Para Ksatria Padang Rumput: Bangkitnya Kekuasaan Ottoman [4–Selesai]
Rombongan duta Mongol yang dipimpin Syamsuddin Umar Qazwini, membawa plakat dan maklumat dari Khagan Ogedei agar Kesultanan Seljuk Rum menjadi negara vasal. Sultan Kayqubad meninggal 3 Mei 1237 sebelum kesepakatan tercapai. Penggantinya, Sultan Kaykhusraw II segera mengirimkan surat kepada Khagan Ogedei — yang konon disiapkan ayahnya sebelum meninggal — yang berisi persetujuan untuk menjadi negara vasal.
Oleh : Zaenal Muttaqin*
JERNIH– Tiga bulan setelah aliansi Seljuk-Syria berhasil mengalahkan Khwarezmia, pasukan Mongol tiba di Azerbaijan pada 9 November 1230 di bawah panglima Chormaghan. Sepanjang kurun 1230 hingga 1231, pasukan Mongol menghabisi sisa-sisa pasukan Khwarezmia di Azerbaijan, termasuk daerah-daerah sekitarnya seperti Edessa dan Sivan.
Selain tidak ada perintah dari Khagan Ogedei, Chormaghan tampaknya tidak berniat menyerang Seljuk Rum. Meski demikian, beberapa ketegangan sempat terjadi di perbatasan, dan Sultan Kayqubad menanggapi keadaan ini dengan upaya diplomasi: memberi upeti kepada Mongol.
Itikad baik Seljuk Rum diterima dengan baik oleh Khagan Ogedei, dan dia mengirimkan duta ke Kesultanan Seljuk Rum pada 3 September 1236. Rombongan duta Mongol, yang dipimpin Syamsuddin Umar Qazwini, membawa plakat dan maklumat dari Khagan Ogedei agar Kesultanan Seljuk Rum menjadi negara vasal. Sultan Kayqubad meninggal 3 Mei 1237 sebelum kesepakatan tercapai. Penggantinya, Sultan Kaykhusraw II segera mengirimkan surat kepada Khagan Ogedei — yang konon disiapkan ayahnya sebelum meninggal — yang berisi persetujuan untuk menjadi negara vasal.
Khagan Ogedei menerima surat dari Kaykhusraw II dan menunjuk Syamsuddin Qazwini sebagai basqaq (pemungut pajak) di Seljuk Rum. Namun, di akhir 1241 Ogedei meninggal dan Khanat Mongol sempat mengalami pergolakan politik dan kekosongan kekuasaan hingga 1246. Dalam periode ini jendral Baiju melancarkan serangan ke Erzurum dan berhasil mengalahkan pasukan Seljuk Rum pada 1242. Kuat dugaan serangan ini atas perintah Khan Batu, yang dalam masa kekosongan berkuasa di wilayah Anatolia untuk sementara.
Pertempuran yang lebih besar dan menentukan kembali terjadi di Kose Dags pada 26 Juni 1243, di mana pasukan Mongol berhasil menghabisi pasukan Seljuk Rum dan memaksa Sultan Kaykhusraw II mundur ke wilayah barat. Di tengah pelarian sang sultan, wazir Seljuk Rum, Muhadhabuddin, menemui Chormaghan dan menyatakan kesediaan Kesultanan Seljuk Rum untuk menjadi negara vasal Khanat Mongol.
Ketika Seljuk Rum mengalami disintegrasi, terutama sepeninggal Kaykhusraw III pada 1284, berbagai suku dan beylik (emirat) terlepas dari kekuasaan Sultan di Konya dan mulai hidup secara independen. Hal itu pula yang tampaknya terjadi pada beylik Sogut yang dipimpin suku Kayi. Di bawah kepemimpinan Ghazi Utsman (1280–1324), Sogut mulai memperluas wilayahnya.
Namun, alih-alih berperang dengan suku atau emirat lainnya di Kesultanan, Utsman lebih memilih melakukan ekspansi ke barat. Dengan wilayah tepat berada di garis perbatasan Nicea-Bizantium, Utsman mulai mencaplok wilayah-wilayah Nicea. Hal ini mengundang banyak ghazi dari suku-suku Turkik untuk bergabung.
Kota pertama yang direbut oleh Utsman adalah Yenisehir, yang 1331 dijadikan ibukota emirat Sogut yang kini semakin membesar. Lalu pada tahun 1308, Utsman berhasil berhasil mengambil kota Ephesus di dekat Laut Aegean. Kota penting yang kemudian berhasil direbut adalah Bursa, yang dikepung sejak tahun 1317 hingga 1324. Utsman meninggal tahun 1324 sebelum kota Bursa dapat ditaklukan. Penggantinya, Ghazi Orhan, akhirnya bisa merebut Bursa pada 6 April 1326. Setelah memindahkan ibukota ke Bursa, emirat Sogut mulai dikenal sebagai Kesultanan Utsmani, atau Ottoman.
Epilog
Wajah peradaban di abad ke-13, khususnya di Anatolia dan Asia Tengah, dipengaruhi oleh migrasi para pengembara dari Stepa Eurasia — yang sudah berlangsung berabad-abad. Karena memiliki akar budaya yang sama dan bahasa yang serumpun, para pengembara yang datang kemudian bisa cepat berasimilasi dengan tradisi setempat.
Dalam hal agama, misalnya, kita melihat pasukan Mongol begitu mudah memeluk Islam. Faktor utamanya adalah Islam sudah dikenal di suku-suku Turkik, bahkan jauh sebelum pasukan Mongol menjejakkan kaki di dunia Islam.
William Samolin, sinologis yang memeriksa teks-teks Cina, menemukan bahwa: “sumber-sumber Cina secara umum menyatakan bahwa kaum Turkik adalah keturunan Hunik; di mana sumber-sumber ini memberi penekanan pada hubungan etnisitas, bukan ikatan politik.”
Identifikasi Hunik dan Turkik juga dikemukakan sumber-sumber Latin, seperti dikemukakan Theopylact Simocata, histografer abad ke-7, yang menulis: “Bangsa Hun berasal dari wilayah utara di sebelah timur, yang mana orang Persia biasa menyebut mereka bangsa Turk.”
Theopanes, pendeta dan sejarawan Bizantium abad ke-8, juga menulis: “Terdapat alasan lain mengapa terjadi serangan atas Kekaisaran Romawi [Barat]. Pada saat itu, bangsa Hun, yang biasa kita sebut bangsa Turk, mengirimkan utusan kepada Kaisar Justin melalui wilayah Alani.”
Adapun para penulis Arab yang muncul belakangan, biasa menyebut mereka sebagai Turkik atau Turkman, misalnya al-Nawasi mencatatnya sebagai “al-atruk” dan Ibnu Atsir menyebutnya “al-turkman.”
Dapat dipastikan bahwa terdapat banyak etnik dan suku nomaden di sepanjang Stepa Eurasia. Dengan dasar budaya dan bahasa serumpun, mereka dapat bersatu membentuk kekuatan yang besar manakala hadir pemimpin yang kuat. Hal itu tersurat dalam ucapan Genghis Khan kepada duta Khwarizmia bernama Bahaudin Razi:
“Suku Tatar, Kipchak, dan seluruh suku Turkik lainnya telah menyatakan sumpah setia kepadaku, mereka telah menjadi bangsa Turkik-ku, dan aku telah menancapkan kekuasaan di sepanjang padang-rumputku.”
Mereka itulah para kesatria padang rumput Euroasia. [Selesai]
*Pecinta buku, seni, dan kopi; penggiat pendidikan dan literasi.