
Sementara itu, birokrasi tak hadir sebagai pengayom etos kerja, melainkan kerap jadi penghambat. Alih-alih menumbuhkan, kebijakan negara sering melumpuhkan. Seperti diingatkan Wertheim, arah kebijakan adalah cermin jiwa kekuasaan—bila yang ditanam kesewenangan, maka yang tumbuh kemandekan.
Oleh : Yudi Latif
JERNIH–“Berangkatlah, niscaya engkau akan mendapatkan ganti untuk semua yang engkau tinggalkan. Bersusah payahlah, sebab kenikmatan hidup direngkuh dalam kerja keras. Ketika air mengalir, ia akan menjadi jernih, dan ketika berhenti ia akan menjadi keruh…” Begitu petuah Imam Syafi’i mengalir, jernih seperti air yang bergerak, menyapa jiwa yang beku agar kembali hidup.
Etos kerja bukan sekadar istilah, melainkan napas jiwa yang menuntun manusia dalam memaknai hidup. Ia menentukan apakah kerja hanya jadi beban, atau justru jadi jalan untuk menemukan makna, martabat, dan pengabdian. Di dalam etos, kerja tak lagi soal perut, tapi soal jiwa yang ingin membekas di kanvas sejarah.
Namun, di negeri yang fasih berdoa ini, kenapa ladang produktivitas kering, etika sosial lemah, dan korupsi menjamur? Apakah doa kita telah terpisah dari tindakan? Apakah ibadah hanya menundukkan tubuh tanpa menyentuh cara hidup?
Etos kerja lahir dari ruhani yang menyala, tapi juga perlu ekosistem yang menopang. Clifford Geertz mencatat, kaum santri punya etos kuat, tapi sering tersandung lemahnya organisasi. Punya semangat, tapi tanpa struktur; punya arah, tapi tanpa kendaraan.
James Siegel melihat, organisasi usaha pun rapuh. Solidaritas kekaryaan, yang seharusnya jadi simpul kekuatan, justru terpisah-pisah seperti butiran embun yang tak sempat menjadi sungai.
Sementara itu, birokrasi tak hadir sebagai pengayom, melainkan kerap jadi penghambat. Alih-alih menumbuhkan, kebijakan negara sering melumpuhkan. Seperti diingatkan Wertheim, arah kebijakan adalah cermin jiwa kekuasaan—bila yang ditanam kesewenangan, maka yang tumbuh kemandekan.
Belajarlah dari air yang terus mengalir, dari panah yang berani melesat, dari emas yang rela ditempa. Sebab kerja bukan sekadar aktivitas, tapi nyala harga diri—tanda bahwa hidup ini ingin meninggalkan jejak. []