Solilokui

Bukhara, Dekat di Hati, Jauh di Mata

Igor Troyanovski, ahli purbakala Uni Sovyet (1980) menyatakan, Bukhara dapat digolongkan kepada jajaran kota kuno terindah di kawasan timur. 

Oleh   : Usep Romli H.M.

Orang Indonesia, yang mayoritas Muslim, sudah cukup mengenal nama Bukhara. Kota kecil di Uzbekistan, Asia Tengah itu, merupakan tempat kelahiran Imam Bukhari (810 M), seorang ulama pengumpul dan penyusun hadits (ucapan Nabi Muhammad Saw) termashur.

Beliau meninggal (870 M), di Kartank, sebuah desa dekat kota Samarkand, kurang lebih 60 km sebelah timur Bukhara. Selalu banyak peziarah datang ke makam Imam Bukhari di kompleks masjid Kartank ini.

Kini Bukhara–bersama kota-kota tua di Uzbekistan, seperti Samarkand dan Kiva, serta ibukota Tashkent yang tergolong moderen, sedang ditata sebagai salah satu pusat wisata terbesar di Asia Tengah. Kekayaan sejarah masa lampau, berikut warisan-warisannya berupa istana, menara, museum, musoleum dan tugu-tugu berarsitektur indah, menjadi modal daya tarik tersendiri. 

Igor Troyanovski, ahli purbakala Uni Sovyet (1980) menyatakan, Bukhara dapat digolongkan kepada jajaran kota kuno terindah di kawasan timur.  Penuh oleh peninggalan seni bangunan yang menakjubkan, dengan usia rata-rata di atas 800-1.000 tahun, namun masih utuh terpelihara dan masih berfungsi sebagai sarana kegiatan sehari-hari, baik pendidikan, perdagangan, maupun peribadatan.

Menara Kalyan, yang merupakan bangunan tertinggi, selain untuk mengumandangkan adzan, juga sebagai menara jaga dan tempat pengamatan bintang. Dari menara Kalyan yang dibangun tahun 1127, terdapat lorong khusus yang berhubungan dengan Masjid Jami Akbar, yang dapat menampung 10 ribu jamaah, dibangun tahun 1540 oleh salah seorang raja Dinasti Samaniah. Masjid tersebut untuk melengkapi madrasah “Mir Arab”, dibangun tahun 1530, yang  terlerak di bawah menara. Di situ ribuan santri dari seluruh dunia menuntut ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum. Dari madrasah tersebut banyak dihasilkan  para ahli astronomi yang kemudian berkiprah di negara masing-masing. Madrasah “Mir Arab” merupakan satu dari 5 ribu madrasah yang tersebar di seluruh Bukhara sejak abad ke 8.

Pada masa pemerintahan komunis Uni Sovyet (1917-1989), sarana-sarana keagamaan tersebut tutup total. Banyak ulama dan santri-santrinya terbunuh ketika melakukan perlawanan terhadap agresi pasukan komunis. Sebagian ditawan dan “dikomuniskan”. Hanya saja, bangunannya tetap dipelihara sebagai situs kuno yang dilindungi negara. Juga untuk keperluan diplomatik Uni Sovyet dalam menarik simpati negara-negara Muslim. Presiden pertama RI, Sukarno, pernah berkunjung ke Bukhara. Begitu pula Presiden Mesir, Gamal Abdul Naser (1952-1970).

Setelah Uni Sovyet bubar (1989), dan Uzbekistan menjadi negara merdeka, umat Islam setempat yang terkungkung oleh sistem komunis selama 70 tahun, mulai menata kembali khasanah kekayaan warisan leluhur mereka. Madrasah dan masjid dibuka lagi. Termasuk madrasah “Mir Arab” dan Masjid Jami Akbar. Dari “Menara Kalyan” terdengar lagi kumandang adzan.

Selain “Menara Kalyan”, bangunan-bangunan bersejarah lainnya di kota Bu-khara adalah benteng kuno Ark yang mengelilingi bagian lama kota (Old Town). Ruangan-ruangan pada bekas benteng itu, sekarang digunakan untuk tempat pembuatan dan penjualan permadani khas Asia Tengah, yang sangat digemari wisatawan asing karena corak dan anyamannya yang indah.

Juga mousoleum Ismail Samani, tempat pemakaman raja-raja dan keluarga Dinasti Samani (akhir abad 9). Atau “mazar” (makam suci) Khasma Ayyub, seorang tokoh ulama sufi abad 12.      

Sedangkan bangunan-bangunan yang tergolong “muda” dibuat pada abad 19 menjelang akhir kejayaan umat Islam dan sebelum agresi komunis, antara lain Masjid Jami Dzumma (1819). Di sekitar alun-alun pusat kota, terdapat patung Ibnu Sina, filosof dan pakar kedokteran Islam termashur, kelahiran Bukhara (980-1037) yang dibangun pada masa kekuasaan Uni Sovyet.

Sayang, karena letak Bukhara yang jauh di kawasan barat laut, banyak para wisatawan yang kesulitan untuk mengunjunginya. Terutama para wisatawan yang ingin menggabungkan ibadah umroh dengan ziarah ke tempat-tempat bersejarah bernuansa Islam. Beda dengan Mesir, Turki, atau Jordania yang dapat digabung dalam program “umroh plus” karena satu arah dan mudah dicapai dari Tanah Suci Mekkah.

Berwisata ke Bukhara, mungkin hanya wisata murni saja. Transportasi udara ke kota Taskhkent juga masih agak jarang. Hanya beberapa maskapai penerbangan internasional tertentu di Asia yang memiliki route langsung ke ibukota Uzbekistan itu, dengan jadwal yang terbilang jarang juga . Sebagian besar harus terlebih dulu menuju Moskow. Baru dari sana menggunakan penerbangan domestik. [  ]

Check Also
Close
Back to top button