Solilokui

Berkenalan Dengan Radikalisme

Belakangan, di abad 21, pasca tragedi 11 September 2001 yang kesohor dengan istilah 9/11 pemaknaan istilah radikalisme berubah sangat drastis dan jauh sekali dari catatan sejarahnya.

JERNIH- Ada apa dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang membuat kriteria penceramah kritis terhadap Pemerintah malah dicap radikal, anti Pemerintah bahkan anti Pancasila? Padahal menurut Ketua MUI Cholil Nafis, tak perlu badan ini menempelkan label seperti itu kepada pengkhotbah yang mengajak pada kebaikan.

Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Ahmad Nurwakhid, bilang, indikator ini dibuat untuk kewaspadaan nasional terhadap paham radikalisme dan pencegahan agar masyarakat waspada dalam mendengar ceramah.

Asal tahu saja, indikator tersebut resmi dirilis BNPT usai Presiden Jokowi mencibir jangan sampai ibu-ibu istri anggota TNI-Polri asal-asalan mengundang penceramah radikal dalam kegiatan pengajiannya.

Indikator tersebut menurut Nurwakhid, hanya untuk mengedukasi agar masyarakat tak sembarangan mengundang penceramah untuk kegiatan tertentu. Sebab dia tak ingin, paham radikal semakin menjamur sambil memastikan tak menyudutkan agama tertentu.

“Penceramah ini tidak hanya ustaz saja loh ya, tapi juga mungkin ada yang lain. Karena potensi pada setiap individu manusia radikalisme ini, bukan monopoli satu agama, tapi ada di semua agama,” ujarnya.

Dia bilang, ciri-ciri yang sudah ditetapkan, sudah melalui kajian mendalam dan tahap diskusi dengan berbagai pihak. Sebab di dalam tubuh BNPT, ada tim ahli berisi sejumlah petinggi agama, profesor hingga beberapa Ulama moderat yang berkompeten di bidangnya.

Apalagi, gugus tugas pemuka agama yang bekerja untuk BNPT menjaring banyak ormas keagamaan di dalam masyarakat. Dan, penerbitan ciri penceramah itu bukan dalam rangka menempelkan stigma pada pihak tertentu.

“Yang menggelorakan seolah-olah (ciri penceramah radikal) menstigman atau ini itu, justru kelompok radikal itu sendiri,” kata dia.

Sekali lagi, Nurwakhid menjelaskan kalau kelompok radikal termasuk penceramahnya kerap membangun ketidak percayaan masyarakat terhadap Pemerintahan yang sah saat ini. Dia bilang, mereka melakukan penyebaran fitnah, adu domba dan provokasi di tengah masyarakat.

Lalu, siapakah yang dimaksud Pemerintah radikal?

Diksi radikalisme, jika tak langsung dikaitkan dengan tindak terorisme, bisa saja membuat rancu pemaknaannya. Sebab jika tak dirujuk ke arah sana, penceramah yang mengajarkan ajaran agama dengan benar secara komprehensif dan dikupas tuntas, bisa juga disebut sebagai penceramah radikal.

Menurut Rocky Gerung, pada mulanya istilah ini berfungsi untuk mengaktifkan dialektis, dan memprovokasi seseorang untuk berpikir habis-habisan sampai menemukan jawaban secara tepat dan tuntas. Namun, akibat sering disodorkan ke arah negatif makna radikal pun berubah menjadi label berbahaya sehingga membuat orang jadi takut berpikir seperti itu untuk ke arah lebih baik.

“Karena orang takut jadi radikal. Bahaya betul negara ini karena orang takut jadi radikal. Karena radikal itu justru memprovokasi kita untuk berpikir habis-habisan. Makanya kita dilarang berpikir habis-habisan,” kata Rocky.

Di sisi lain, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan kata radikal berarti ‘secara mendasar (sampai kepada hal yang prinsip’. Selanjutnya, kamus ini juga menyebutkan arti dalam istilah politik yang bermakna ‘amat keras menuntut perubahan (Undang-Undang, Pemerintahan)’.

Terakhir, istilah radikal juga dimaknai KBBI sebagai ‘maju dalam berpikir atau bertindak’.

Sementara jika ditarik ke dalam ranah ilmu kimia, disimpulkan bahwa istilah radikal merupakan konsep dengan makna yang sangat luas. Artinya, gugus atom yang dapat masuk ke berbagai reaksi sebagai satuan tunggal yang bereaksi seakan-akan satu unsur saja.

Dalam bahasa latin, radix atau radici berarti mengacu pada hal mendasar, prinsip fundamental, pokok soal dan esensial atas bermacam gejala. Sementara Kamus Oxford menyebutkan radikal bermakna akar, sumber atau asal mula. Dan secara etimologis, arti dari kata ini bersifat netral yang bisa berubah makna dalam bentuk positif atau negatif.

Radikal Dalam Politik

Pada jagat politik, istilah ini pertama kali digunakan Charles James Fox pada tahun 1797 yang menginginkan pembaharuan radikal (reform radical) di Inggris, terkait sistem pemilihan yang boleh diikuti siapa saja ketika berusia dewasa. Dari sini, kata radikal mulai sering digunakan bagi semua gerakan pendukung reformasi parlemen.

Merriam-Webster menyebut definisi radikal filosofis, awalnya melekat pada posisi dan aspirasi kaum liberal di Inggris. Ciri utama mereka ditandai kepercayaan atas nilai ulititarianisme dan perdagangan bebas yang membawa agenda reformasi hukum, ekonomi, sosial dan termasuk reformasi parlemen juga sistem peradilan.

Hanya saja, pada abad ke-19 pemaknaannya mulai berubah yang dipengaruhi ide-ide folosofis bahwa manusia pada hakikatnya bisa mengontrol lingkungan sosial melalui aksi dan kerja kolektif. Dan ini ada di dalam ideologi Marxisme. Tak bisa mengelak lagi, istilah radikal pun disematkan pada pemeluk paham tersebut juga kelompok ideologi lain yang mendukung agenda perubahan sosial politik secara mendasar bahkan keras melalui aksi revolusi.

Belakangan, istilah radikal pun ditarik dan tak dilekatkan lagi bagi kaum reformis yang mendukung agenda perubahan sosial politik secara bertahap.

Dalam pandangan Universitas Cambridge, Inggris, radikalisme didefinisikan sebagai keyakinan kalau harus ada perubahan sospol yang besar, ekstreem dan menyeluruh. Sedangkan penggunaannya di Perancis, sebelum tahun 1848, istilah ini dirujuk kepada kaum republiken militan dan sering mengaku sebagai radikalis.

Pada banyak sumber lainnya, kepopuleran kata radikal di masa revolusi Perancis (1787-1789) yang menentang Raja di waktu itu juga menyebut diri sebagai kaum radikal.

Maximilien Robespierre, salah satu eksponen Klub Jakobin di masa revolusi tersebut bilang bahwa kebajikan tanpa teror adalah fatal. Dan teror tanpa kebajikan ialah impoten.

“Menghukum para penindas kemanusiaan dengan cara kekerasan adalah hal yang bisa diampuni. Sementara memaafkan mereka adalah bar bar,” kata dia.

Belakangan, di abad 21, pasca tragedi 11 September 2001 yang kesohor dengan istilah 9/11 pemaknaan istilah radikalisme berubah sangat drastis dan jauh sekali dari catatan sejarahnya.

Negeri Paman Sam mengobarkan perang global melawan terorisme yang merupakan frasa media barat untuk melegitimasi tindakan politik militer AS dan negara-negara sekutunya di beberapa negara di Timur Tengah, seperti Irak yang waktu itu masih dipimpin Saddam Husein, serta Osama bin Laden yang berkiprah di Afghanistan.

Sejak itulah, Dunia Islam menjadi sasaran tembak AS sebagai Polisi Dunia dari Barat dalam tema perang global melawan terorisme. Hasilnya, ketika dulu istilah ini dilekatkan pada aktivis politik kiri, sekarang praktis berubah haluan dengan konotasi yang diarahkan pada praktek kekerasan berbau terorisme serta agama tertentu.[]

Back to top button