Mereka yang Mendapatkan Keteduhan di Panas Akhirat
Pemimpin adil adalah salah satu dari empat tiang penegak dunia hingga kokoh kuat, bersama ilmu para cerdik cendekia (al ilmul ulama), kemurahan tangan orang kaya raya (as sakhawatul aghniya) dan du’a kaum fakir miskin (ad du’aul fuqara).
Oleh : H.Usep Romli H.M.
Gonjang-ganjing virus Corona Covid-19, yang menyerang ratusan negara di dunia, tak berarti pa-apa, dibanding gonjang-ganjing alam semesta menjelang saat kehancuran (kiamat). Langit belum diruntuhkan, laut belum dididihkan. Gunung-gunung belum diratakan, dan manusia berhamburan bagai bulu diterbangkan angin (Q.s.At Takwir).
Sekarang baru ada pembatasan wilayah, karantina terbatas, tinggal di rumah, dan aturan-aturan lain untuk mencegah penyebaran virus. Manusia masih berkesem patan mengatur diri masing-masing. Masih berkesempatan berbuat baik, tolong menoling satu sama lain. Juga masih berkesempatan berdusta, bertindak culas, mencari peluang memperkaya diri pribadi, rezim dan oligarkinya, sambil berjudi dengan keganasan virus yang diupayakan dilawan sedemikian rupa.
Tidak demikian kelak, jika sudah tiba ketentuan akhir dari Allah SWT, untuk menutup lakon hidup dan kehidupan mahlukNya di dunia. Sebagaimana dilukiskan Ibnu Katsir (abad 12 H.), dalam kitabnya “An Nihayah wal Fitan fil Malahim”. Setelah beres penghancuran jagat raya beserta isinya, manusia dikarantina di suatu tempat. Disuruh “stay at home” dalam pembatasan komunikasi dan interaksi maha global.
Kemudian, semua tanpa kecuali digiring ke alam mahsyar, untuk menuju Mahkamah Allah SWT. Kondisi alam lingkungan luar biasa mengerikan. Matahari hanya sejengkal di atas ubun-ubun. Tanah mengeluarkan kepulan api. Semua berkeluh-kesah. Menjerit. Berteriak. Tak ada pertolongan apapun, karena hukum dunia tak berlaku lagi. Juga tak ada penolong apapun, sebab setiap manusia hanya menggantungkan nasibnya kepada amal perbuatan masing-masing yang belum tentu bagaimana nilainya kelak.
Tapi ada beberapa jenis manusia yang dikecualikan. Mereka tampak tenang dan senang. Berada di tempat teduh, sejuk dan nikmat. Tak terusik hiruk pikuk, hingar bingar, kacau balau manusia yang berenang di lautan keringat, dengan wajah pucat pasi menghadapi ketidakpastian menghadapi sidang pengadilan yang betul-betul Maha Adil. Yang hakim,jaksa dan saksi-saksinya tidak dapat disuap disogok direkayasa apa pun.
Mereka yang mendapat perlindungan Allah SWT, pada hari tanpa perlindungan tersebut, adalah tujuh jenis manusia itu (sab’atun yudilluhumullahu fi dlillihi yauma la dlilla illa dlilluhu). Terdiri dari para pemimpin yang adil (al imamun adilun), anak muda yang menempuh hidup dalam keta’atan kepada Allah SWT (asy syabbun nasya-a fi ibadati Robbihi), orang yang hatinya selalu tertambat ke masjid (rojulun qolbuhum mu’allaqun fil masajid), dua orang yang saling kasih mengasihi karena Allah sehingga ketika berkumpul dan berpisah karena Allah pula (rajulani tahabbalahij tama’a alaihi wa tafarraqa alaihi), seorang yang semakin kuat imannya ketika digoda dirayu untuk berbuat maksiat oleh lawan jenis yang molek, kaya raya dan bermartabat tinggi dengan mengatakan “saya takut oleh Allah” (rajulun thalabathum ra-atun dzatu manshibin wa jamalin faqala “inni akhafullaha”), orang yang memberi sadaqah sembunyi-sembunyi sehingga tangan kirinya sendiri tidak tahu apa yang diberikan tangan kanannya (rajulun tushaddaqa fa ahfa hatta la ta’lam simaluhu ma tunfiqu yaminuhu) dan orang yang berlinang air mata sambil menyendiri di tempat sunyi sepi karena mengingat Allah (rajulun dzakarallaha khaliyan fafadlat a’inahu).
Itulah disabdakan Nabi Muhammad Rasulullah Saw, sebagaimana diriwayatkan Imam Bukhari. Itulah tujuh orang yang mendapat perlindungan dari Allah SWT pada hari tanpa perlindungan apa-apa (yauma la dlilla) kecuali perlindunganNya (illa dlilluhu).
Pemimpin yang adil mendapat prioritas utama dinaungi agar terhindar dari siksa alam mahsyar tatkala manusia tidak dapat berbuat apa-apa, kecuali berpasrah diri kepada nasiba masing-masing ( la wala wa lanasiba). Sebab pemimpin adil (al adlul umara atau imamun adillun), merupakan kunci kehidupan masyarakat dalam membentuk bangsa dan negara. Pemimpin adil adalah salah satu dari empat tiang penegak dunia hingga kokoh kuat, bersama ilmu para cerdik cendekia (al ilmul ulama), kemurahan tangan orang kaya raya (as sakhawatul aghniya) dan du’a kaum fakir miskin (ad du’aul fuqara). Pemimpin yang adil juga mendapat lisensi istimewa sebagai orang yang senantiasa dikabulkan do’anya, bersama do’a orang berpuasa hingga berbuka dan orang yang teraniaya.
Diikuti, anak muda yang hidup dalam keta’atan kepada Allah SWT. Dapat meredam gejolak nafsu yang bukan-bukan. Sehingga usia muda diisi dengan ibadah kepada Allah (hablum minallahi) dan berbuat baik kepada sesama manusia (hablum minannasi).
Di belakangnya, orang yang hatinya selalu terpaut ke masjid. Selalu tepat menjalankan salat wajib lima waktu, diikuti sunnah-sunnah yang dicontohkan Rasulullah Saw. Sehingga membuat masjid makmur dan berdampak positip kepada kehidupan sekelilingnya, karena orang-orang yang memakmurkan masjid adalah orang-orang beriman kepada Allah SWT dan Hari akhir, menegakkan shalat mengeluarkan zakat, serta tidak takut oleh apapun kecuali oleh Allah SWT. Mereka itulah – para pemakmur masjid itu – yang diharapkan menjadi orang-orang yang mendapat petunjuk (Q.s.at Taubah : 18).
Tampak pula jenis orang yang selalu lillahi ta’ala. Semata karena Allah SWT, Tanpa pamrih apapun. Sehingga ketika mereka bersama-sama, betul-betul kebersamaan penuh kebaikan, bukan persekongkolan jahat membahayakan. Ketika berpisah, benar-benar berpisah ikhlas, tanpa kebencian dan permusuhan.
Demikian pula orang yang mengutamakan rasa takut kepada Allah SWT. Menolak bermaksiat kepadaNya, menolak bujuk rayu tipu daya kenikmatan hayali. Walaupun di balik bujukan itu terdapat kemilau tahta, harta dan syahwat menggiurkan.
Orang yang suka menafkahkan harta di jalan Allah (munfiqin), tanpa gembar-gembor, riya (ingin populer), sum’ah (ingin pujian), juga berada dalam barisan manusia yang mendapat naungan. Berdampingan dengan orang-orang yang suka meneteskan air mata, mengingat dosa perdosa, menghitung nikmat Allah SWT yang menggunung, dibandingkan rasa syukur yang tak pernah muncul. Menangis di tempat sunyi sepi jauh dari keramaian manusia semata-mata karena mengharap ridla Allah SWT.
Allahumma adzillana tahta dzilli arsyika yauma la dzilla illa dzilluka. Ya Allah, berilah kami naungan di bawah singggasanaMu, pada hari tak ada naungan selain naunganMu. [ ]