POTPOURRI

Perbedaan

Sebaliknya bagi YouTuber seperti Eko Kuntadhi, ngaji bareng itu diresponsnya dengan membuat sebuah konten berjudul “Ngaji di Malioboro!! Ibadah kok Pamer?? (Masuk Pak Eko #32, 31 Maret 2022). Dia mendeskripsikan hal itu sebagai kelanjutan fenomena pamer ibadah ritual di tempat umum.

Oleh   : Akmal Nasery Basral*

JERNIH—Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas semalam mengumumkan 1 Ramadan 1443 H jatuh pada Ahad, 3 April 2022, setelah melalui sidang itsbat. Berbeda dengan keputusan pemerintah, jamaah Muhammadiyah dan An-Nadzir (Gowa, Sulawesi Selatan) memulai puasa lebih dulu pada Sabtu, 2 April. Sementara jamaah Naqsa-bandiyah (Padang, Sumatra Barat) lebih cepat lagi menetapkan awal puasa pada Jum’at, 1 April.

Akmal Nasery Basral

Perbedaan penetapan awal Ramadhan termasuk wilayah ijtihadi atau penggunaan ranah intelektualitas yang bukan termasuk wahyu ilahi. Oleh karenanya tak perlu direspons dengan kerut di dahi apalagi sampai renggangkan silaturahmi. Perbedaan jenis ini justru memperlihatkan kekayaan khazanah paradigma dan metoda. Bisa juga diteroka sebagai bentuk kearifan lokal tanpa rekayasa dan propaganda.

Perbedaan bisa mendatangkan kenikmatan atau penderitaan, semua tergantung isi kepala. Simak pemandangan pedestrian Malioboro beberapa hari lalu jelang masuk Ramadan. Sebuah pemandangan langka terjadi ketika seribuan warga Yogya mengaji. Ada yang duduk dan berdiri. Tua-muda, berblangkon atau gunakan hoodie.  Mereka baca kitab suci bukan versi aplikasi digital melainkan mushaf cetak konvensional. Selain Surat Yasin, dilantunkan juga shalawat nabi.

Kegiatan yang digagas Badan Wakaf Alqur’an (BWA) ini sontak mendulang kontroversi setelah viral di media sosial. Ketua Umum MUI Yogyakarta Prof. Dr. KH Machasin tak mempersoalkan. “Baca Qur’an boleh di mana saja, asal jangan di WC. Untuk nyadran di Malioboro itu asal tidak mengganggu pengguna trotoar lain yang lewat, tidak apa-apa,” ujar Guru Besar Sejarah UIN Sunan Kalijaga yang pernah menjadi rais Syuriah PBNU itu.

Sebaliknya bagi YouTuber seperti Eko Kuntadhi, ngaji bareng itu diresponsnya dengan membuat sebuah konten berjudul “Ngaji di Malioboro!! Ibadah kok Pamer?? (Masuk Pak Eko #32, 31 Maret 2022). Dia mendeskripsikan hal itu sebagai kelanjutan fenomena pamer ibadah ritual di tempat umum.

Apa yang sebenarnya terjadi, Dulur?  Ketua BWA Cabang Yogya Narko A. Fikri mengatakan ngaji bareng yang digagasnya itu meminjam konsep flash mob yang lazim di ruang publik manca negara. Bedanya, jika  flash mob umumnya mengusung satu lagu populer atau tarian, kali ini konten sedikit berbeda karena menyambut datangnya bulan suci Ramadan.  “Durasi  hanya singkat 10 menit, tidak pakai sound (sytem) dan tidak mengganggu pengguna jalan,” ujarnya.

Anda termasuk yang gembira atau menderita melihat ‘flashmob Malioboro’ kreasi BWA ini?  Monggo. Bebas saja. Ini negara demokrasi. Yang penting jangan sampai beda pendapat menambah kerut di dahi dan merenggangkan silaturahmi. Sebab ada hal lain yang tak kalah penting dari panorama Malioboro saat ini.

Sejak Februari lalu, kawasan favorit wisatawan ini memang dipoles habis-habisan. Para PKL (Pedagang Kaki Lima) yang mengokupasi sebagian besar trotoar dipindahkan ke Teras Malioboro 1 dan Teras Malioboro 2 sebagai pusat baru penjualan. Terkonsentrasi namun masih dalam wilayah yang ramai pengunjung.

Pedestrian menjadi lebih luas dan lapang menawan.  Pejalan kaki yang biasanya berdesakan dan bersenggolan, kini bisa berlenggang bak peragawati dan peragawan. Everybody happy. Bravo untuk Sri Sultan Hamengkubuwono X dan seluruh jajaran aparat kota Yogyakarta yang sudah bertungkus lumus menguras peluh.

Tips bagi Anda yang ke Yogya di Ramadan ini, selain kunjungi Malioboro baru yang rapi jali  jangan lupa sambangi kawasan Kauman, lokasi bersejarah berdirinya Muhammadiyah yang dibangun ulama besar KH Ahmad Dahlan. Aneka kuliner lezat penganan buka puasa, termasuk yang hanya ada di bulan Ramadhan seperti kacang kumbon dan kicak ketan, bisa dieksplorasi di Pasar Sore Ramadan di Kampung Kauman yang berada di gang Tiban, sebuah lorong panjang ramai yang dijamin membuat Anda terkesan.

Usai berbuka, lakukan salat Magrib di Masjid Gedhe Kauman yang dibangun tahun 1773 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I, leluhur Sultan sekarang. Lokasinya tak jauh dari kawasan kuliner. Di ruang utama salat ada sebuah bangunan kecil mirip sangkar—disebut maksura—yang tak ada di masjid lainnya. Maksura adalah tempat di mana Sri Sultan beribadah.  Setelah itu, salah satu pilihan mengisi malam adalah wisata religi ke pusat-pusat ibadah seperti Masjid Jogokariyan yang selalu berlimpah jamaah.

Apa pilihan lain selain ke masjid? Bebas saja tergantung keinginan Anda sepanjang masih menghormati kesucian bulan Ramadan. Menikmati udara terbuka atau pusat-pusat keramaian lain. Begitu banyak aktivitas bisa dilakukan di kota secantik Yogyakarta.

Yang penting, rayakan perbedaan pilihan dengan senang hati. Jangan tambah kerut di dahi karena perbedaan pilihan masih menjadi karunia di negeri elok ini. [ ]

* Sosiolog, Penulis 24 buku. Karya terbarunya “Serangkai Makna di Mihrab Ulama” tentang kisah hidup Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Buya Hamka) bisa didapat di IG @bukurepublika atau www.bukurepublika.id

Back to top button