SolilokuiVeritas

Repotnya Mencerdaskan Masyarakat

Bagaimana cara RRT mencerdaskan masyarakat? Mencari informasi yang akurat dan jujur tentang ijazah S1 Presiden ketujuh RI, Jokowi. Caranya? Melakukan penelitian lapangan dan observasi tentang keaslian ijazah S1 Jokowi. Hasilnya mereka sampaikan kepada masyarakat melalui media. Bertolak dari hasil itu pula mereka menulis buku berjudul “Jokowi’s White Paper”.

Oleh     :  Ana Nadhya Abrar*

JERNIH– Lembaga pendidikan, apa pun tingkatnya, berjuang mencerdaskan anak didiknya. Namun, ada juga inidividu atau kelompok individu yang ikut memperjuangkan kecerdasan masyarakat. Sebutlah misalnya trio Roy Suryo, Rismon Hasiholan Sianipar dan Tifauzia Tyassuma. Inisial ketiga namanya disebut RRT.

Bagaimana cara RRT mencerdaskan masyarakat? Mencari informasi yang akurat dan jujur tentang ijazah S1 Presiden ketujuh RI, Jokowi. Caranya? Melakukan penelitian lapangan dan observasi tentang keaslian ijazah S1 Jokowi. Hasilnya mereka sampaikan kepada masyarakat melalui media. Bertolak dari hasil itu pula mereka menulis buku berjudul “Jokowi’s White Paper”.

Lalu apa hasilnya? Menurut mereka, ijazah S1 Jokowi palsu. Penyampaian informasi ini, bagi RRT, tergolong mencerdaskan masyarakat. Soalnya, mereka memberikan informasi yang akurat, jujur dan bisa dipercaya kepada masyarakat. Informasi ini bisa dipakai untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat. Selanjutnya, mereka bisa memakainya untuk mengambil keputusan.

Namun, Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) malah menganggap hasil penelitian RRT tidak akurat. Menyesatkan. Wajar bila Polda Metro Jaya menetapkan RRT sebagai tersangka tuduhan palsu,  nama baik, dan memanipulasi ijzah S1 Jokowi

Penetapan tersangka yang dilakukan Kapolda Metro Jaya diberitakan media sebagai sebagai berikut: “Telah menetapkan delapan orang tersangka dalam perkara pencemaran nama baik, fitnah, ujaran kebencian, penghasutan, edit dan manipulasi data elektronik,” kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol. Asep Edi Suheri pada 7 November 2025

Kemudian Asep menjelaskan delapan orang tersangka ini dibagi ke dalam dua klaster, yakni: klaster pertama ES, KTR, MRF, RE, dan DHL, dan klaster kedua RS (Roy Suryo), RHS (Rismon Hasiholan  Sianipar), dan TT (Tifauzia Tyassuma).

Penetapan tersangka itu hanya tiga hari setelah Roy Suryo kembali dari Sydney. Roy Suryo kembali dari Sydney pada 4 November 2025. Sedangkan penetapan tersangka Roy Suryo pada 7 November 2025.

Di Sydney, Roy Suryo tidak hanya mendiskusikan buku Jokowi’s White Paper. Dia juga mengulik keaslian ijazah Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Dia bahkan memperoleh sampel sertifikat dari UTS Insearch. Ini terkait dengan ijazah SMA Gibran. Selanjutnya, Roy menantang Wapres Gibran untuk menunjukkan sertifikat yang dimilikinya.

Persoalannya lantas, mengapa Roy berani menantang Wapres Gibran? Rasa-rasanya Roy tidak akan seberani itu kalau dia tidak punya bukti yang kuat. Bukti apa? Bukti Wapres Gibran tidak lulus SMA. Kalau informasi ini benar, bukan mustahil Gibran bisa dimakzulkan dari posisinya sebagai Wakil Presiden. Ini tentu tidak diinginkan oleh Gibran dan ayahnya, Jokowi.

Maka sebelum informasi ini menyebar kemana-mana, Roy perlu ditetapkan sebagai tersangka. Agar dia tidak bernyanyi lagi tentang ijazah SMA Wapres Gibran. Paling tidak untuk membuatnya kapok bicara soal ijazah SMA Wapres Gibran.

Ini hanya sebuah analisis beberapa pengamat tentang penetapan RRT sebagai tersangka. Yang namanya hasil analisis tentu bisa benar atau salah. Namun, analisis itu sah. Penganalisis itu bukan asbun saja. Mereka punya data dan konsep yang mendukung analisis itu.

Kalau ini benar, tentu usaha mencerdaskan masyarakat jadi repot. Menyampaikan informasi yang akurat, jujur dan bisa dipercaya berbahaya buat pemberi informasi. Dengan satu alasan saja, dia bisa jadi tersangka. Dalam keadaan begini, siapa yang akan merasa nyaman mencerdaskan masyarakat lewat pemberian informasi yang akurat, jujur dan bisa dipercaya? [ ]

Back to top button