Seorang Guru Tari di Korut Ditangkap karena Ajarkan K-Pop
UU Korut melarang warganya menonton, menyimpan, hingga distribusi konten seperti drama Korea, lagu K-Pop, hingga media Korsel lainnya. Mereka terancam penjara hingga hukuman mati.
JERNIH-Seorang instruktur tari dan beberapa muridnya telah ditangkap pihak berwenang Korea Utara (Korut) karena ketahuan belajar tarian K-pop atau Korean Pop.
Mereka tertangkap saat tengah belajar tarian yang dianggap “kapitalis” itu melalui media asing yang ilegal dikonsumsi warga Korut.
“Kelompok Inspeksi Anti-Sosialisme menangkap seorang guru tari berusia 30-an mengajari tarian disko bergaya luar negeri ke beberapa murid remaja di Yangji-dong, Kota Pyongsong,” kata seorang warga di Pyongsong kepada Radio Free Asia pada 31 Januari lalu.
Sebuah sumber menjelaskan jika dalam penggrebegan tersebut ditemukan USB flash drive yang berisi berbagai lagu asing dan video tarian K-Pop terpasang di layar TV.
“Para murid remaja sedang belajar menari dengan mengikuti koreografi di layar. Kelompok Inspeksi Anti-Sosialisme menyita flash drive itu dan membawa instruktur dan seluruh muridnya ke markas mereka,” cerita sumber itu lagi.
Sumber lain menceritakan, para murid mengikuti kelas tari dua kali sepekan dengan biaya untuk satu kali sesi selama dua jam berkisar US$10 (Rp143 ribu).
Para murid, kata sumber, lebih bersemangat mempelajari tarian ala Korsel, Amerika Serikat hingga China jika dibandingkan dengan tarian Korut.
Dalam waktu singkat berita penangkapan telah menyebar ke berbagai daerah di Korut.
Bahkan warga di Sinuiju mengaku telah mendengar juga penangkapan instruktur tari tersebut dua hari sebelum Seollal, sebutan Tahun Baru Imlek di kalangan warga Korea.
“Dari yang saya dengar lewat telepon, perempuan ini (guru tari) mengambil jurusan koreografi di Universitas Seni Pyongsong. Beberapa tahun sebelumnya, ia ditugaskan mengajar di sekolah menengah atas Okchon di Pyongsong,” kata sumber kedua, yang meminta identitasnya dirahasiakan.
“Namun, sulit baginya untuk hidup dengan gaji bulanan guru yang hanya mencapai 3.000 won (Rp48 ribu), jadi ia mencari tambahan dengan membuka kelas tari privat di rumahnya,” lanjutnya.
Oleh karenanya, sumber menuturkan sang instruktur juga diam-diam membuka kelas tarian asal luar negeri.
Pada akhir 2020, Korea Utara mengesahkan Undang-Undang Penghapusan pemikiran dan Budaya Reaksioner. Dalam UU itu diatur menghukum setiap warga yang ketahuan mengkonsumsi dan menikmati konten-konten dari negara kapitalis terutama Korea Selatan dan AS.
UU juga melarang warga Korut menonton, menyimpan, hingga mendistribusikan konten seperti drama Korea, lagu K-Pop, hingga media Korsel lainnya.
Penjara hingga hukuman mati mengancam setiap warga Korut yang melanggar aturan ini. (tvl)