Apakah BSI ke depan akan mengalami katastropi, alias kehancuran atau malapetaka? Ah, tak usahlah terlalu pesimistis. Kecil kemungkinan jajaran direksi dan komisaris BSI yang kompeten tidak memprediksi hal ini jauh-jauh hari, sebelum melakukan apa pun yang mungkin memicu penarikan Muhammadiyah. Jadi, semua pastinya under control. Lagi pula, seperti kita lihat di atas, dana pihak ketiga (DPK) Muhammadiyah pun tak sampai 10 persen DPK BSI bukan?
Oleh : Darmawan Sepriyossa
JERNIH–Saya sungguh sangat memahami bila Direktur Utama Bank Syariah Indonesia (BSI), Hery Gunardi, seperti terkena sariawan parah kala ditanya wartawan usai konferensi pers penyelenggaraan BSI International Expo di kawasan Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, Jumat (14/6) lalu. Hery, saat ditanya wartawan yang rata-rata tengah mengejar follow-up berita penarikan dana Muhammadiyah dari BSI itu, sangat-sangat irit kata. “Likuiditas kita ample. Solid, solid,”kata Hery, tak fokus pada pertanyaan wartawan. Tak heran, dua hari kemudian, Ahad (16/6), di situs berita Suara.com justru muncul judul berita yang cenderung merugikan sisi “public relation” BSI : “Bos BSI Tak Ambil Pusing Soal Hengkangnya Muhammadiyah”.
Justru kalau tidak meriang panas-dingin, Hery Gunardi tergolong “pejantan tangguh”—sesekali boleh dong ikut istilah band Sheilla on 7. Penarikan dana PP Muhammadiyah, seiring keluarnya memo bernomor 320/1.0/A/20-24, itu masih akan diikuti gelombang decoupling lainnya oleh lembaga-lembaga di bawah Mu-hammadiyah, berbagai organisasi simpatisan persyarikatan tersebut, bahkan para anggota dan simpatisan secara masing-masing dan pribadi. Dalam konteks besar hubungan antarnegara, decoupling atau delinking merujuk pada strategi suatu negara untuk mengurangi ketergantungan ekonominya pada negara lain atau sistem ekonomi global. Ini bisa berarti mengurangi ketergantungan pada perdagangan, investasi, teknologi, atau bahkan sistem keuangan dari negara lain. Dalam cakupan yang lebih kecil, Muhammadiyah, lembaga di bawah dan simpatisannya, telah, tengah dan tampaknya masih akan melakukan hal tersebut.
Jadi, ini bukan semata urusan penarikan Rp 13 triliun atau Rp 15 triliun dari konon ‘hanya’ Rp 20 triliun Muhammadiyah di BSI. Bila hanya itu, benarlah kata para pakar bahwa kalaupun Muhammadiyah menarik seluruh dana mereka dari BSI, penarikan itu hanya kecil saja dibanding Dana Pihak Ketiga (DPK) BSI. Laporan keuangan BSI di akhir tahun 2023 lalu mencatat total dana pihak ketiga (DPK) mencapai Rp266,28 triliun. Jadi, angka pasti pengambilan Rp 20 triliun dari Rp266,28 triliun hanyalah 7,5 persen.
Cermati dua berita yang masih hangat berikut. Fajar.co, situs berita terkemuka di Kawasan Timur Indonesia, Jumat (21/6) lalu memuat berita bahwa seiring ditariknya dana PP Muhammadiyah dari BSI, Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar segera melakukan hal serupa. “Sikap Unismuh, sami’na wa atho’na (mendengar dan taat). Apa pun putusan PP Muhammadiyah, Unismuh taat,” kata Kepala Bagian Humas Unismuh Makassar, Hadi Saputra, Jumat (21/6). Hanya berselang hari, sebelumnya Rumah Sakit Muhammadiyah Tuban pun telah menarik saldo mereka sebesar Rp30 miliar dari BSI.
Bila Unismuh bilang “sami’na wa atho’na”, “hil yang mustahal” bila lembaga-lembaga lain di bawah Muhammadiyah akan adem ayem saja. Sementara berdasarkan penjelasan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir pada perayaan milad organisasi ke-111 di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), 18 November 2023, Muhammadiyah memiliki 172 perguruan tinggi, terdiri atas 83 universitas, 53 sekolah tinggi, dan 36 dalam bentuk lain. Juga 5.345 sekolah atau madrasah, dan 440 pesantren. Di bidang kesehatan dan sosial, Muhammadiyah memiliki 122 rumah sakit, 231 klinik, 1.012 unit amal usaha kesejahteraan sosial, seperti panti asuhan, disability center, dan senior-care center (lansia).
Oh ya, bukan hanya itu. Tidak hanya menarik dana dari BSI, Muhammadiyah bahkan meminta semua karyawan yang menggunakan BSI untuk penggajian untuk segera mengganti rekening. Di media sosial beredar unggahan dari akun X @/valisaa. Di sana ditampilkan surat edaran, berisi pengumuman penggantian rekening BSI semua karyawan. “Muhammadiyah tarik semua aset di BSI. Termasuk RS yang kerja sama dengan BSI ya stop kerjasamanya. Ya gak gajinya masih pakai rekening BSI harus ganti bank,” tulis akun tersebut.
Yang juga peluangnya tak mungkin dinafikan begitu saja, karena Muhammadiyah itu telah menjadi ‘milik’ publik, bukan mustahil anggota dan simpatisan ormas Islam lain yang memiliki garis dan “ghirah’’ serupa juga akan ikut dalam gelombang yang sama. Dan itu artinya, mungkin saja para anggota Nahdlatul Ulama, Al Irsyad Al-Islamiyah, Persatuan Islam (Persis), Al Wasliyah, Mathla’ul Anwar, Hidayatullah, Nahdlatul Wathan yang dominan di Pulau Bali, Lombok dan sekitarnya, Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), Al-Ittihad, atau pun Al Khairaat yang memiliki jaringan kuat di Indonesia timur, melakukan hak serupa.
Apakah BSI ke depan akan mengalami katastropi, alias kehancuran atau malapetaka? Ah, tak usahlah terlalu pesimistis. Kecil kemungkinan jajaran direksi dan komisaris BSI yang kompeten tidak memprediksi hal ini jauh-jauh hari, sebelum melakukan apa pun yang mungkin memicu penarikan Muhammadiyah. Jadi, semua pastinya under control. Lagi pula, seperti kita lihat di atas, DPK Muhammadiyah pun tak sampai 10 persen DPK BSI bukan?
Benar, dari sisi pendanaan BSI akan kehilangan salah satu sumber Dana Pihak Ketiga (DPK) yang cukup besar, yang sedikit banyak dapat memengaruhi likuiditas bank dan kemampuan menjaga Loan-to-Deposit Ratio (LDR) yang sehat. Tapi sekali lagi, tak mungkin para petinggi BSI luput menghitung itu.
Waktu saya iseng-iseng meminta pendapat AI yang saya langgani, GeminiAdvanced pun menjawab penarikan dana Muhammadiyah itu tidak akan menyebabkan masalah ekonomi yang signifikan bagi BSI. Alasan GeminiAdvanced, antara lain, penarikan Muhammadiyah itu tidak memiicu terjadinya bank run. Penarikan dana oleh Muhammadiyah dilakukan secara terencana dan bertahap, bukan merupakan bank run yang tiba-tiba dan masif. Hal ini memberikan waktu bagi BSI untuk menyesuaikan likuiditas dan mengelola asetnya.
Kedua, meski dana Muhammadiyah cukup besar, porsinya bukan mayoritas dari total dana pihak ketiga (DPK) BSI. BSI jugamenyatakan bahwa mereka memiliki likuiditas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nasabah, termasuk penarikan dana oleh Muhammadiyah. BSI pun memiliki akses ke berbagai sumber pendanaan lain, seperti pasar uang antarbank dan fasilitas likuiditas dari Bank Indonesia.
Memang sih, GeminiAdvanced juga memberikan catatan bahwa situasi masih berkembang dan harus terus dipantau. “Jika ada perubahan signifikan, seperti penarikan dana yang lebih besar atau lebih cepat dari perkiraan, maka dampaknya terhadap BSI bisa berbeda,”kata si AI yang lama-lama harus saya pertimbangkan karena kian ngetren ini.
Sempat pikiran ndeso saya ingin bertanya kepada GeminiAdvanced, mengapa pihak BSI bikin kelakuan yang direspons Muhammadiyah dengan penarikan dana mereka. Namun urung saya lakukan. Saya merasa mampu menjawab sendiri tanpa bantuannya. “Mungkin,”kata saya membatin. “Elit BSI perlu permainan yang menguras adrenalin. Pilihannya, ya main-main “cabut bulu hidung macan”.” [Inilah.com ]