Spiritus

Setetes Embun: Ketekunan Berdoa

Dia tahu apa yang harus diberikan, kapan harus memberi, dan bagaimana memberi. Hanya Tuhan yang melihat waktu secara keseluruhan, dan karena itu, hanya Tuhan yang tahu apa yang baik untuk kita dalam jangka panjang.

Doa tidak berusaha menggerakkan hati Tuhan untuk apa yang kita inginkan. Doa membuka hati dan roh kita sendiri terhadap apa yang Tuhan inginkan bagi kita.

Penulis: P. Kimy Ndelo CSsR

JERNIH-Ada sebuah cerita lama tentang seorang penjahit yang mengunjungi rabbinya dan berkata, “Saya memiliki masalah dengan doa-doa saya. Jika seseorang datang kepada saya dan berkata, ‘Mendel, Anda penjahit yang hebat,’ itu membuat saya merasa baik. Saya merasa dihargai. Dengan kekuatan satu pujian seperti itu, saya bisa terus merasa baik selama seminggu penuh, bahkan lebih lama.

Tetapi jika orang-orang datang kepada saya setiap hari, satu demi satu, jam demi jam, dan terus berkata kepada saya ‘Mendel, kamu penjahit yang hebat,’ berulang-ulang, itu akan membuatku gila. Inilah yang mengganggu saya tentang doa. Apakah Tuhan begitu tidak aman sehingga Dia membutuhkan kita untuk memuji Dia setiap hari? Tiga kali sehari, pagi, siang, dan malam? Bagi saya itu akan membuat Dia gila.”

Rabi itu tersenyum dan berkata, “Mendel, kamu benar sekali. Sulit membayangkan betapa sulitnya bagi Tuhan untuk mendengarkan semua pujian kita, jam demi jam, hari demi hari. Tetapi Tuhan tahu betapa pentingnya bagi kita untuk mengucapkan pujian itu, jadi dalam kasih-Nya yang besar bagi kita, Dia menoleransi semua doa kita.”

Kisah tentang seorang janda miskin dan hakim yang tidak adil dalam Injil hari ini memperlihatkan apa arti sebuah ketekunan dan kegigihan (Luk 18,1-8). Ketidak-adilan hakim ini dilawan oleh janda ini dengan senjata ampuh: kegigihan yang teguh yang membuat hakim tidak bisa hidup tenang lagi. Dengan terus menerus mendatangi dia dan meminta agar kasusnya dibela, wanita itu mencoba mempermalukan orang yang tidak tahu malu ini. Akhirnya, hakim yang tidak adil terpaksa mengalah.

Dalam konteks doa, kegigihan dan ketekunan tidak perlu dipahami sebagai sebagai “mengganggu” Tuhan. Kegigihan itu merupakan konsekuensi dari iman yang kuat yang percaya bahwa Tuhan mendengar doa dan memang akan menjawabnya pada waktu-Nya sendiri.

Dia tahu apa yang harus diberikan, kapan harus memberi, dan bagaimana memberi. Hanya Tuhan yang melihat waktu secara keseluruhan, dan karena itu, hanya Tuhan yang tahu apa yang baik untuk kita dalam jangka panjang.

Itulah sebabnya Yesus berkata bahwa kita tidak boleh putus asa dalam berdoa. Sebaliknya kita harus meninggalkan jawaban atas keputusan Tuhan dengan mengatakan, seperti yang Dia lakukan di Getsemani, “Jadilah kehendak-Mu.”

baca juga: Setetes Embun: Bersyukur

Doa yang tekun akan membuka hati dan pikiran kita kepada kasih karunia Allah yang selalu tersedia. Doa tidak berusaha menggerakkan hati Tuhan untuk apa yang kita inginkan. Doa membuka hati dan roh kita sendiri terhadap apa yang Tuhan inginkan bagi kita.

Tuhan mendengar tangisan orang-orang, dan Tuhan menjawab tangisan itu dengan cepat, meskipun itu tampaknya tidak sesuai dengan pengalaman kita yang sebenarnya tentang doa yang tidak terjawab. Sekarang atau besok atau lusa mungkin tidak terjawab, tapi soal waktu Tuhan bekerja dalam kekekalan di mana, “satu hari sama dengan seribu tahun dan seribu tahun seperti satu hari” (2 Pt 2,8)

Dalam berdoa, kita menunjukkan keyakinan kita bahwa Tuhan kita mendengar, dan peduli, dan bertindak. Ketika kita berdoa untuk sesuatu yang penting kita membuat pernyataan iman yang luar biasa akan kebaikan dari Tuhan yang penuh kasih.

baca juga: Setetes Embun: Kualitas Keimanan

 Yesus memanggil kita, dengan teladan janda yang tekun dan hakim yang tidak adil, untuk memiliki iman, untuk percaya bahwa Allah dalam Kebaikan-Nya akan mendatangkan keadilan yang kita semua cari, berkat yang kita semua butuhkan.

Dalam bukunya “Priest of the Third Millenium” (Imam untuk Milenium Ketiga), Kardinal Timothy Dolan mengamati bahwa pada dasarnya doa harus menjadi seperti makan dan bernapas. Kita harus makan setiap hari, tidak makan sebanyak-banyaknya pada hari Senin, dan kemudian berhenti makan pada enam hari sisanya. Apakah kita mengambil sepuluh napas dalam-dalam dan berkata, “Bagus, itu sudah berakhir untuk sementara waktu, saya tidak perlu bernapas selama beberapa jam?”

Kalau makan dan bernapas saja harus terjadi setiap hari, bahkan setiap detik, maka doa pun harus terjadi dengan cara yang sama. Jangan berusaha mengubah Tuhan dengan doamu, tetapi berubahlah oleh karena doamu supaya sejalan dengan pikiran dan rencana Tuhan.

Dan tidak perlu mengomel pada Tuhan dengan doa panjang tanpa iman dan makna. Doa yang singkat dan penuh iman, serta berulang-ulang bisa jadi jauh lebih bermakna.

(SETETES EMBUN, by P. Kimy Ndelo CSsR; ditulis di Biara Novena MBSM, Kalembu Ngaa Bongga (KNB), Weetebula, Sumba tanpa Wa).

Back to top button