Mush’ab bin Umair, Sosok Zuhud yang Mengislamkan Madinah
Tidak ada yang bisa dipakai untuk mengafaninya kecuali sehelai kain. Jika ditutupkan mulai dari kepalanya, kedua kakinya kelihatan. Jika ditutupkan mulai dari kakinya, kepalanya kelihatan. Maka Rasulullah bersabda, ”Tutupkanlah ke bagian kepalanya, dan tutupilah kakinya dengan rumput idzkhir.”
Oleh : Hamdi, S.Sos*
JERNIH–Pada zaman Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam ada seorang anak muda bernama Mush’ab bin Umair. Mush’ab adalah seorang remaja yang paling menonjol, paling tampan, dan paling bersemangat. Oleh para penulis sejarah dia mendapat julukan “Pemuda Mekah yang menjadi sanjungan semua orang.”
Dia lahir dan dibesarkan dalam limpahan kenikmatan. Bisa jadi, tak seorang pun di antara anak muda Mekah yang dimanjakan kedua orang tuanya seperti yang didapatkan oleh Mush’ab bin Umair.
Bila remaja seusianya banyak menghabiskan waktu dengan hura-hura, tidak demikian dengan sosok Mush’ab bin Umair. Dia justru sibuk dengan aktivitas dakwah untuk menyebarkan nilai-nilai Islam kepada kaum yang belum mengenal agama samawi tersebut.
Ketika Mush’ab masuk Islam, tiada satu kekuatan pun yang ditakutinya selain ibunya sendiri. Bahkan, seandainya seluruh Mekah, termasuk berhala-berhala, para pembesar dan padang pasirnya berubah menjadi satu kekuatan yang menakutkan hendak menyerang dan menghancurkannya, Mush’ab tetap bergeming pada pendiriannya. Namun, jika ibunya yang menjadi penghalang, maka itulah rintangan yang sesungguhnya. Walaupun demikian, rintangan dari ibunya tersebut tidak mengurangi sedikitpun kasih sayang dan rasa hormat Mush’ab kepada ibunya.
Suatu waktu Mush’ab dipilih Rasulullah untuk melakukan tugas yang sangat penting, yaitu menjadi utusan Rasulullah ke Madinah. Tugasnya adalah mengajarkan agama Islam kepada penduduk Anshar yang telah beriman dan berbai’at kepada Rasulullah di Bukit Aqabah. Tugas lainnya adalah mengajak orang lain menganut Islam dan mempersiapkan kota Madinah untuk menyambut hijrah Rasulullah ke kota itu.
Mush’ab memikul amanah itu dengan bekal kecerdasan dan akhlak mulia yang dikaruniakan Allah kepadanya. Dengan sifat zuhud, kejujuran dan keikhlasan, dia berhasil memikat hati penduduk Madinah hingga mereka berduyun-duyun masuk Islam. Saat Mush’ab memasuki Madinah, jumlah orang Islam hanya 12 orang, yaitu orang-orang yang telah berbai’at di bukit Aqabah. Hanya dalam hitungan beberapa bulan penduduk Madinah sudah berbondong-bondong masuk Islam.
Pada saat Perang Uhud Rasulullah berdiri di tengah barisan kaum muslimin, menatap setiap wajah, siapa yang sebaiknya membawa bendera pasukan? Ketika itu terpilihlah Mush’ab Al-Khair. Ia maju dan membawa bendera pasukan dengan mantap.
Walaupun hanya seorang diri, Mush’ab bertempur laksana sepasukan tentara. Satu tangannya memegang bendera pasukan yang harus terus berkibar, dan tangan satunya lagi menebaskan pedangnya dengan matanya yang tajam. Jumlah musuh yang dihadapi Mush’ab semakin banyak. Mereka semua ingin menginjak-injak mayatnya untuk mencapai Rasulullah.
Hingga pada satu ketika tombak pasukan musuh menghunjam ke dada Mush’ab, dia pun gugur, dan bendera pun jatuh. Mush’ab gugur sebagai bintang dan mahkota para syuhada. Ia gugur setelah berjuang dengan gigih mengorbankan semua yansg dimilikinya demi keimanan dan keyakinannya.
Setelah pertempuran usai, jasad pahlawan gagah berani itu ditemukan dengan wajah menelungkup ke tanah digenangi darahnya yang suci. Seolah-olah tubuh yang telah kaku itu takut menyaksikan bila Rasulullah ditimpa musibah. Selesai menunaikan tugasnya dalam membela dan melindungi kekasih dan junjugannya itu.
Mush’ab bin Umair gugur dalam Perang Uhud. Tidak ada yang bisa dipakai untuk mengafaninya kecuali sehelai kain. Jika ditutupkan mulai dari kepalanya, kedua kakinya kelihatan. Jika ditutupkan mulai dari kakinya, kepalanya kelihatan. Maka Rasulullah bersabda,”Tutupkanlah ke bagian kepalanya, dan tutupilah kakinya dengan rumput idzkhir.”
Rasulullah menyempatkan berhenti sejenak dekat jasad dutanya yang pertama untuk melepas kepergiannya dan mengeluarkan isi hatinya. Beliau berdiri memandangi jasad Mush’ab bin Umair dengan penuh kasih sayang dan cahaya kesetiaan. Lalu beliau membaca firman Allah : “Di antara orang-orang mukmin terdapat orang-orang yang telah menepati janji mereka kepada Allah.” (QS Al-Ahzab : 23)
Ada kesedihan di mata beliau ketika melihat kain yang dipergunakan mengafani Mush’ab. Beliau bersabda, “Ketika di Mekah dulu, tak seorang pun yang lebih halus pakaiannya dan lebih rapi rambutnya daripada kamu. Tetapi sekarang ini, rambutmu kusut, hanya dibalut sehelai burdah.”
Begitulah potret seorang sahabat yang rela meninggalkan segala kemewahan dunia demi membela Rasul dan agamanya. Mush’ab bin Umair adalah sosok pemuda zuhud yang bisa menjadi inspirasi bagi generasi muslim milenial sekarang untuk mengisi hidupnya dengan ibadah dan dakwah fi sabilillah. [ ]
**Penulis adalah anggota Forum Akselerasi Masyarakat Madani Indonesia (FAMMI). Tinggal di Depok.