SolilokuiVeritas

Dirgayuza Setiawan dan Agung Gumilar, Dua Wajah Baru di Lingkaran Istana

Penunjukan Dirgayuza dan Agung memperlihatkan arah baru dalam kepemimpinan Presiden Prabowo. Pemerintah tampaknya mulai menempatkan analisis berbasis bukti (evidence-based policy) dan komunikasi strategis sebagai fondasi utama dalam pengambilan keputusan.

JERNIH – Lingkar dekat Presiden Prabowo tak lagi hanya dikelilingi oleh pejabat tinggi negara atau penasihat politik. Prabowo Subiyanto tak enggan melibatkan sosok-sosok muda yang mampu menjembatani dunia data, kebijakan, dan komunikasi publik dengan cara yang lebih adaptif.

Penunjukan Dirgayuza Setiawan dan Agung Gumilar Saputra sebagai Asisten Khusus Presiden pada Oktober 2025 menjadi bukti hal itu. Bahwa profesionalisme dan kecakapan teknis kini menjadi nilai penting di lingkaran dalam kekuasaan.

Sosok Dirgayuza: Teknokrat Muda dari Dunia BUMN

Nama Dirgayuza Setiawan mungkin belum begitu populer di ruang publik politik, namun di kalangan profesional dan pemerintahan, ia dikenal sebagai figur muda yang cerdas dan sistematis. Lahir pada 15 Mei 1989, Dirgayuza meniti karier di dunia korporasi sebelum akhirnya masuk ke lingkaran pemerintahan.

Ia sempat menjabat sebagai Direktur Pengembangan dan Pengendalian Usaha di PT RNI (Persero) — atau yang kini dikenal sebagai ID FOOD.

Selain kiprahnya di BUMN, Dirgayuza juga aktif menulis tentang kebijakan publik, teknologi, dan komunikasi strategis. Latar belakang ini tampak menjadi alasan kuat mengapa Presiden Prabowo Subianto mempercayakannya jabatan Asisten Khusus bidang Komunikasi dan Analisa Kebijakan.

Tugas ini bukan sekadar menyusun pesan politik, tetapi juga merancang cara pemerintah menjelaskan kebijakannya secara rasional, terbuka, dan berbasis data.

Agung Gumilar: Dari Taruna Nusantara ke Quantum Computing

Sementara itu, Agung Gumilar Saputra membawa kombinasi unik antara disiplin militer, kecerdasan akademik, dan ketekunan dalam riset teknologi mutakhir. Lulusan SMA Taruna Nusantara ini mengenal Prabowo Subianto sejak 1997, ketika ia terpilih sebagai salah satu penerima beasiswa yang diinisiasi langsung oleh Prabowo.

Dari sana, jalan akademiknya terbuka luas. Agung melanjutkan studi ke Virginia Military Institute, Amerika Serikat, dan meraih gelar Bachelor of Science di bidang Civil Engineering. Karier intelektualnya berlanjut ke berbagai universitas ternama dunia; MM (Management) dari Swiss German University Indonesia (2006), MBA (Finance) dari Hochschule Konstanz, Jerman, MComm (Accounting) dari Curtin University, Australia (2016), serta Master bidang Applied Computer & Information Technology dari Oslo Metropolitan University, Norwegia.

Menariknya, dalam studi terakhirnya, Agung menulis tesis tentang Quantum Computing, bidang yang kini menjadi frontier dalam revolusi teknologi global. Saat ini, ia juga sedang menempuh program doktoral di IPDN dan SBM ITB, menandakan komitmennya terhadap pendidikan lintas disiplin.

Dengan latar belakang seperti itu, tak heran bila Prabowo mempercayakan Agung sebagai Asisten Khusus Presiden bidang Analisa Data Strategis. Dalam posisi ini, Agung diharapkan menjadi motor analisis kebijakan berbasis data — seseorang yang mampu menerjemahkan angka, tren, dan informasi kompleks menjadi strategi yang bisa dieksekusi.

Tugas Asisten Khusus: di Antara Data dan Kebijakan

Secara formal, jabatan Asisten Khusus Presiden diatur melalui Keputusan Presiden Nomor 33M Tahun 2025, namun dalam praktiknya, posisi ini lebih fleksibel dibanding jabatan struktural seperti staf khusus atau penasihat resmi. Fungsi utamanya adalah memberikan dukungan teknis dan strategis kepada Presiden dalam bidang-bidang tertentu.

Bagi Dirgayuza, itu berarti membangun ekosistem komunikasi kebijakan yang efektif — bukan sekadar menjawab kritik publik, tetapi memastikan kebijakan negara dipahami dengan konteks yang benar. Sedangkan bagi Agung, perannya lebih analitis: mengurai data ekonomi, sosial, hingga geopolitik, lalu menyajikannya dalam bentuk rekomendasi yang bisa langsung digunakan Presiden.

Jabatan asisten khusus ini tampak mengisi celah antara dua dunia: dunia teknokrat dan dunia politik. Mereka bukan juru bicara, bukan pula pejabat administratif, melainkan “operator strategis” yang bekerja di balik layar, menyiapkan bahan, data, dan analisis sebelum sebuah kebijakan diluncurkan ke publik.

Lalu, apa bedanya asisten khusus dengan staf khusus yang lebih dulu dikenal publik?

Perbedaannya terletak pada sifat dan kedalaman tugas. Staf khusus biasanya memiliki ranah kerja yang lebih luas dan bersifat koordinatif. Mereka bisa mewakili Presiden dalam pertemuan, melakukan komunikasi politik, atau mengelola isu lintas kementerian. Jabatan itu juga memiliki dasar hukum yang lebih mapan, seperti yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2012 dan diperbarui dalam Perpres Nomor 137 Tahun 2024.

Sedangkan asisten khusus bekerja di ruang yang lebih teknis, spesifik, dan mendalam. Mereka bukan penghubung politik, melainkan penyedia data dan solusi kebijakan. Bila staf khusus adalah “tangan luar” Presiden yang berinteraksi dengan publik, maka asisten khusus adalah “tangan dalam” yang memegang peta strategi di balik pintu tertutup.(*)

BACA JUGA: Staf Khusus Presiden: Tingkat Kemiskinan Turun

Back to top button