POTPOURRISpiritus

Setetes Embun: Disposisi Batin

Kehadiran Allah begitu dalam sehingga diungkapkan dengan istilah “nyata namun tersembunyi”. Kehadiran ini seringkali diterima begitu saja sebagai hal yang wajar dan seharusnya sehingga orang abai untuk bersyukur.

Penulis: P. Kimy Ndelo CSsR

JERNIH-Santo Fransiskus Asisi adalah orang yang sangat membela ajaran tentang kehadiran Allah dalam diri setiap pribadi. Bahwa Allah dengan cara-Nya yang unik dan istimewa berada dalam diri setiap pribadi, siapa pun itu.

Atas keyakinan ini Santo Fransiskus selalu mencintai siapa pun, tak peduli apa latar belakang dan keadaannya. Bahkan dia juga terkenal sebagai pencinta makhluk ciptaan lainnya serta alam semesta.

Suatu ketika Santo Fransiskus berjalan bersama seseorang yang mengatakan bahwa dia sama sekali tidak mencintai Allah. Santo Fransiskus heran bahwa ada orang semacam ini. Dalam perjalanan mereka berjumpa dengan seorang buta dan lumpuh. Fransiskus berkata kepada orang itu:

“Jika aku bisa menyembuhkan matamu sehingga melihat dan membuat kakimu kuat lagi untuk berjalan, apakah engkau akan mencintai aku?”.

Orang itu menjawab: “Aku bukan hanya mencintaimu melainkan aku akan menjadi hambamu di sisa hidupku ini”.

Kata Fransiskus kepada temannya: “Lihatlah, hanya dengan memulihkan mata dan kaki orang ini, dia bersedia mencintai dan mengabdiku seumur hidupnya. Bagaimana mungkin engkau yang telah menerima mata dan kaki yang sehat dan normal sejak lahir, serta seluruh anggota tubuh lainnya, tidak mencintai sang Pemberi semuanya ini?”

**

“Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia” (Yoh 14,23b). Kata-kata Yesus ini mengandung dua syarat yakni bahwa orang itu mengasihi Tuhan dan menuruti firman-Nya.

Untuk bisa mengasihi Tuhan perlu disposisi batin yang benar. Itulah syarat awal yang memungkinkan Tuhan mendatangi dia dan menjadikannya tempat untuk berdiam, menyatu dengan orang itu. Tanpa disposisi batin yang benar, semua proses ini tidak jalan. Tuhan juga tidak mau memaksa seseorang untuk mencintai dan menuruti perintah-Nya.

Disposisi batin ini tumbuh dari permenungan akan siapa diri saya dan mengapa saya bisa menerima sekian banyak berkat dalam hidup saya. Yang pertama kali diterima adalah hidup dengan tubuh yang utuh dan normal dalam lingkungan yang baik. Itu saja sudah harus membuat orang bersyukur kepada Sang Pemberi.

Keyakinan bahwa Allah diam di dalam pribadi manusia, bagi para murid Yesus saat itu, yang masih hanya dari kalangan Yahudi, adalah berita gembira. Mengapa? Karena pada masa itu Bait Allah, simbol kehadiran Allah, sudah dihancurkan. Dimana lagi Allah bisa ditemui kalau bukan di dalam jiwa setiap orang beriman?

Kehadiran Allah begitu dalam sehingga diungkapkan dengan istilah “nyata namun tersembunyi”. Kehadiran ini seringkali diterima begitu saja sebagai hal yang wajar dan seharusnya sehingga orang abai untuk bersyukur.

Yesus menegaskan lagi kehadiran Allah dalam bentuk Roh Kudus yang mengajar dan menghibur mereka. Roh Kudus mengajar para murid agar mengerti siapa Yesus dan apa maksud Allah mengirim Yesus ke dunia ini. Roh Kudus menghibur para murid karena mereka akan merasa kesepian, ditinggalkan, dan harus berjuang sendiri. Disini Yesus mengatakan kamu tak pernah sendirian karena Roh Kudus menemani kalian.

Kehadiran Roh Kudus inilah yang menjadi tanda dan sarana kehadiran Allah sendiri di dunia ini, terutama dalam diri setiap orang beriman.

Mengajak orang agar menjadi Kristen (baik Katolik maupun Protestan) berarti pertama-tama meyakinkan dia bahwa semua yang ada pada dirinya adalah karunia dari Allah. Ini bukan pertama-tama soal pengetahuan iman tapi disposisi batin yang benar. Baru kemudian kepadanya diperkenalkan siapa Pemberinya dan bersyukur kepada-Nya. Setelah itu Roh Kudus akan menuntun orang itu kepada proses iman yang benar dan makin matang.

Kita pun perlu terus menjaga disposisi batin kita supaya tidak pernah lupa setiap berkat yang kita terima sekecil apa pun setiap hari. Dengannya kita selalu bersyukur dan makin mencintai Dia.

(SETETES EMBUN,  by P. Kimy Ndelo CSsR; ditulis di Biara Redemptoris Hanoi, Vietnam).

Back to top button