Sunggai Air Mata
Seperti kebanyakan sungai kita yang tak lagi berair, aliran perasaan bangsa ini pun bisa mengering. Yang miskin dan yang kaya kehilangan kepekaan sambung rasa. Kemanusiaan ditikam di setiap tikungan. Jalanan jadi arena perang semua lawan semua. Semua tega memakan bangkai saudaranya yang telah mati.
Oleh : Yudi Latif
JERNIH–Saudaraku, pernahkah kau lihat daerah aliran sungai yang tak lagi berair? Aliran perasaan manusia pun bisa mengering. Air mata tak bisa lagi merembes-menetes menjadi sungai kehidupan.
Tak henti dirundung malang, yang terus menguras air mata, bisa membuat hati mengering. Kepekaan rasa mengeras. Menyisakan naluri membunuh sebagai cara bertahan hidup.
Terus-terusan hidup dalam menara gading kekuasaan dan kemewahan, tanpa bersentuhan dengan realitas penderitaan, bisa juga membuat hati kehilangan kepekaan. Air mata bersangkar emas, sulit menetes jadi pancaran keharuan. Menyisakan naluri ketegaan membiarkan yang kuat yang bertahan.
Seperti kebanyakan sungai kita yang tak lagi berair, aliran perasaan bangsa ini pun bisa mengering. Yang miskin dan yang kaya kehilangan kepekaan sambung rasa. Kemanusiaan ditikam di setiap tikungan. Jalanan jadi arena perang semua lawan semua. Semua tega memakan bangkai saudaranya yang telah mati.
Hidup tanpa keharuan mematikan perasaan. Perasaan yang dihidupkan tanpa kebersamaan tak bisa mendatangkan kebahagiaan.
Tanpa perasaan dan kebersamaan, kehidupan tak dapat dimenangkan.
Teteskan airmatamu, agar bumi kemanusiaan yang tandus basah kembali! [ ]