa dimakan. Pemilik unta itu pun marah-marah hingga menempeleng Imam Sufyan Ats-Tsauri. Lihatlah, seorang imam dan ulama besar di zamannya ditempeleng oleh penggembala unta.

Apa reaksi beliau? Imam Sufyan Ats-Tsauri tidak lantas membuka identitasnya. Beliau hanya diam saja. Sesampainya kafilah itu di Mekkah, orang-orang yang melihat kedatangan Imam Sufyan Ats Tsauri, berduyun-duyun mengerumuni beliau.

Mereka mengelilingi Imam Sufyan Ats Tsauri untuk bertanya permasalahan agama. Penggembala unta pun melihat penuh keheranan. Dia pun bertanya kepada orang-orang tentang siapakah gerangan orang tersebut, dan ia juga bercerita kalau dia pernah menempelengnya karena gosong membuat roti. Orang-orang itu menjawab: “Kamu tidak tahu? Dia adalah Imam Sufyan Ats-Tsauri.”

Penggembala itu pun menerobos barisan dan berkata kepada Imam Sufyan Ats-Tsauri: “Wahai Imam, mengapa engkau tidak bilang bahwasanya engkau ini adalah Imam Sufyan Ats-Tsauri? Sungguh aku meminta maaf karena telah menempelengmu.”

Alih-alih membalas dan mempermalukannya, Imam Sufyan Ats Tsauri justru menjawab,”Tidak. Engkau telah berbuat benar. Orang yang menghanguskan roti pantas untuk ditempeleng,” katanya sambil tersenyum.

                                                **

Konon, khalifah pada masa itu mengerjakan shalat di depan Imam Sufyan Ats Tsauri  sambil memutar-mutar kumis.

“Itu bukan shalat yang pantas,” seru Sufyan. “Di Padang Mahsyar kelas shalatmu akan dilempar ke mukamu sebagai sehelai kain gombal kotor.”

Khalifah pun murka dan menegur Sufyan,”Berbicaralah dengan lebih lemah lembut.”

“Jika aku menahan diri dari melakukan tanggung jawabku ini,” jawab Sufyan, “kencingku berubah menjadi darah.”

Khalifah sangat marah mendengar kata-kata Sufyan lalu memerintahkan agar sang ulama dihukum gantung.

“Agar tak ada lagi yang selancang itu terhadapku,” kata Khalifah mencari-cari alasan.

Pada hari ketika tiang gantungan dipersiapkan, Sufyan masih tertidur lelap dengan kepala dalam dekapan seorang suci dan kakinya di pangkuan Sufyan bin Uyaina. Kedua orang suci itu mengetahui bahwa tiang gantungan sedang dipersiapkan. Mereka sependapat, “Jangan beritahukan ini kepadanya.” Tetapi saat itu juga Sufyan terjaga.

“Apa yang terjadi?” tanyanya

Kedua orang suci itu menjelaskan, kelihatan amat sangat sedih.

“Aku tidak sedemikian cintanya pada kehidupan ini,” kata Sufyan. “Tetapi seorang manusia harus melakukan kewajibannya selama berada di dunia ini.”

Dengan air mata merebak, ia berdoa, “Ya Allah, rengkuhlah mereka dengan dengan rengkuhan yang sangat kuat!”

Pada saat itu, Khalifah tengah duduk di atas singgasana, dikelilingi para pejabat pemerintahan lain. Tiba-tiba petir menyambar istana, sang khalifah beserta menteri-menterinya pun hangus.

“Sungguh doa yang mustajab!” seru kedua orang suci tadi.

Kini pemerintahan dipimpin oleh khalifah baru. Suatu waktu, Sufyan jatuh sakit. Sang khalifah mempunyai tabib beragama Kristen. Ia seorang guru besar dan sangat pandai. Khalifah mengirim tabib itu untuk mengobati Sufyan. Ketika si tabib memeriksa air seni Sufyan, ia berkata.

“Inilah manusia yang hatinya berubah menjadi darah karena takut kepada Allah. Darah keluar sedikit demi sedikit melalui kantong kemihnya. Agama yang dianut oleh seorang manusia seperti ini,”kata dia,“tidak mungkin salah.” Kemudian, si tabib pun bertobat memeluk Islam.

“Tadinya aku mengira diriku mengirimkan seorang tabib untuk merawat si sakit,” ujar khalifah. “Rupanya aku malah mengirimkan orang sakit itu untuk menyembuhkan si tabib.” [dari berbagai sumber, terutama “Tadzkiratul Awliya”, Fariduddin Aththar]

Back to top button