SolilokuiVeritas

Papua Mulia

Papua adalah ufuk tempat cahaya pertama menyapa Nusantara. Dari timur inilah matahari bangsa terbit, menegaskan bahwa republik berdiri bukan hanya di atas dokumen politik, melainkan di atas air mata, darah, dan harapan. Di Boven Digul, para tapol menanam benih kebebasan dengan derita; dari luka itu mekar bunga kemerdekaan Indonesia.

Oleh     :  Yudi Latif

JERNIH– Saudaraku, di ufuk timur negeri ini, pada 10 dan 11 September, langkahku menziarahi Sorong dan Manokwari. Di bawah langit Papua yang biru terselenggara perjamuan wacana: Mempererat Kebangsaan dalam Bingkai Bhinneka Tunggal Ika.

Tidak sendiri, melainkan bersama Bambang Noorsena dan Laus Rumayom, dalam acara yang digelar berkat jalinan kasih antara Yayasan Indonesia Sejahtera Barokah (YISB) dan Persekutuan Gereja-Gereja Papua (PGGP).

Papua adalah ufuk tempat cahaya pertama menyapa Nusantara. Dari timur inilah matahari bangsa terbit, menegaskan bahwa republik berdiri bukan hanya di atas dokumen politik, melainkan di atas air mata, darah, dan harapan. Di Boven Digul, para tapol menanam benih kebebasan dengan derita; dari luka itu mekar bunga kemerdekaan Indonesia.

Papua juga cermin yang menegur sekaligus menuntun. Ia menegur, karena terlalu lama dipandang pinggiran; padahal ia inti tubuh bangsa. Ia menuntun, karena dari tanah ini kita belajar bahwa luka satu wilayah adalah duka seluruh republik, dan kemuliaannya adalah kemuliaan kita bersama.

Kemerdekaan yang lahir dari penderitaan panjang tidak boleh berhenti sebagai simbol. Ia mesti dirawat dengan keadilan: menghadirkan pendidikan, kesehatan, penghormatan hak adat, dan perlindungan alam yang tak hanya menguntungkan segelintir orang. Apa arti Merah Putih bila ada yang merasa tersisih dari pelukannya?

Papua mengingatkan bahwa republik ini adalah persekutuan jiwa. Tanpa penghormatan pada martabat manusia, semboyan Bhinneka Tunggal Ika hanya ukiran. Dengan kasih dan pengakuan, ia hidup nyata.

Muliakanlah Papua: tanah spiritual perjuangan, saudara seutuhnya, cahaya yang ikut menyalakan pelita kebangsaan. Dari ufuk timur ini, biarlah kita belajar kembali: Indonesia hanya bisa berdiri tegak bila setiap bagiannya merasa dipeluk penuh kasih. [ ]

Back to top button