POTPOURRI

Kisah Dahlan Iskan Diperas Anggota Dewan

Sayangnya, meski hampir satu dekade berlalu, permasalahan peras-memeras tersebut tak juga ditemui ujung pangkalnya. Dahlan tetap tutup mulut, begitu juga DPR RI. Sementara pemerintahan sebentar lagi berganti, dan baru kali ini saja sang Mantan Menteri kembali mengisahkannya.

JERNIH- Lama tak terdengar kabarnya, Dahlan Iskan, mantan Menteri BUMN dan juga bekas Direktur Utama PLN, tiba-tiba muncul di kanal Youtube Akbar Faizal Uncensored, pada Minggu (9/1). Di sana, dia mengais lagi cerita lama ketika duduk sebagai orang nomor satu di perusahaan setrum milik negara tersebut.

Dahlan bilang, ketika menduduki pucuk pimpinan PLN, pernah dimintai tunjangan hari raya oleh anggota DPR RI. Kala itu, salah satu direktur bawahannya, tergopoh-gopoh menemuinya sebab ada anggota dewan dari komisi yang jadi mitra kerja PLN menanyakan THR.

“Saya mungkin sudah saatnya menceritakan, belum pernah saya ceritakan, jadi ketika mau lebaran Idul Fitri itu salah satu direktur saya di PLN itu tergopoh-gopoh menemui saya. ‘Pak tadi saya dipanggil oleh anggota DPR Pak, kemudian tidak minta sih, tetapi menanyakan soal THR untuk anggota DPR’,” ungkap Dahlan dalam tayangan tersebut.

Waktu itu, sang direktur bawahannya tak berani menjawab permintaan anggota DPR tersebut. Cuma menjawab akan merundingkannya dulu dengan direksi.

Dahlan yang terbilang baru pada saat itu, tak tahu bagaimana menyikapinya. Lantas, dia mengumpulkan semua bawahannya di direksi guna mengambil keputusan, ya atau tidak. Soalnya, waktu itu Lebaran pertamanya menjabat sebagai Dirut PLN.

“Saya jadi Direktur Utama PLN kemudian beberapa bulan kemudian lebaran. Nah lebaran pertama seperti itu sehingga saya juga nggak tahu bagaimana menyikapinya itu,” katanya.

Dalam ruang rapat, Dahlan bersama anak buahnya membuat daftar konsekwensi jika menolak atau menerima permintaan anggota DPR itu. Salah satunya, akan sering dipanggil ke DPR, anggaran subsidi PLN akan dipersulit, hingga dipecat sebagai direksi.

Akhirnya, semua orang dalam ruang rapat tersebut sepakat menolak permintaan anggota DPR itu. Namun, urusan belum berhenti sampai di situ. Bagaimana caranya menyampaikan penolakan itu ? Maka diputuskanlah, direktur yang melaporkannya kepada Dahlan yang melayangkan penolakan tersebut.

“Kebetulan orangnya itu sudah meninggal dunia, anggota DPR-nya itu sehingga sekarang dia nggak bisa gugat saya,” katanya.

“Sejak itulah terkenal sekali bahwa saya sangat dimusuhi oleh DPR kan. Sampai saya jadi menteri juga sangat dimusuhi DPR. Dan di situ saya instropeksi ‘aduh salah lagi nih’,” candanya.

Dahlan, tak mengingat secara rinci berapa angka yang diminta anggota DPR itu sebagai THR. Tapi kalau dirupiahkan, dia bilang mencapai milyaran rupiah. Dia hanya bilang, anggota dewan itu meminta THR-nya atas nama komisi.

Sebenarnya, kisah yang dikais-kais Dahlan Iskan itu bukan merupakan cerita yang tak pernah diungkap ke publik. Berdasarkan catatan yang dimiliki Jernih, lantaran permintaan THR dari anggota dewan itu, Dahlan memang dimusuhi DPR, bahkan hingga dirinya duduk sebagai Menteri BUMN.

Saat menjabat sebagai Menteri BUMN, rupanya Dahlan makin lantang menyuarakan bahwa badan-badan usaha di bawah Kementerian yang dipimpinnya sering kena todong anggota dewan. Dia pun mengancam akan membeberkan nama-nama anggota dewan tukang palak tersebut.

Namun, sebagai anggota Kabinet Indonesia Bersatu jilid II yang dinahkodai Presiden SBY, dia tak boleh jalan sendiri. Semuanya harus sesuai arahan dan persetujuan Presiden.

Dipo Alam, Sekertaris Kabinet waktu itu, meminta Dahlan tidak membeberkan identitas anggota dewan yang meminta jatah pada perusahaan plat merah. Sebab, jika menyangkut penyebutan nama, Dipo bilang, sebaiknya di dalam proses penegakkan hukum saja.

Waktu itu, banyak yang menduga kalau pernyataan Dipo itu merupakan kebijakan dari Presiden SBY. Sebab pada 29 Oktober 2012, Dahlan sebagai Menteri BUMN, pernah dipanggil ke Istana Negara secara khusus dalam rangka pertemuan empat mata dengan SBY.

Sekedar catatan, kisah ditodongnya perusahaan-perusahaan plat merah oleh anggota DPR yang diungkit kembali oleh Dahlan Iskan melalui kanal Youtube Akbar Faisal tersebut, juga diiringi dengan isyu pemborosan anggaran di tubuh PLN sebesar Rp 37 triliyun selama era kepemimpinan Dahlan.

Marzuki Alie, Ketua DPR RI pada waktu itu, memang berupaya megkalrifikasi semua hal menyangkut PLN termasuk isyu permintaan THR. Tentu saja, langkah ini merupakan usaha membersihkan diri dari berbagai tudingan. Bahkan DPR pun berencana membuat Posko BUMN. Tujuannya, menjaring informasi apa saja terkait pemerasan yang dilakukan anggota dewan terhadap perusahaan-perusahaan plat merah.

Menurut Muhajir Sodruddin, anggota Komisi VI DPR RI waktu itu, apa yang dilakukan DPR termasuk pemanggilan terhadap Dahlan, bukan merupakan usaha balas dendam. Namun, semata-mata demi menjalankan fungsi pengawasan. Jika benar ada yang memeras, maka harus diungkap secara terbuka.

Begitu pun dengan Indonesian Corruption Watch (ICW) pada waktu itu, yang juga mendesak agar Dahlan blak-blakan menyebutkan nama-nama pemeras dari kalangan anggota dewan. LSM ini, meminta agar bekas wartawan ini, sebaiknya mengambil posisi sebagai pelapor tentang ihwal suap menyuap tersebut.

Dalam sebuah wawancara, Dahlan mengatakan, tak mau ada kesan mengejar-ngejar lembaga lain sementara dirinya punya pekerjaan besar menjaga BUMN agar tetap bersih.

“Jangan sampai saya sibuk mengurus kebersihan tempat orang lain, sementara tempat sendiri tidak bersih. Tugas saya tidak kalah berat dengan teman-teman di DPR yang juga berniat membersihkan tempatnya. Jadi mari kita sama-sama. Kalau saya tidak mengungkapkan, lebih disebabkan harus introspeksi diri,” kata Dahlan waktu itu.

Di masa silam, ketika permasalahan ini tengah heboh-hebohnya, Dahlan mengaku sudah mengantongi 10 nama tukang palak tersebut. Didapatinya nama-nama tersebut, merupakan hasil pengecekan yang tak sengaja.

Awalnya, BUMN yang lemah akan mendapat suntikan penyertaan modal negara. Meski sudah disetujui DPR RI, namun tak juga dicairkan. Rupanya, agar segera dikucurkan, harus ada pembahasan lagi dengan DPR.

“Nah kemudian saya tanya pada mereka ‘Anda mau atau tidak datang lagi ke DPR biar cepat cair?’ Mereka baru ngomong, ‘pak kami diminta untuk kasih bagian 10 persen.’ Bahkan ada yang menelpon dalam satu kurun sampai 20 kali. Seperti diuber-uber. Bahkan ada oknum anggota dewan yang sedang berada di luar negeri, sempat-sempatnya ngecek dan telepon hanya untuk bertanya kenapa uangnya belum dicairkan? Kenapa bagiannya belum dikirim?” kata Dahlan mengisahkan dalam sebuah wawancara.

Sementara itu, modus pemerasan yang dilakukan anggota dewan menurut Dahlan pada waktu itu, ada yang datang dan mengaku disuruh teman-temannya. Sebab jika meminta lewat telepon, seperti diping-pong.

Suatu saat, Dirut diajak bertemu di sebuah kafe. Agar ada saksi, sang Dirut mengajak dua orang direktur bawahanya. Dirut pikir, jika dihadapi bersama-sama, maka anggota dewan tersebut tak akan berani. Namun ternyata, meski ada saksi, pemerasan tetap dilakukan.

Sayangnya, meski hampir satu dekade berlalu, permasalahan peras memeras tersebut tak juga ditemui titik terang penyelesaiannya. Dahlan tetap tutup mulut, begitu juga DPR RI. Sementara pemerintahan sebentar lagi berganti, dan baru kali ini saja sang Mantan Menteri kembali mengisahkannya.[]

Back to top button