Manakala Kualitas Udara Jakarta Jadi yang Terburuk di Dunia
Polusi udara yang tinggi di Jakarta telah menyebabkan kematian sebanyak 3.700 jiwa dan potensi kerugiannya mencapai 960 juta dolar AS atau sekitar Rp 14 triliun (IQAir : World Air Quality Report 2021).
Oleh : Bambang Sutrisno*
JERNIH– Dua hari lalu, polusi udara di Jakarta mencapai rekor terburuk di dunia. Data ranking kualitas udara kota-kota di dunia dapat dilihat dari situs IQAir. AQI atau indeks kualitas udara Jakarta berada pada angka 156 alias tidak sehat. Polutan utama yang merusak kualitas udara di Jakarta adalah PM2.5. Konsentrasi PS2.5 di udara Jakarta 1300 persen di atas kualitas udara yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Hal itu diakui Pemerintah DKI Jakarta melalui situs Jakarta Kini (JAKI). Indeks pencemaran udara yang dihimpun dari situs ini menunjukkan angka-angka sebagai berikut :
Jakarta Utara 101 atau tidak sehat
Jakarta Timur 148 atau tidak sehat
Jakarta Pusat 102 atau tidak sehat
Jakarta Barat 115 atau tidak sehat, dan
Jakarta Selatan 106 atau tidak sehat.
Pemprov DKI telah membagi 5 kategori kualitas udara dengan standar 0-50 kategori baik, 51-100 kategori sedang, 101 – 200 kategori tidak sehat, 201-300 kategori sangat tidak sehat, dan di atas 300 kategori berbahaya. Bondan Andriyanu (2022) menyebutkan, ada delapan penyebab polusi udara di Jakarta yakni :
- Asap knalpot kendaraan bermotor
- Aerosol sekunder
- Pembakaran batu bara
- Aktivitas konstruksi
- Pembakaran terbuka biomassa dan bahan bakar
- Debu jalan beraspal
- Partikel tanah tersuspensi
- Garam laut.
Polusi udara yang tinggi di Jakarta telah menyebabkan kematian sebanyak 3.700 jiwa dan potensi kerugiannya mencapai 960 juta dolar AS atau sekitar Rp 14 triliun (IQAir : World Air Quality Report 2021). Hal itu tentu saja tidak dapat dijadikan keprihatinan semata, namun harus diubah dengan kebijakan yang jelas, road map dan milestones yang harus dicapai, dan program yang nyata di lapangan.
Kerugian sosial
Langkah-langkah yang jelas tersebut harus dilakukan segera agar kualitas udara Jakarta tidak semakin buruk, penyebab meningkatnya kerugian sosial yang harus ditanggung masyarakat dalam jangka panjang. Kerugian sosial tersebut dapat berupa meningkatnya biaya pemeliharaan kesehatan akibat kualitas udara yang buruk. Dapat pula dapat berupa menurunkan kualitas usia pakai alat-alat dan perangkat yang akan meningkatkan biaya depresiasi peralatan tersebut.
Belum lagi citra sebagai kota yang dipenuhi asap polusi jelas akan berpengaruh terhadap kunjungan ke Jakarta. Wisatawan maupun pelancong bisnis akan menjauhi Jakarta karena polusi. Citra Jakarta di mata dunia tentu akan menurun dan sulit buat memulihkan kondisi ini apabila citra kota penuh polusi itu telah tertanam di benak masyarakat dunia.
Asap knalpot kendaraan bermotor adalah penyebab utama polusi udara di Jakarta. Polusi yang berasal dari kendaraan ini menyumbang 42-57 persen dari seluruh polusi udara ibukota. Langkah awal yang jelas untuk menjawab masalah ini dalam jangka pendek adalah melakukan penilaian (assestment) terhadap ambang batas emisi kendaraan yang beroperasi di Jakarta. Assestment ini harus dilakukan dan sekaligus dilakukan edukasi kepada pemilik kendaraan untuk memenuhi ambang batas emisi yang telah ditetapkan.
Uji emisi
Pemerintah DKI Jakarta telah menerbitkan Pergub No. 66 Tahun 2020 tentang Uji Emisi dan Perawatan Kendaraan bermotor di DKI Jakarta. Kewajiban uji emisi ini mestinya telah diterapkan dan berlaku ketentuan tilang sejak 13 November 2021. Namun tampaknya hal ini belum diterapkan hingga saat ini. Penegakan hukum dan edukasi publik terhadap hal ini harus dilakukan segera.
Sejalan dengan hal tersebut, proses transisi penggunaan kendaraan listrik seharusnya sudah mulai dilakukan. Penggunaan kendaraan listrik akan banyak membantu menurunkan kadar emisi kendaraan bermotor. Transisi kepada kendaraan listrik dapat dilakukan dengan menerbitkan peraturan pembatasan kepada kendaraan dengan bahan bakar konvensional serta memberikan insentif bagi kendaraan listrik.
Pembatasan terhadap kendaraan dengan bahan bakar konvensional dilakukan dengan menaikkan pajak kendaraan bermotor yang berlalu lalang di jalan-jalan ibukota. Sejalan dengan itu, diberikan insentif kepada pemilik kendaraan listrik yang jumlahnya signifikan sehingga mendorong peralihan moda kendaraan bagi masyarakat Jakarta.
Proses peralihan ini tentunya akan makan waktu yang cukup lama untuk dapat menghasilkan perubahan yang signifikan. Namun tanpa ada awal yang baik, kebijakan tersebut akan semakin sulit jika tidak dirancang dalam waktu yang cukup optimal untuk mempersiapkan industri dan kesiapan masyarakat. [ ]
*Pemerhati lingkungan, warga Jakarta