Solilokui

Percikan Agama Cinta : Puasa dari Membuka yang Seharusnya Rahasia

Mari kita tilik sebuah Hadits Qudsi yang berbunyi, “Puasa anak Adam itu hanya untuk-Ku.” Maksudnya, Allah merahasiakan ganjaran berpuasa kita. Karena apa? Sebab puasa itu amalan khusus yang tak bisa diketahui siapa pun, kecuali diri sendiri dan Allah semata. Berbeda dengan shalat, puasa, zakat, atau haji. Dengan adanya bukber, nilai kerahasiaan puasa itu seolah jadi sumir adanya.

JERNIH– Saudaraku,

Tahun demi tahun berlalu. Ada yang terlewat dari pengamatan Muslim Indonesia selama ini. Ya, terjadinya beberapa hal yang takkan bisa engkau lihat selain pada bulan puasa.

Deden Ridwan

Pertama, masjid yang disarati jamaah sepanjang pekan pertama saat tarawih. Lantas lengang kembali jelang lebaran tiba. Orang-orang yang semula getol beribadah, seketika berpindah perhatiannya ke pusat belanja demi berburu pakaian baru dan beragam kue untuk disajikan saat 1 Syawal.

Kedua, euforia kebisingan pelantang masjid pada waktu sahur. Entah itu memutar tilawatil Quran atau shalawatan. Padahal, jelas sekali, Rasulullah SAW tak pernah mencontohkannya. Bayangkanlah jika hal tersebut dilakukan di negara yang minoritas Muslim, niscaya engkau akan dianggap sebagai perusuh berkedok agama. Bukankah Ramadhan mengajak kita untuk berpuasa dari banyak hal? Bukan hanya sekadar menahan makan-minum belaka.

Ketiga, buka puasa bersama yang mulai menjadi tren beberapa tahun belakangan. Mari kita tilik sebuah Hadits Qudsi yang berbunyi, “Puasa anak Adam itu hanya untuk-Ku.” Maksudnya, Allah merahasiakan ganjaran berpuasa kita. Karena apa? Sebab puasa itu amalan khusus yang tak bisa diketahui siapa pun, kecuali diri sendiri dan Allah semata. Berbeda dengan shalat, puasa, zakat, atau haji. Dengan adanya bukber, nilai kerahasiaan puasa itu seolah jadi sumir adanya.

Ketahuilah. Belum lagi jika kita amati pola gila hormat orang yang mengaku puasa. Apa salahnya orang lain makan siang saat Ramadhan? Jika dia memang pemeluk agama lain, bagaimana? Pun bila ia Muslim, kita tetap tak tahu kondisi apa yang sedang ia alami. Bisa jadi ia sedang terkena rukhshoh karena bekerja sebagai kuli kasar, sakit, haid, atau faktor usia yang menua. Justru seharusnya, makin tebal laku puasa kita, kian bisa kita menenggang rasa orang lain yang tidak berpuasa.

Keempat, kecenderungan mengadakan makanan-minuman berlebihan. Padahal tanpa itu pun, kita tetap bisa merayakan Ramadhan, bukan? Berbuka dengan yang manis sesuai anjuran Nabi SAW, tak mesti harus dengan kurma. Andai di Madinah ada rambutan, barangkali nama buah itu juga masuk dalam hadits yang beliau sitir. Jadi kenapa sembako tiba-tiba melonjak kala Ramadhan, ya itu karena prilaku konsumtif kita yang tak ketulungan.

Akhir kalam, sampai kapan kita mau terus-menerus begitu, wahai saudaraku? Tak inginkah engkau mencapai derajat takwa sebagaimana yang dijanjikan Allah dalam Al Quran surah al-Baqarah [2]: 183 itu? [Deden Ridwan]

Back to top button