Jejaring Lemah itu Kuat
Granovetter membagi ikatan pertemanan menjadi tiga tingkat: kuat, lemah, dan kosong. Kuat-lemahnya pertemanan diukur dari banyaknya waktu yang dipakai dalam berinteraksi, keterlibatan emosi antarpihak, juga pelayanan timbal-balik. Di dunia politik, kita sering mendengar istilah lingkaran dalam (inner circle) dan lingkaran luar (outer circle).
Oleh : Agus Kurniawan
JERNIH– Beberapa hari lalu seseorang — yang profesinya sebagai programer lepas — mengirim pesan WA. Dia teman saya. Sekalipun tinggal sekota, tetapi sejak pandemi kami tak pernah saling kontak.
Teman saya curhat betapa pandemi membuat peluang proyeknya ludes. “Sudah setahun sepi, Mas,” katanya. Sebagai mantan “tukang mroyek“, saya sangat memahami kerisauannya. Satu tahun tentu waktu yang panjang. Saya mendengarkan keluhannya dengan masygul. Dan pasca-ngerumpi itu, saya kepikiran terus.
Sampai dua hari berselang saya belum bisa membantu mencarikan solusi apa pun terhadap masalah dia. Pada situasi pandemi begini mencari peluang proyek tentu sulit. Tetapi sesuatu yang ajaib tiba-tiba terjadi: tanpa saya duga seorang teman alumni SMA sekaligus alumni kampus me-WA saya. Benar-benar tepat dua hari!
Dia sedang mencari programer lepas — teman alumni itu memang tahu kalau dulu saya pernah mengelola perusahaan IT. Masya Allah! Eureka! Suatu koinsiden yang ajaib! Padahal sudah bertahun-tahun teman alumni ini tak pernah berinteraksi dengan saya. Rasanya sudah lebih dari lima tahun.
Terima kasih kepada Mas Putut Widjanarko yang telah menunjukkan artikel yang bisa menjadi sisik-melik tentang bagaimana fenomena seperti ini dijelaskan. Ini tentang Mark S. Granovetter, seorang sosiolog Universitas Johns Hopkins — kemudian pindah ke Stanford. Dia menegaskan bahwa jejaring pertemanan yang lemah itu sesungguhnya sangat kuat, melebihi yang kita duga.
Artikel Granovetter berjudul “Strength of The Week Ties“, dimuat di American Journal of Sociology pada tahun 1973. Mengapa pendapat Granovetter menjadi perhatian — hingga dikutip lebih dari 50 ribu publikasi? Itu karena dia meneorikan sesuatu yang tidak diperhatikan orang.
Granovetter membagi ikatan pertemanan menjadi tiga tingkat: kuat, lemah, dan kosong. Kuat-lemahnya pertemanan diukur dari banyaknya waktu yang dipakai dalam berinteraksi, keterlibatan emosi antarpihak, juga pelayanan timbal-balik. Di dunia politik, kita sering mendengar istilah lingkaran dalam (inner circle) dan lingkaran luar (outer circle).
Sudah lazim orang beranggapan bahwa pertemanan yang kuat akan memberikan keuntungan tertinggi. Sementara pertemanan yang lemah dianggap nilainya tidak signifikan. Itu keliru, menurut Granovetter. Pertemanan yang lemah secara misterius membentuk jejaring yang sangat kuat di dalam lingkaran yang lebih besar.
Seperti dalam cerita saya di atas, baik saya, teman programer, maupun teman alumni tidak menjalin pertemanan yang intensif. Bahkan kami sudah tidak berinteraksi dalam waktu yang lama. Tetapi dalam suatu cara, qadratullah, sesuatu yang bernilai telah dipetik dari ikatan itu.
Ini meneguhkan suatu hadits,”Siapa yang ingin dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah dia menyambung tali silaturahmi.” (HR. Bukhari dan Muslim). [ ]