HUT Ke-78 TNI: Antara Modernisasi Persenjataan, Kesejahteraan dan Revisi Doktrin Pertahanan
Sejak 2015 belum ada revisi “Buku Putih Pertahanan Nasional”, padahal dokumen strategis ini penting bagi landasan pengembangan doktrin pertahanan dan organisasi. Sementara, upaya revisi doktrin pertahanan dan resktrukturisasi dalam organisasi TNI tidak mengalami kemajuan atau mandek selama 20 tahun terakhir
Oleh : Beni Sukadis*
JERNIH– Pada tanggal 5 Oktober 2023, angkatan bersenjata Indonesia yang sering disebut Tentara Nasional Indonesia (TNI) akan merayakan hari jadinya yang ke-78. Dalam HUT TNI kali ini tidak dapat dibantah masih ada berbagai isu dan masalah penting terkait dengan kebutuhan modernisasi persenjataan, peningkatan kesejahteraan prajurit, pembinaan organisasi dan lainnya. Dalam suasana persaingan geopolitik yang semakin panas dan berbagai ancaman non tradisional lain, peran TNI sebagai garda terdepan pertahanan negara dan menjaga kedaulatan teritorial menjadi semakin krusial.
Sesungguhnya kebutuhan melakukan modernisasi Alutsista TNI dihadapi dengan keterbatasan anggaran negara (APBN) yakni hanya mampu memenuhi alokasi untuk pengadaan alutsista sekitar Rp 2 hingga Rp 4 triliun per tahun. Sebagai ilustrasi tahun 2023 anggaran pertahanan mencapai sekitar Rp 134 triliun, tapi sebesar 40 persen merupakan belanja personel. Memang anggaran pertahanan Indonesia telah mengalami peningkatan secara nominal yakni lebih dari 100 persen selama lima belas tahun terakhir. Di lain pihak, data Kemhan tahun 2021 menunjukkan bahwa lebih dari 60 persen dari Alutsista yang dimiliki oleh TNI berusia tua, sehingga memerlukan pembaruan mendesak.
Dalam mengelola anggaran pertahanan, juga perlu diperhatikan bahwa proses right sizing dalam jumlah personel TNI harus dijalankan secara konsekuen dan bertahap. Hal ini merupakan langkah penting untuk memastikan bahwa angkatan bersenjata memiliki personel yang sesuai dengan kebutuhan aktualnya. Proses right sizing melibatkan peninjauan dan penyesuaian jumlah personel, struktur organisasi, dan kompetensi yang dibutuhkan oleh TNI.
Proses ini juga mempertimbangkan tingkat kemajuan informatika, teknologi dan peralatan militer yang semakin canggih, yang dapat menggantikan beberapa peran yang sebelumnya dilakukan oleh personel. Dengan melakukan penyesuaian yang tepat, TNI dapat menghindari kelebihan atau kekurangan personel dalam menjalankan tugas-tugasnya.
Langkah ini akan mendukung efisiensi dan efektivitas TNI dalam melaksanakan tugas-tugasnya, sambil tetap memastikan bahwa kebijakan anggaran pertahanan dapat diarahkan dengan baik untuk memenuhi kebutuhan strategis negara. Dengan cara ini, Indonesia akan dapat memastikan bahwa pertahanan negara siap dan mampu merespons dengan efektif terhadap tantangan strategis dan ancaman yang muncul, bahkan dalam situasi anggaran yang terbatas.
Persoalan kesejahteraan prajurit tetap menjadi masalah klasik yang belum berhasil dipecahkan sepenuhnya oleh TNI, meskipun telah diterapkan remunerasi tambahan. Kondisi ini mengindikasikan bahwa masih diperlukan upaya lebih lanjut dalam meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan para prajurit. Selain itu, persoalan promosi dan kenaikan pangkat yang belum sepenuhnya mencerminkan profesionalisme TNI juga merupakan tantangan tersendiri yang perlu diatasi agar militer Indonesia dapat menjalankan tugasnya secara optimal.
Di samping itu, peran diplomasi dan kerja sama internasional juga penting dalam memperoleh akses ke teknologi dan persenjataan yang dibutuhkan, serta latihan militer bersama seperti Super Garuda Shield 2023 yang baru diadakan dengan AS dan negara lain. Melalui kerja sama yang baik dengan negara-negara mitra, Indonesia dapat memperoleh keuntungan dalam teknologi militer yang mendukung modernisasi persenjataan. Tentu saja kegiatan latihan bersama antara militer negara sahabat menjadi faktor penting dalam peningkatan kapasitas (capacity building) militer Indonesia dan perlu dilakukan secara rutin.
Seiring dengan itu, perlu juga melakukan evaluasi mendalam terhadap kebutuhan pertahanan nasional melalui perencanaan pengadaan Alutsista yang sesuai dengan prioritas strategis jangka panjang (MEF). Secara normatif pemerintah perlu memastikan pengelolaan anggaran pertahanan yang efisien untuk memaksimalkan hasil dari investasi pengadaan alutsista tersebut.
Di sisi lain, dokumen strategis, doktrin militer dan organisasi juga harus disesuaikan dengan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki puluhan ribuan pulau. Sejak 2015 belum ada revisi “Buku Putih Pertahanan Nasional”, padahal dokumen strategis ini penting bagi landasan pengembangan doktrin pertahanan dan organisasi. Sementara, upaya revisi doktrin pertahanan dan resktrukturisasi dalam organisasi TNI tidak mengalami kemajuan atau mandek selama 20 tahun terakhir ini. Diharapkan doktrin ini akan menjadi landasan pengembangan strategi militer yang lebih gesit dan adaptable dalam menghadapi ancaman dari berbagai bentuk dan sekaligus mampu menjaga kedaulatan di wilayah laut dan udara.
Sebagai contoh, struktur Komando Teritorial (Koter) Angkatan Darat setingkat Komando distrik militer (Kodim) dan komando rayon militer (koramil) sebenarnya tidak memiliki fungsi pertahanan karena fungsinya adalah fungsi intelijen atau pembinaan teritorial (lihat: Lesperssi, 2006). Sejatinya bentuk koter adalah warisan perang gerilya melawan Belanda saat perang kemerdekaan 1940an. Justru keberadaan koter di Pulau Jawa dan kota-kota besar memboroskan anggaran pertahanan karena secara fungsional menganggur (idle), karena sejak reformasi penanganan keamanan dalam negeri beralih menjadi tanggung jawab Polri.
Di lain sisi yaitu kelengkapan Alutsista yang dimiliki TNI masih belum sesuai dengan tantangan dan ancaman yang ada. Faktor-faktor seperti usia peralatan yang sudah tua (sekitar 60 persen), kualitas yang perlu ditingkatkan, kuantitas platform tempur yang masih kurang, serta belum optimalnya interoperabilitas antar matra angkatan, merupakan aspek yang harus diperbaiki oleh TNI untuk menghadapi tantangan masa depan. Sebaiknya pembelian alutsista diprioritaskan yang baru dan bukan persenjataan bekas pakai dari negara lain. Karena resiko alutsista bekas pakai akan jadi masalah di masa depan dan juga berpengaruh bagi anggaran terutama dalam aspek pemeliharaan dan perawatan, karena life cycle yang pendek.
Akhir kata, menjelang hari ulang jadi ke-78, TNI sebenarnya memiliki tugas yang sangat krusial dalam menjaga kedaulatan dan pertahanan negara. Modernisasi persenjataan yang tepat, peningkatan kesejahteraan prajurit, dan proses right sizing personel adalah tiga komponen kunci dalam memastikan bahwa TNI terus menjadi kekuatan pertahanan yang kuat dan responsif di tengah dinamika dunia yang kompleks saat ini. [ ]
Beni Sukadis adalah Konsultan Pertahanan dan Keamanan Nasional di MARAPI.