POTPOURRI

Junta Militer Myanmar Buru Para Perawat yang Buka Klinik Darurat. Ini Sebabnya

Para suster itu menyimpan seluruh persediaan obat-obatan dan peralatan medis di dalam sebuah tas yang mudah mereka bawa saat melarikan diri.

JERNIH-Sekelompok perawat secara sembunyi-sembunyi menjalankan klinik darurat untuk merawat pasien Covid-19 dan pasukan pemberontakan sipil. Mereka mendapatkan obat dan peralatan medis yang berhasil diselundupkan melewati pos pemeriksaan militer

Dalam melakukan perawatan, mereka harus berpindah-pindah dan secara sembunyi karena takut diburu junta militer Myanmar.

Para perawat tersebut selalu siap berpindah dan segera melarikan diri ketika mendengar petugas hendak merazia klinik gelap mereka. Para suster itu menyimpan seluruh persediaan obat-obatan dan peralatan medis di dalam sebuah tas yang mudah mereka bawa saat melarikan diri.

Salah satu sukarelawan perawat yang menjalankan klinik tersebut, Aye Naing (bukan nama sebenarnya), mengundurkan diri sebagai tenaga medis dari rumah sakit pemerintah setelah terjadi kudeta. Ia rela melepas pekerjaannya sebagai bentuk protes terhadap pemerintah junta militer.

“Saya diberitahu bahwa tidak banyak dokter dan pekerja kesehatan di area ini, dan penduduk desa membutuhkan mereka. Jadi saya memutuskan untuk datang dan berusaha mendapatkan suplai medis,” tutur Aye.

Ia memilih menjadi relawan klinik darurat di Negara Bagian Kayah, Myanmar, meskipun tahu jika kehidupannya akan berubahsetelah ia melepas pekerjaannya di rumah sakit. Wilayah itu merupakan salah satu daerah pusat bentrokan antara junta dan pasukan anti-kudeta.

“Kala pertempuran dimulai, kami harus berlari dan bersembunyi di hutan,” kata Aye kepada AFP saat diwawancarai di sebuah gedung sekolah yang disulap menjadi klinik darurat.

“Dukungan orang tua saya membuat saya kuat. Ayah saya mengirimkan obat sebanyak yang ia bisa,” kata Aye lebih lanjut.

Menurut Aye, pasiennya kebanyakan berasal dari kelompok pengungsi dan pejuang dari Kelompok Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF) lokal.

Meski terancam ditangkap junta militer, Aye terus menolong warga yang membutuhkan jasanya, terutama para pengungsi dan pasukan gerilyawan anti-kudeta.

Badan pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat jumlah pengungsi di Kayah sekitar 85 ribu orang, Mereka berkumpul di kamp pengungsi, di mana infeksi mudah menyebar.

Laporan Human Rights Watch mengatakan, junta Myanmar juga kini telah memblokir pengiriman bantuan kemanusiaan dan suplai medis di daerah yang menjadi basis kuat gerakan anti-kudeta.

Untuk melakukan tes swab, Aye dan perawat lainnya menggunakan bahan seadanya yakni robekan plastik yang dibalut di atas bingkai bambu. Jika kemudian diketahui positif Covid-19, katanya, mereka diberi parasetamol atau vitamin.

Sedangkan tabung oksigen yang ada, harus digunakan secara hemat mengingat pengisian oksigen membutuhkan usaha ekstra karena harus pergi ke kota besar terdekat dan melewati berbagai pos junta militer selama perjalanan.

Sekilar Juni dan Juli lalu, Myanmar pun dilanda gelombang Covid-19 di mana infeksi virus corona harian mencapai 40 ribu lebih kasus.(tvl)

Back to top button