Korupsi Tak Habis-Habis Hingga Semua ‘Ledis’
Cuma dua tali sandal ! Tapi karena diperoleh secara korup, menjadi bagian dari api neraka. Menjadi bahan bakar siksaan yang harus dideritanya kelak di akhirat.
Oleh : Usep Romli HM*
Korupsi tak habis-habis. Terus berlanjut, sejak awal era proklamasi, hingga puncak zaman millennial.. Dalam berbagai cara dan bentuk. Termasuk merampok dan suap sogok. Semua merugikan keuangan negara. Merugikan rakyat sebagai pemilik sah republik ini.
Kasus korupsi paling mutakhir dilakukan seorang komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pelaku, yang seharusnya menjadi penegak keadilan dalam pesta demokrasi, malah berpihak kepada seseorang yang menyuapnya Rp 400 juta. Sehingga terkena OTT KPK. Hampir bersamaan, terkena OTT KPK pula Bupati Sidoardjo yang seharusnya menjadi pelindung rakyatnya, tapi malah kongkalingkong dengan penyedia jasa proyek pembangunan.
Bahkan pada masa gawat Corona, saat ini, masih terdengar kabar tak sedap. Penyaluran bantuan tak tepat sasaran atau pengurangan jumlah dan kualitas, dll. Alhasil, jangankan bertobat, kelakuan jahat malah makin kumat.
Memang, jika ditelusuri lebih jauh, perbuatan korup, alias korupsi berikut segala cabangnya, seperti manipulasi, mark-up, mengurangi ukuran bestek, sudah pernah terjadi sejak zaman Nabi. Baik zaman Nabi Muhammad Saw, maupun zaman Nabi-Nabi sebelumnya.
Dengan demikian, korupsi merupakan produk amat kuno. Salah sekali, jika ada yang beranggapan, korupsi termasuk hal moderen, sesuai “trend” mutaakhir. Para Nabi telah hidup ribuan tahun lampau. Maka segala sesuatu kejahatan dan keburukan yang berlangsung pada waktu itu, walaupun terus belangsung hingga masa kini, adalah kuno, terbelakang, jahiliyyah (bodoh) dan lain-lain yang serba negatif. Sedangkan upaya para Nabi memupus kondisi tersebut, melarang dan menghukumnya, sekaligus memperngatkan para pelakunya untuk tidak terjerumus ke sana, itulah yang moderen. Yang “up to date”. Sesuai tuntutan norma dan etika manusia berakhlak, beradab, berpengetahuan dan menghargai kebersihan hidup lahir batin .
Contoh korupsi pada zaman Nabi Muhammad Saw, terdapat dalam tuturan (hadis). Sebuah hadis sahih riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim, yang dikutip Syekh Syamsuddin Utsman adz Dzahabi, dalam kitab “Al Kaba-ir” sebagai berikut : “Pada waktu perang Khaibar (th.9 H), Rasulullah Saw, pergi bersama Abu Hurairah beserta beberapa sahabat lain. Ditemani seorang pelayan membawa “ghanimah” (barang rampasan) berupa bahan makanan dan pakaian. Ketika sedang istirahat, tiba-tiba pelayan itu terkena anak panah musuh. Sehingga langsung tewas di tempat. Para sahabat bergumam, merasa gembira atas predikat mati syahid yang diraih pelayan tersebut. Rasulullah Saw menggelengkan kepala, sambil mengatakan, pelayan itu telah diam-diam mengambil sebuah kantong sebelum ghanimah dibagikan kepada semua yang berhak menerima. Ketika diperiksa ternyata isi kantong itu hanya dua buah tali sandal. Dengan tegas Rasulullah menyatakan : “Satu atau dua tali sandal itu merupakan bagian dari api neraka” (Syirakun awu syirakani min narin).
Cuma dua tali sandal ! Tapi karena diperoleh secara korup, menjadi bagian dari api neraka. Menjadi bahan bakar siksaan yang harus dideritanya kelak di akhirat.
Pada perang Khaibar itu pula, seseorang melakukan korupsi batu marjan senilai dua dirham (sekitar Rp 30 ribu). Rasulullah Saw menolak menyalatkan jenazahnya (hadis sahih riwayat Abu Dawud).
Ditegaskan oleh Rasulullah Saw, bahwa Allah SWT tidak menerima shalat tanpa wudlu, dan bukan shadaqah jika hartanya diperoleh melalui korupsi Imam Muslim). Beliau juga bersumpah : “Demi Allah, jika di antara kalian mengambil sesuatu tanpa hak, maka pada hari kiamat dia menghadap Allah sambil memikul barang-barang yang dahulu diambilnya.” (Hadis sahih riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Pada zaman Nabi Syu’aib Alaihissalam (kurang lebih 1.500 tahun sebelum Masehi), perilaku korup amat merajalela di kalangan bangsa Madyan. Mereka adalah para pedagang ulung, para peniaga lihai, dan para saudagar yang menguasi jaringan produksi, konsumsi dan ekonomi makro dan mikro. Sehingga mereka kaya-raya, hidup bergelimang kemewahan, dilimpahi segala keuntungan yang terus mengalir setiap hari.
Kisah bangsa Madyan tercantum dalam Al Quran, S.al A’raf : 85-93, S.Hud 84-95, dan S.al Ankabut : 36-37.
Menurut tafsir ‘Al Manar’ karya Muhammad Abduh susunan Syekh Muhammad Rasyid Ridla, kesuksesan bangsa Madyan dalam dunia perdagangan, tidak disertai kejujuran. Mereka suka berlaku curang dalam urusan jual-beli. Mereka sengaja menyukat (memalsu) timbangan dan ukuran. Jika membeli, timbangan dan ukuran diperkecil. Sehingga barang yang diterima, lebih banyak dari semestinya. Jika menjual, timbangan dan ukuran diperbesar, agar barang yang dikeluarkan lebih kecil lagi. Dan yang melakukannya, bukan para pedagang eceran tingkat kecil. Melainkan para saudagar kelas kakap di tingkat produsen dan distributor. Sehingga tampak sengaja dan terencana masif dalam mengambil hak-hak orang lain . Bukan karena terpaksa.
Padahal seharusnya mereka bersyukur telah mendapat kelapangan berusaha serta mendapat keuntungan berlipatganda. Syukur atas ni’mat Allah SWT tersebut, tentu harus berbentuk kebaikan kepada sesama manusia. Ini malah merampas hak-hak orang lain dengan mempermainkan timbangan dan takaran itu.
Kepada mereka, Allah SWT mengutus Nabi Syu’aib untuk menjelaskan hukum-hukum yang berkaitan dengan kejujuran dalam berjual-beli. Sekaligus menjelaskan ancaman serta akibat yang akan ditanggung jika hal tersebut terus dilakukan. Intisari seruan (dakwah) Nabi Syua’ib, adalah, harta yang diperoleh secara halal dan bersih, akan baik, kekal dan penuh berkah. Mendatangkan kebahagiaan dan ketenteraman kepada pemiliknya. Sebaliknya, harta yang diperoleh secara tidak halal, melalui tipu menipu, korupsi, penggelembungan dlsb., akan mendatangkan kesengsaraan lahir batin jiwa raga semua pelaku dan pemiliknya.
Namun bangsa Madyan menolak semua keterangan Nabi Syu’aib. Mereka menganggap Nabi Syu’aib melanggar hak asasi manusia, memasung kemerdekaan berpikir dan bertindak warga masyarakat yang berhasil menggunakan kepandaian dan kecerdasan dalam memajukan perekonomian bangsa. Terlepas dari soal korupsi, manipulasi dan lain-lain, yang merupakan taktik strategi untuk meraih kesuksesan.
Akibat pembangkangan itu, Allah SWT menimpakan azab kepada bangsa Madyan berupa hujan badai penuh ledakan petir, dan gempa bumi yang merontokkan semua manusia dan benda yang ada di permukaannya. Sejak itu, bangsa Madyan termasuk dalam kelompok bangsa yang musnah (al baidah), namun tak mustahil adat perilakunya terus mengalir dari generasi ke generasi hingga kini.
Begitulah fakta dan data sejarah berdasarkan ayat-ayat kitab suci dan ucapan serta tindakan para Nabi, dalam hal ini Nabi Muhammad Saw. Korupsi telah ada pada zaman Nabi Saw, walaupun hanya sekedar tali sandal, dengan ancaman siksaan yang amat mengerikan.
Dapat dibayangkan, siksaan apa yang akan didapat para koruptor yang mengembat uang rakyat senilai miliaran atau triliunan. [ ]
*Wartawan Senior