Spiritus

Abdullah bin Jahsy: ‘Amirul Mukminin’, Pemimpin Pasukan Khusus Pertama dalam Islam

Giliran Abdullah bin Jahsy berdoa, “Ya Rabb, pertemukanlah aku esok hari dengan musuh yang paling ganas, kuat, dan berani. Biarkan aku memeranginya dan ia memerangiku, kemudian ia membunuhku, lalu memotong telinga dan hidungku. Jika kelak aku bertemu dengan-Mu, Engkau bertanya, “Wahai Abdullah, dimanakah hidung dan telingamu?” Aku akan menjawab, “Ada pada-Mu dan Rasul-Mu.” Sa’ad bin Abi Waqqash pun mengaminkan doa Abdullah seraya berujar bahwa do’a yang dipanjatkan Abdullah lebih baik dibanding doanya.

JERNIH– Abdullah bin Jahsy bin Riab bin Ya’mar bin Shabrah merupakan teman sepermainan Muhammad SAW ketika mereka masih kecil. Ibu Abdullah bin Jahsy adalah bibi Rasulullah SAW bernama Amiman binti Abdul Muthallib bin Hisyam. Jadi selain teman bermain, di antara keduanya terjalin hubungan darah.

Rumah Abdullah bin Jahsy yang berada di pinggiran Masjidil Haram, memungkinkan keduanya dapat bermain sambil melihat praktik peribadatan orang-orang zaman Jahiliyah. Ketika beranjak remaja, baik Abdullah bin Jahsy mau pun Muhammad SAW seringkali mempertanyakan dan menolak praktik peribadatan yang dilakukan masyarakat Mekkah pada waktu itu. Demikian ditulis Fathi Fauzi dalam buku “Mawaqif fi Hayat al-Rasul Nuzilat fihi Ayat Quraniyyah”.

Jadi manakala Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul, karib kerabat terdekat yang mengenal betul kepribadiannya langsung menerima ajakan beliau memeluk Islam. Abdullah bin Jahsy pun termasuk kalangan yang paling awal menyatakan dua kalimat syahadat bersama saudara-saudaranya Ubaidillah, Abu Ahmad, dan Zainab. Ketika persekusi musyrik Mekah semakin menjadi-jadi, Bani Jahsy ikut dalam rombongan hijrah yang kedua ke Habasyah (Abisinia). Menurut keterangan Ibnu Sa’ad dalam “Thabaqat al-Kubra” mereka kembali ke Mekkah setelah mengetahui kabar bahwa akan ada hijrah secara besar besaran ke Yatsrib/Madinah. Sayang, Ubaidillah tetap tinggal di Habsy karena masuk Nasrani dan wafat di sana.

Ketika telah sampai di Mekah, Abdullah bin Jahsy langsung bergegas menuju Madinah. Ia meninggalkan seluruh harta kekayaan, termasuk rumahnya yang berada di pinggir Masjidil Haram. Sesampainya di Madinah Rasulullah saw mempersaudarakannya dengan Ashim bin Tsabit. Belakangan diketahui bahwa rumah dan seisinya itu telah dikuasai oleh Abu Sufyan. Terlintas harapan di hati Abdullah bin Jahsy untuk kembali menguasai harta dan rumah tersebut.

Sampai suatu ketika pada bulan Rajab di bulan ketujuh belas Abdullah bin Jahsy menetap di Madinah, Rasulullah saw membentuk pasukan rahasia yang terdiri dari sembilan orang dan mengangkatnya sebagai pimpinan pasukan. Di sinilah menurut pandangan para sejarawan termasuk Abu Na’im al-Ashbihani dalam “Ma’rifat al-Shahabat”, dikenal julukan “Amirul Mukminin” (pemimpin orang-orang mukmin) yang disematkan kepada Abdullah bin Jahsy. Dialah orang pertama yang diangkat langsung Rasulullah SAW sebagai pemimpin.

Pasukan kecil itu diberi sepucuk surat dengan pesan dari Rasulullah SAW kepada Abdullah bin Jahsy, “Jika engkau telah berjalan selama dua hari, bukalah surat ini dan bacalah apa yang tertulis di dalamnya. Lakukan apa yang ada dalam surat, dan jangan memaksa sahabat-sahabatmu untuk mengikuti keputusanmu.”

Mereka pun berjalan ke arah selatan secara sembunyi-sembunyi. Setelah dua hari berjalan tibalah mereka di daerah bernama Bahran, sebuah tempat yang berjarak 150 km dari Madinah. Abdullah bin Jahsy pun membuka surat:

“Jika engkau telah membuka suratku ini, teruskanlah perjalanan hingga tiba di Nakhlah, daerah antara Mekah dan Thaif. Setibanya disana, carilah informasi mengenai kaum Quraisy.”

Abdullah bin Jahsy pun memberi kabar tentang isi surat dan menegaskan bahwa ia tidak akan memaksa jika di antara rombongan ada yang hendak kembali. Mengingat resiko yang diambil terlalu besar karena nyawa menjadi taruhan. Meski telah disampaikan apa adanya, tidak ada satu pun yang mundur. Semuanya mantap untuk terus menjalankan misi hingga tuntas.

Sesampainya di Nakhlah, pasukan rahasia ini melepas lelah untuk beristirahat. Inilah penjelasan mengapa perjalanan ekspedisi mereka disebut Ekspedisi Nakhlak. Tidak lama berselang, Abdullah bin Jahsy dan rombongannya melihat ada satu kafilah Quraisy yang hendak melintas. Kafilah Quraisy ini sedang berada dalam jalur pulang dari Syam menuju ke Mekah. Menurut pimpinan pasukan, ini adalah kesempatan emas untuk melakukan perlawanan.

Namun terdapat satu penghalang untuk melakukan itu. Penghalangnya adalah bulan Rajab. Menurut tradisi Arab, Rajab adalah bulan yang diharamkan terjadi peperangan. Namun setelah berunding singkat, pasukan ini tidak membuang kesempatan untuk melakukan perlawanan. Terjadilah perang kecil antara kafilah Quraisy dan pasukan rahasia yang dipimpin Abdullah bin Jahsy.

Peperangan dimenangkan Abdullah bin Jahsy. Pasukan rahasia ini berhasil merampas barang dagangan kafilah Quraisy, membunuh seorang prajurit lawan, menawan dua orang di antaranya, dan sisanya berhasil melarikan diri. Hasil rampasan ini tercatat sebagai ghanimah pertama yang didapatkan kaum muslimin. Abdullah bin Jahsy kemudian membagian harta tersebut ke sejumlah pasukannya dan memisahkan seperlima bagian untuk Rasulullah SAW.

Jadi gunjingan

Ketika tiba di Madinah, respons para sahabat tidak seperti yang Abdullah bin Jahsy bayangkan. Muncul desas-desus dan prasangka yang dialamatkan kepada Abdullah bin Jahsy dan pasukannya.

Sebagian penduduk Madinah mencela Abdullah bin Jahsy karena telah menumpahkan darah pada bulan haram. Mereka berpikir bahwa peperangan ini dapat dijadikan momentum oleh pihak lawan untuk mendapatkan simpati dari bangsa-bangsa Arab karena telah melanggar hukum bangsa Arab.

Menurut Ibnu Jarir al-Thabari, atas peristiwa ini, turunlah wahyu kepada Rasulullah SAW yang berisi pembelaan terhadap Abdullah bin Jahsy dalam Q.S al-Baqarah [2]: ayat 217: “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad saw) tentang berperang dalam bulan Haram. Katakanlah: “Berperang di dalamnya adalah (dosa) besar. Tetapi menghalang (orang) dari jalan Allah, ingkar kepada-Nya, (menghalangi orang masuk) Masjidil Haram, dan mengusir penduduk dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) dalam pandangan Allah. Sedangkan fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. Mereka tidak akan berhenti memerangimu sampai kamu murtad (keluar) dari agamamu, jika mereka sanggup. Barangsiapa murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”

Pasca-turunnya ayat ini, Rasulullah saw mengucapkan selamat kepada pasukan rahasia ini dan menerima ghanimah. Dua orang Quraisy yang ditawan adalah Usman bin Abdullah bin al-Mughirah dan al-Hakam bin Kaisan. Usman ditebus keluarganya dan kembali ke Mekah, sedangkan al-Hakam bin Kaisan masuk Islam.

Penyergapan ini kemudian memicu terjadinya perang Badar. Orang-orang Quraisy semakin terpacu semangatnya untuk memerangi Rasulullah beserta para sahabat. Dalam perang ini kemenangan berada dalam genggaman pasukan muslim meski secara jumlah pasukan Quraisy Mekah lebih banyak dibandingkan pasukan Muslim.

Selang setahun setelah perang Badar, terjadilah perang Uhud tepatnya pada tahun 3 H. Dalam kitab “al-Isti’ab fi Ma’rifat al-Ashab” diceritakan, sehari sebelum perang, Abdullah biin Jahsy datang menemui Sa’ad bin Abi Waqqash sambil berkata, “Kemarilah, kita sama sama bermunajat kepada Allah swt.” Mereka pun duduk dii pojokan. Sa’ad pertama kali berdoa: “Ya Tuhanku, jika kami berhadapan dengan musuh esok, pertemukanlah aku dengan lawan yang paling kuat, paling berani, aku berperang melawannya di jalan-Mu, dan dia memerangiku, berikan aku kemenangan atasnya sehingga aku dapat membunuhnya dan merampas hartanya.” Doa ini kemudian diamini oleh Abdullah bin Jahsy.

Giliran Abdullah bin Jahsy berdoa, “Ya Rabb, pertemukanlah aku esok hari dengan musuh yang paling ganas, kuat, dan berani. Biarkan aku memeranginya dan ia memerangiku, kemudian ia membunuhku, lalu memotong telinga dan hidungku. Jika kelak aku bertemu dengan-Mu, Engkau bertanya, “Wahai Abdullah, dimanakah hidung dan telingamu?” Aku akan menjawab, “Ada pada-Mu dan Rasul-Mu.” Sa’ad bin Abi Waqqash pun mengaminkan doa Abdullah seraya berujar bahwa do’a yang dipanjatkan Abdullah lebih baik dibanding doanya.

Perang Uhud pun berakhir. Ketika Rasulullah SAW memeriksa para syuhada, ia melihat jasad Abdullah bin Jahsy, telinga dan hidungnya terpapas pedang musuh. Dikisahkan bahwa jasad Abdullah bin Jahsy dikuburkan dalam satu liang lahat dengan Hamzah bin Abdul Muthallib. [  ]

Back to top button