Solilokui

Karya Unggulan

Setiap buku adalah anak rohani penulisnya. Dan semua anak sama istimewanya dengan segala kekhasannya masing-masing.

Oleh  : Yudi Latif

JERNIH– Saya sering mendapat pertanyaan: dari sekian buku yang telah diterbitkan, buku mana yang bisa dikatakan sebagai karya terbesar (magnum opus)?

Jawabannya sulit. Setiap buku adalah anak rohani penulisnya. Dan semua anak sama istimewanya dengan segala kekhasannya masing-masing.

Yudi Latif

Kendati demikian, jika menyangkut karya akademik yang solid, ada satu buku yang cukup menonjol. Buku tersebut berjudul “Inteligensia Muslim dan Kuasa: Genealogi Inteligensia Muslim Indonesia Abad ke-20“ (Mizan-Bandung, 2006). Edisi Inggris-nya berjudul, “Indonesian Muslim Intelligentsia and Power” (ISEAS-Singapore, 2008).

Bermula sebagai disertasi doktoral, buku ini ditulis melalui riset yang serius, dengan referensi teoritis yang ekstensif, argumen ketat, pendekatan sintetis, serta penulisan yang sistematik dan koheren.

Buku ini telah menuai apresiasi dari banyak pemerhati. Dikutip secara ekstensif antara lain dalam buku karya Carool Kersten, “Islam in Indonesia: The Contest for Society, Ideas and Values “ (2014). Jika pembaca masuk ke google’s goodreads, di sana akan kita jumpai berbagai komentar positif.

Contohnya dari Dan Carkner: “(read it in English) One of the best historical/theoretical works on Indonesian Muslim intellectuals in my opinion. Latif’s goes into a lot more detail than most other historians I have seen and manages to give respect to many schools of thought within the movement(s). Would recommend as a primer on this topic that updates Deliar Noer’s classic work Modernist Muslim Movement in Indonesia.”

Buku ini menjadi pembuka jalan bagi karya-karya saya selanjutnya, dan dibincangkan di banyak komunitas epistemik. Juga mengilhami kelahiran banyak karya ilmiah dalam topik dan pendekatan teoritis sejenis.

Saya pernah menampilkan setidaknya ada tiga wakil pembaca serius buku tersebut di Instagram. Pertama, Pdt. Martin Sinaga, Ph.D, seorang pemikir Kristen yang pernah meresensi buku tersebut secara bermutu di harian Kompas. Kedua, Kartika Nur Rakhman, @rakhman.knr (Ketua Umum PP KAMMI, 2015-2017), seorang pembaca fasih sekaligus pembahas buku tersebut di berbagai kesempatan. Ketiga, Idi Subandy Ibrahim, seorang kolega yang telah lama berkontribusi dalam berbagai publikasi. [Instagram]

Back to top button