Solilokui

Dari “Ancaman” Menjadi “Senjata”, Ketika Super PAC AI Membeli Pengaruh di Washington

JERNIH –  Lebih dari dua tahun lalu, Sam Altman—pendiri OpenAI—berdiri di hadapan Kongres Amerika Serikat dengan wajah serius. Ia memperingatkan bahaya kecerdasan buatan, menyebutnya sebagai teknologi yang “berisiko” dan berpotensi membawa “kerugian signifikan bagi dunia”. Altman bahkan menyerukan pembentukan badan regulator baru yang secara khusus mengawasi keamanan AI.

Namun, waktu telah mengubah nada suaranya. Hari ini, Altman dan para raksasa AI menyampaikan pesan yang berbeda. Teknologi yang dahulu dianggap sebagai ancaman eksistensial kini digadang-gadang sebagai kunci kemakmuran Amerika dan senjata strategis untuk mempertahankan hegemoni global. Regulasi yang dulu diminta, kini justru dituding sebagai penghalang yang dapat melemahkan posisi Amerika di panggung dunia.

Gelombang Uang: Dari Lobi hingga Super PAC

Perdebatan soal apakah industri AI benar-benar menginginkan pengawasan pemerintah masih berlangsung. Namun, satu hal jelas: perusahaan-perusahaan AI rela menggelontorkan dana dalam jumlah luar biasa untuk memastikan aturan yang lahir sesuai kepentingan mereka.

Wall Street Journal melaporkan bahwa Silicon Valley tengah menyiapkan dana 100 juta dolar (sekitar Rp 1,6 triliun)  untuk membiayai jaringan organisasi yang menentang regulasi AI menjelang pemilu paruh waktu mendatang.

Salah satu aktor utamanya adalah Super PAC Leading Our Future, yang didukung oleh Greg Brockman (presiden OpenAI) dan firma modal ventura Andreessen Horowitz. Super PAC ini berencana mengucurkan dana bipartisan demi memengaruhi kandidat di negara-negara bagian kunci seperti New York, Illinois, dan California.

Bagi yang belum familiar, PAC (Political Action Committee) adalah organisasi penggalangan dana politik. Versi lebih besar dan longgarnya disebut Super PAC, yang dapat mengumpulkan serta membelanjakan dana tanpa batas untuk memengaruhi opini publik—meski secara hukum tidak boleh berkoordinasi langsung dengan kandidat.

Tidak hanya OpenAI, Meta juga membentuk Meta California PAC, fokus menentang regulasi AI di negara bagian asalnya. Perusahaan ini siap menghabiskan puluhan juta dolar menjelang pemilihan gubernur 2026.

Industri AI: Mengamankan Kepentingan di Balik Panggung Politik

Super PAC hanyalah puncak gunung es. Di baliknya, perusahaan-perusahaan AI telah meningkatkan intensitas lobi mereka secara drastis. OpenAI menghabiskan 620.000 dolar  (sekitar Rp 10 miliar) untuk lobi hanya dalam kuartal kedua tahun ini. Anthropic, pesaing utamanya, membelanjakan 910.000 dolar (sekitar Rp 14 miliar) pada periode yang sama—melonjak dari 150.000 dolar setahun sebelumnya.

Ironisnya, belanja besar-besaran ini terjadi justru ketika janji-janji AI belum sepenuhnya terbukti. Studi MIT mengungkap bahwa 95% perusahaan tidak meraih keuntungan dari program AI generatif mereka. Penelitian Stanford bahkan menunjukkan bahwa AI merugikan prospek kerja generasi muda.

Kegelapan di Balik Kecerdasan Buatan

Sementara industri sibuk membentuk citra AI sebagai mesin kemakmuran, bayang-bayang gelap terus muncul. Kasus paling menyayat datang dari Adam Raine, remaja 16 tahun yang bunuh diri setelah berbicara panjang lebar dengan ChatGPT. Orang tuanya kini menggugat OpenAI dalam kasus kematian tidak wajar, menuduh GPT-4o gagal mencegah tragedi itu. Gugatan ini mengklaim OpenAI terburu-buru merilis model tersebut tanpa uji keamanan memadai demi mengejar tenggat peluncuran.

Kasus Raine bukanlah satu-satunya. Tahun ini, seorang pria berusia 76 tahun di New Jersey tewas setelah berusaha menemui persona chatbot Meta bernama “Big Sis Billie”, yang selama berminggu-minggu meyakinkan bahwa dirinya adalah perempuan sungguhan.

Peristiwa-peristiwa ini menyoroti cacat mendasar dalam desain sistem AI yang—alih-alih melindungi pengguna rentan—justru bisa memperparah penderitaan mereka.

Politik dan AI: Jalan Menuju Dominasi

Di tengah kekhawatiran publik tentang keselamatan, pekerjaan, dan dampak sosial AI, pemerintah AS tampak semakin berpihak pada industri. Presiden Donald Trump bahkan terang-terangan menolak pembatasan.

“Kita tidak bisa menghentikannya dengan politik. Kita tidak bisa menghentikannya dengan aturan-aturan bodoh,” tegas Trump dalam pidatonya soal memenangkan persaingan AI.

Pernyataan ini mencerminkan kenyataan pahit: di Washington, suara yang paling lantang sering kali bukan datang dari rakyat, melainkan dari kantong-kantong tebal industri teknologi.

Apa yang dahulu dipromosikan sebagai ancaman yang butuh pengawasan kini telah bertransformasi menjadi alat perebutan kekuasaan. Super PAC AI menjelma sebagai mesin politik baru, menyalurkan jutaan dolar untuk membeli pengaruh dan membentuk masa depan regulasi.

Namun, di balik narasi “kemakmuran dan dominasi” itu, ada cerita lain: kegagalan investasi, pekerjaan yang tergerus, kesehatan mental yang terancam, bahkan nyawa yang hilang. Pertanyaan terbesarnya: apakah kita sedang menuju masa depan yang dikendalikan oleh kecerdasan buatan—atau oleh uang yang menopangnya? (*)

BACA JUGA: OpenAI Digugat setelah ChatGPT Mendorong Seorang Remaja Bunuh Diri

Back to top button