Kalau Benar Cinta Negara Pengusul Penundaan Pemilu Harus Perhatikan Ini
Jika Presidennya sudah ilegal dan tidak sah, maka Panglima TNI dan Kapolri berhak pula membangkan perintah Presiden. Nasib masih bisa beruntung bagi bangsa ini, jika Panglima TNI dan Kapolri kompak menjaga persatuan dan kesatuan di saat kritis.
JERNIH-Presiden Jokowi, sudah dengan sangat tegas menolak kalau Pemilu yang sudah dijadwalkan digelar pada 14 Februari 2024, ditunda. Sebab dia tak mau menabrak nilai-nilai demokrasi sekaligus amanat konstitusi. Hanya saja, beberapa pimpinan partai politik yang tercatat berelektabilitas memble dalam survey Litbang Kompas beberapa waktu lalu, terus-terusan menghembuskan kembali isyu penundaan Pemilu.
Sekedar catatan, dalam rilis hasil survey itu beberapa waktu lalu elektabilitas PKB mendapat raihan suara 5,5 persen dan PAN 2,5 persen. Sedangkan survey ini, dilakukan dengan wawancara tatap muka kepada 1.200 responden pada 17 sampai 30 Januari 2022 lalu di 34 Provinsi
Sedangkan nama Muhaimin Iskandar yang sempat digadang-gadang maju dalam bursa pencalonan Presiden, tak ada di dalam hasil survey tersebut. Begitu pun nama Zulkifli Hasan sebagai Ketua Umum PAN.
Wakil Dekan Fisipol Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Ridho Al Hamdi menilai, isyu ini mulai ramai diwacanakan beberapa ketua umum parpol dengan tujuan mengulur waktu dan pastinya, guna mendongkrak naik nama partai yang dipimpinya.
Sementara Pakar Hukum Tata Negara, Yuzril Ihza Mahendra, sudah membayangkan keadaan buruk yang mungkin terjadi jika Pemilu 2024 ditunda.
“Mungkin saya pesimis terlalu berlebihan. Tetapi, membayangkan keadaan paling buruk itu. Perlu bagi kita untuk mengantisipasi jangan sampai itu terjadi,” kata Yusril melalui keterangannya yang dikutip pada Sabtu (26/2).
Yuzril bilang, jika Pemilu ditunda melebihi batas waktu lima tahun, maka tak ada dasar bagi para penyelenggara negara menduduki jabatan dan menjalankan kekuasaannya.
“Tidak ada dasar hukum sama sekali,” kata dia.
Sebab, usulan penundaan Pemilu berkaitan langsung dengan norma konstitusi yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang isinya menyatakan bahwa hajatan demokrasi ini merupakan pelaksanaan kedaulatan rakyat dan diatur dalam UUD 1945 pasal 1 ayat 2, dan harus dilaksanakan sekali dalam lima tahun untuk memilih anggoa DPR, DPR, membentuk MPR (pasal 2 ayat 1).
Lebih spesifik lagi, diatur dalam pasal 22E UUD 1945 secara imperatif dengan menyatakan Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, serta anggota DPRD tiap lima tahun sekali.
“Kalau tidak ada dasar hukum, maka semua penyelenggara negara mulai dari Presiden dan Wakil Presiden, anggota MPR, DPR, DPD dan DPRD semuanya ilegal alias tidak sah atau tidak legitimate,” kata Yuzril menjelaskan.
Jika para penyelenggara menduduki jabatannya secara ilegal, maka tidak ada kewajiban apapun bagi rakyat untuk mematuhi tiap kebijakan atau perintah yang mereka keluarkan. Nantinya, rakyat akan jalan sendiri-sendiri menurut maunya. Bahkan lebih jauh lagi, rakyat berhak membangkang terhadap Presiden, Wakil Presiden dan para Menteri, DPR, DPD, MPR serta DPRD, dengan menolak apapun keputusan yang dibuat karena tidak sah bahkan ilegal.
“Penyelenggara negara (eksekutif) yang masih legal di tingkat pusat tinggal lah Panglima TNI dan Kapolri,” ujarnya.
Jika Presidennya sudah ilegal dan tidak sah, maka Panglima TNI dan Kapolri berhak pula membangkan perintah Presiden. Nasib masih bisa beruntung bagi bangsa ini, jika Panglima TNI dan Kapolri kompak menjaga persatuan dan kesatuan di saat kritis.
“Tetapi kalau tidak kompak, bagaimana dan apa yang akan terjadi? Bisa saja terjadi dengan dalih untuk menyelamatkan bangsa dan negara, TNI mengambil alih kekuasaan walau untuk sementara,” kata Yuzril menurutkan.
Akibatnya, lahir potensi carut-marut yang berujung anarki sebab setiap orang merasa merdeka berbuat apa saja. Situasi inilah yag akan mendorong lahirnya diktator untuk menyelamatkan negara dengan tangan besi.
Namun, masalah tak selesai sampai sini sebab diktator justru mendorong konflik makin meluas. Daerah-daerah berpotensial bergejolak, campur tangan kepentingan asing untuk adu domba dan pecah belah tak bisa dihindarkan lagi. Dan NKRI, ada di wilayah pertaruhan besar.[]