Bahagia
Ada orang memburu bahagia dengan memenuhi hasrat kuasa. Api ambisi terus berkobar mengejar jabatan. Berbagai organisasi dimasuki sejauh bisa dikuasai. Potensi pesaing disingkirkan demi keabadian kedudukan. Syahwat kuasa tak kenal usia senja.
Oleh : Yudi Latif
JERNIH– Saudaraku, semua orang ingin bahagia, namun tak semua orang memahami cara menempuh jalan kebahagiaan.
Ada orang mengejar bahagia dengan memenuhi kesenangan gairah konsumsi dan gaya hidup. Memburu makanan lezat hingga ufuk horison. Merasakan segala minuman hingga yang paling memabukkan. Melampiaskan hasrat birahi dengan segala corak pasangan. Menjajal segala model penampilan hingga reparasi paras. Menimbun harta tanpa batas.
Ada orang memburu bahagia dengan memenuhi hasrat kuasa. Api ambisi terus berkobar mengejar jabatan. Berbagai organisasi dimasuki sejauh bisa dikuasai. Potensi pesaing disingkirkan demi keabadian kedudukan. Syahwat kuasa tak kenal usia senja.
Apakah dengan itu puncak kebahagiaan insani bisa diraih?
Bila mimpi bahagia bisa dicapai dengan memenuhi hasrat bersenang dan berkuasa, hewan di rimba raya pun sanggup mengejarnya.
Ketahuilah bahwa manusia dengan hewan tertentu memang memiliki kemiripan. Kromosom manusia dan simpanse sekitar 98 persen identik. Dengan otak mamalia purba, manusia bisa bak binatang: tega membunuh sesamanya bila kekasih atau makanannya direbut. Seperti hewan, manusia juga cenderung berkumpul dengan mereka yang memiliki asal-usul genetik, ciri lahiriah dan identitas yang sama.
Tetapi sadarilah, manusia masih memiliki neokorteks. Dengan itu, manusia bisa meninggikan derajatnya dari binatang, lewat pembudidayaan etika, estetika, spiritualitas, ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan. Dengan itu pula manusia bisa mengaktualisasikan dirinya demi meraih kebahagiaan tertinggi.
Kebahagiaan tertinggi itu terletak pada kesanggupan untuk memberi dan meraih makna hidup. Tidak cukup makan sendiri, tapi merasa lebih bermakna bila bisa berbagi makanan pada sesama. Tidak cukup meraih hasrat kuasa, tapi merasa lebih bermakna bila bisa melayani harapan banyak orang. Tak cukup berkerabat sesama serumpun primodial, tapi lebih merasa bermakna bila dapat menjalin kasih persaudaraan sesama manusia, bahkan sesama ciptaan Tuhan.
Kebahagiaan tertinggi itu teraih manakala kita bisa menjadi lebih besar dari diri sendiri; terhubung dengan realitas kehidupan dengan segala keragaman dan tantangannya, menciptakan kehidupan yang lebih bermakna bagi kebahagiaan hidup bersama. [ ]