Solilokui

Think Tank dan Lunturnya Demokrasi: GREAT Institute sebagai Benteng Akal Sehat

Di panggung politik global dan nasional kita menyaksikan fenomena yang mengkhawatirkan yakni kemerosotan demokrasi. Ini bukan sekadar pergantian kekuasaan, melainkan erosi sistematis terhadap institusi, norma, dan, yang paling mendasar, akal sehat dalam pengambilan keputusan publik.

Di tengah hiruk pikuk populisme dan banjir disinformasi, kebutuhan akan suara yang tenang, kredibel, dan berbasis bukti menjadi sangat mendesak. Di sinilah kelompok pemikir, atau think tank seperti Great Institute di era Presiden Prabowo Subianto memainkan peran krusial, berpotensi menjadi benteng terakhir yang mempertahankan kebijakan dari kerusakan emosi dan ideologi buta.

Kemerosotan demokrasi saat ini didorong oleh dua kekuatan utama. Pertama, polarisasi politik telah memecah belah masyarakat menjadi kubu-kubu yang saling membenci, di mana kesetiaan identitas lebih penting daripada konsensus berbasis fakta.

Masykuri, A, Romel, M, dan Ramadlan, M. F. S. (2021) dalam Jurnal Ilmu Politik, mengungkap polarisasi adalah proses pembentukan kelompok dengan pandangan, nilai, atau kepentingan yang sangat berlawanan hingga menciptakan ketegangan sosial dan politik di masyarakat

Polarisasi dapat menjadi ancaman ketika tidak disertai dengan upaya untuk menjaga harmoni sosial. Maraknya penggunaan media sosial memperburuk keadaan, menciptakan echo chamber di mana informasi yang bias terus-menerus diperkuat, menenggelamkan rasionalitas.

Kedua, populisme telah berhasil menantang keahlian (expertise) sebagai nilai yang sah. Pemimpin populis sering menjual kebijakan jangka pendek populer—yang mungkin secara teknis merugikan negara di masa depan—dengan mengorbankan solusi yang berkelanjutan dan berbasis data. Kepercayaan publik terhadap ilmuwan, akademisi, dan bahkan birokrasi profesional ikut runtuh, meninggalkan ruang kosong yang mudah diisi oleh narasi konspirasi dan solusi instan yang dangkal.

Menurut Paul D Kenny (2018), peneliti di Universitas Nasional Australia, Asia Tenggara merupakan lahan subur bagi gerakan populis. Pemimpin populis dapat menekankan pemerintahan otoriter, membatasi kebebasan pers, dan mengabaikan norma-norma konstitusional, menempatkan demokrasi di bawah tekanan besar.

Kebijakan publik dibuat berdasarkan sentimen, bukan sains. Inilah tantangan terbesar bagi sebuah negara, bagaimana memastikan bahwa keputusan yang memengaruhi jutaan orang didasarkan pada bukti terbaik yang tersedia?

Peran Klasik Think Tank: Menjembatani Kesenjangan

Secara tradisional, think tank berfungsi sebagai penghubung penting dalam ekosistem demokrasi. Peran mereka melampaui sekadar penelitian. Think tank bertugas sebagai penyedia bukti kredibel, menyediakan data dan analisis yang lolos tinjauan sejawat (peer review), menjadi penangkal utama terhadap klaim politik yang tidak berdasar atau hoax.

Para pemikir ini juga harus berperan sebagai inovator kebijakan. Mereka menciptakan dan menguji alternatif kebijakan yang terperinci dan layak secara teknis, memberikan pilihan konkret saat politisi hanya fokus pada retorika.

Tak hanya itu, think tank juga harus menjadi fasilitator dialog. Mereka menjembatani kesenjangan antara dunia akademis yang sering kali terisolasi dengan dunia pembuatan kebijakan yang bergerak cepat, menerjemahkan teori menjadi praktik.

Namun, di era kemerosotan demokrasi, think tank sendiri menghadapi tantangan. Tekanan pendanaan dapat mengancam independensi, dan kesulitan dalam bersaing dengan kecepatan penyebaran informasi media sosial membuat suara berbasis bukti sering kali kalah nyaring dari buzzword politik yang emosional.

GREAT Menjadi Model Benteng Akal Sehat

Untuk menjadi benteng akal sehat yang efektif, sebuah think tank harus mengadopsi standar yang lebih tinggi. GREAT Institute, sebuah lembaga yang dipimpin Dr Syahganda Naingolan tentu akan sangat menjunjung tinggi akal sehat.

Apalagi, GREAT Institute tentu tidak hanya fokus pada masalah lokal, tetapi menganalisis keberhasilan dan kegagalan demokrasi di seluruh dunia. Kemampuan untuk belajar dari kasus komparatif memungkinkan mitra berpikir strategis Pemerintahan Prabowo Subianto ini menawarkan solusi yang teruji dan adaptif.

Lembaga ini juga meskipun menjunjung tinggi kualitas, tentu juga harus mampu merespons krisis dengan cepat. Ini berarti menghasilkan policy brief yang ringkas, tepat waktu, dan mudah dicerna oleh pembuat kebijakan yang membutuhkan panduan segera.

GREAT tentu memiliki komitmen mutlak terhadap metodologi ilmiah dan bukti empiris. Mereka menolak politik yang didorong oleh wishful thinking atau mitos. Ini adalah inti dari akal sehat.

Alih-alih hanya mengkritik, GREAT mengadvokasi ide secara strategis. Tentunya dengan membangun koalisi lintas partai dan ideologi untuk memajukan agenda kebijakan yang baik, menjadikan akal sehat sebagai alat politik yang efektif.

Investasi Krusial dalam Ketahanan Demokrasi

Perjuangan untuk akal sehat adalah perjuangan untuk kelangsungan demokrasi. Think tank seperti model GREAT tidak dapat berdiam diri menunggu politisi datang; mereka harus proaktif membentuk lingkungan politik.

Tentu dengan gencar memberikan literasi publik, melangkah keluar dari ivory tower dan secara aktif mendidik masyarakat tentang pentingnya data, berpikir kritis, dan membedakan fakta dari fiksi.

Tak hanya itu juga berkolaborasi lintas ideologi dengan menginisiasi dialog yang tenang antara kelompok politik yang bertentangan untuk menemukan titik temu dan solusi praktis, memecah echo chamber polarisasi.

Sebagai sebuah lembaga pemikir tentu akan menciptakan budaya bukti. Salah satunya dengan mendorong reformasi di parlemen dan birokrasi agar secara kelembagaan menjadikan analisis berbasis bukti sebagai prasyarat, bukan hanya pilihan, dalam proses legislasi dan anggaran.

Pada akhirnya, think tank adalah lebih dari sekadar penyedia ide; mereka adalah investasi krusial dalam ketahanan demokrasi jangka panjang. Ketika emosi dan disinformasi mengancam menenggelamkan perahu negara, suara yang didasarkan pada data, analisis mendalam, dan komitmen pada kebenaran—suara dari benteng akal sehat—adalah jangkar yang sangat dibutuhkan. Perjuangan untuk demokrasi yang merosot akan dimenangkan, atau hilang, di lapangan pertempuran ide.

Back to top button