
Dengan kondisi sekarang, pendapatan Whoosh hanya mampu menutup sekitar 27–33% dari kebutuhan cicilan utang tahunan. Sisanya menjadi kerugian yang ditanggung PT KAI dan konsorsium. Berapa jumlah penumpang yang dibutuhkan?
JERNIH – “Whoosh akan melakukan renegosiasi (utang),” kata Erick Thohir kepada wartawan di kompleks Parlemen. Proyek Whoosh tampaknya tak seindah keseruannya, pembayaran hutang pun tak sekilat lajunya.
Ia menambahkan bahwa berdasarkan rencana pemerintah, KAI akan tetap mengelola sarana perkeretaapian, sementara negara bertanggung jawab atas infrastruktur seperti rel dan stasiun. Pantas lah jika Dirut KAI yang baru, Bobby Rasyidin, menyebut kereta cepat sebagai “bom waktu” potensial karena jadi beban keuangan bagi induknya, PT KAI.
Maka, boro-boro menyiapkan tahap berikutnya, kereta cepat Jakarta – Surabaya. Menteri BUMN itu bilang masalah utang harus diselesaikan sebelum pemerintah melanjutkan rencana proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya.

Awalnya, proyek kereta cepat direncanakan menelan biaya sekitar 6 miliar dolar. Namun seiring waktu, biaya membengkak menjadi 7,2–7,3 miliar dolar.Struktur pembiayaannya adalah 75% dibiayai melalui pinjaman dari China Development Bank (CDB) atau sekitar 5,48 miliar dolar. Sisanya, 25% berasal dari modal konsorsium (gabungan BUMN Indonesia melalui PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia / PSBI, dan perusahaan China) atau sekitar 1,83 miliar dolar.
Pembengkakan biaya menimbulkan kebutuhan dana tambahan. Untuk menutup cost overrun, PT KAI dilaporkan mengambil pinjaman tambahan sekitar 448 juta dolar dari CDB. Dengan demikian, total utang yang terkait keuangan proyek mendekati 5,9 miliar dolar.
Artinya, beban utang luar negeri dalam denominasi dolar ini menjadi salah satu masalah terbesar, karena kurs rupiah yang fluktuatif langsung memperbesar nilai kewajiban dalam laporan keuangan KAI maupun KCIC (konsorsium pelaksana).
JUMLAH PENUMPANG DAN PENDAPATAN 2024
Sebenarnya berapa pendapatan Whoosh?
Penumpang 2024 (laporan KCIC) sebanyak 6,06 juta penumpang sepanjang 2024. Tarif yang dipublikasikan waktu peluncuran dan dikutip media berkisar Rp250.000 – Rp350.000 per tiket (kelas/jenis tiket berbeda), sehingga kita gunakan tiga skenario untuk ilustrasi (rendah/menengah/tinggi).
Kalau rata-rata tiket Rp300.000, maka pendapatan kotor sebesar: 6.060.000 × Rp300.000 = Rp1.818.000.000.000 (sekitar Rp1,82 triliun/tahun). Atau kira-kira Rp151,5 miliar/bulan.
Sejumlah sumber berita dan analisis independen menyimpulkan pendapatan tiket Whoosh di kisaran Rp1,5 triliun/tahun (asumsi tiket rata-rata Rp250.000). Maka penghitungan asumsi di atas sesuai dengan hal ini.

Angka pendapatan tiket tersebut tidak cukup besar dibanding beban bunga tahunan ditambah pembayaran pokok ditambah biaya operasional . Sehingga Whoosh menghasilkan rugi bersih yang kemudian “menular” ke neraca PT KAI / entitas BUMN terkait.
JUMLAH PENUMPANG YANG DIBUTUHKAN
PT KAI kini berada di posisi sulit: di satu sisi harus mendukung operasional kereta cepat, di sisi lain menanggung risiko finansial yang berpotensi mengganggu kesehatan bisnis inti perkeretaapian.
Tanpa restrukturisasi utang besar-besaran, subsidi pemerintah, atau peningkatan jumlah penumpang secara signifikan, Whoosh akan terus menjadi beban berat bagi KAI.
Mari hitung berapa seharusnya jumlah penumpang agar Whoosh tak merugi?
Berikut adalah lustrasi finansial sederhana untuk menghitung berapa jumlah penumpang dan tarif rata-rata tiket yang diperlukan agar pendapatan bisa menutup cicilan utang ke China (khusus bunga + pokok minimal).

Data dasar utang
Total pinjaman KCJB (ke China Development Bank): ≈ US$5,9 miliar (US$5,48 miliar + US$0,45 miliar tambahan). Asumsi kurs: Rp16.000 / dolar. Sehingga nilai rupiah utang sebesar Rp94,4 triliun.
Asumsi tenor dan bunga
Karena data resmi perjanjian kredit detail tidak dipublikasikan, kita pakai asumsi umum pinjaman infrastruktur, misal tenor: 40 tahun.
Kemudian bunga rata-rata: 3,4% per tahun (angka yang pernah disebut untuk pinjaman CDB).
Maka bunga tahunan adalah 3,4% × Rp94,4 triliun = Rp3,21 triliun/tahun.
Pokok per tahun (jika linear 40 tahun) adalah Rp94,4 triliun ÷ 40 = Rp2,36 triliun/tahun.
Jadi total pembayaran tahunan (pokok + bunga) adalah sebesar Rp5,57 triliun.
Berapa pendapatan tiket yang dibutuhkan?
Pendapatan tiket diperoleh dari jumlah penumpang dikalikan tarif rata-rata. Bila tarif rata-rata sebesar Rp 300.000, maka untuk mencapai target pembayaran tahunan di atas dibutuhkan penumpang sebanyak 18,6 juta orang per tahun. Atau sebanyak 50.958 penumpang per hari.
Artinya, Whoosh butuh 3–4 kali lipat lebih banyak penumpang dari realisasi 2024, atau tiket jauh lebih mahal, agar bisa menutup cicilan utang.

Dalam satu rangkaian Whoosh terdiri dari 8 gerbong. Total kursi per rangkaian sebanyak 601 kursi. Maka untuk mengangkut 50.986 orang diperlukan 85 rangkaian perjalanan (trainset) per hari atau setara dengan 680 gerbong per hari. Angka tersebut dicapai jika tingkat okupansi pun mencapai 100%.
Jadi jika rata-rata load factor masih sekitar 60%, maka jumlah trainset sudah barang tentu bertambah. (*)
BACA JUGA: Ini Lho Bahaya Benang Layangan pada Kereta Cepat