Setetes Embun: Makanan Rohani
Penulis: P. Kimy Ndelo CSsR
Gereja menempatkan Perayaan Ekaristi sebagai pusat dan puncak iman kristiani karena disitu bukan hanya mengenangkan pemberian diri Yesus, melainkan menerima Yesus, bersatu dengan Dia, serta menjadi seperti Dia.
JERNIH-Menurut penelitian seorang ahli dari California, Amerika Serikat, rata-rata manusia makan 16 kali lebih banyak dari berat badannya dalam setahun. Artinya, jika berat seseorang 60 kilogram, dalam setahun dia makan 960 kilogram makanan. Sementara seekor kuda hanya makan 8 kali dari berat badannya. Kesimpulannya, jika ingin sehat dan punya body normal, makanlah seperti kuda.
Mungkin itulah sebabnya, menurut survei terbaru, 41 % pria menganggap dirinya kelebihan berat badan, dan 55 % wanita juga kelebihan berat badan alias overweight.
Manusia terdiri dari tubuh dan jiwa. Tubuh memang membutuhkan makanan agar bisa hidup, bertumbuh dan memperoleh kekuatan atau energi. Di sisi lain, jiwa juga membutuhkan makanan agar hidup, berkembang dan terus memancarkan energi.
Dalam Kitab Suci, begitu banyak kisah, entah itu mukjizat atau pengalaman biasa dimana Tuhan memberi makanan kepada tubuh manusia. Kisah manna pemberian Allah di padang gurun kepada bangsa Israel adalah satu contoh yang cukup populer (Kel 16,15). Yesus juga melakukan mukjizat memperbanyak makanan untuk para murid atau pengikut-Nya.
Akan tetapi kita juga menemukan begitu banyak peristiwa atau kisah dimana Allah memberikan makanan bagi jiwa manusia, yang biasa dikenal sebagai MAKANAN ROHANI. Makanan rohani ini begitu penting karena dengannya kita mengidentikan diri dengan Tuhan, seperti kata pepatah: untuk mengenal seseorang, lihatlah apa yang dia makan.
“Kata Yesus kepada mereka: “Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi” (Yoh 6,35)
Ketika para pengikut dan pendengarnya mencari roti duniawi, Yesus menawarkan diri kepada mereka sebagai ROTI SURGAWI. Menerima Dia dan bersatu dengannya akan membawa orang kepada kepuasan jiwa yang tak bisa dipenuhi oleh makanan duniawi.
Untuk itulah Gereja menempatkan Perayaan Ekaristi sebagai pusat dan puncak iman kristiani. Mengapa? Karena disitu orang beriman, bukan hanya merayakan atau mengenangkan pemberian diri Yesus, melainkan menerima Yesus, bersatu dengan Dia, serta menjadi seperti Dia.
Tanpa mengabaikan kebutuhan tubuh, dengan makanan jasmani, melalui macam-macam karya sosial karitatif, Gereja tak henti-hentinya mengingatkan orang akan pentingnya memenuhi kebutuhan jiwa. Gereja selalu menyediakan diri sebagai saluran makanan rohani yang tak ada habisnya.
Nilai hidup seseorang tidak hanya dari apa yang nampak atau kelihatan. Tubuh bisa berubah setiap saat. Hari ini begitu cantik, tampan, atletis, seksi dan menawan. Hari berikutnya, entah karena sakit, kecelakaan atau proses penuaan, menjadi berubah total.
Tapi dari jiwa yang sehat karena makanan rohani, akan memancar kharisma pribadi yang tak luntur oleh waktu atau penyakit. Semakin tua, bahkan semakin menderita seseorang, kharisma atau jiwanya semakin mempesona. Raganya boleh rapuh tapi jiwanya tetap perkasa. Jasmaninya makin melemah, tapi rohaninya makin kuat.
(SETETES EMBUN, by P. Kimy Ndelo CSsR; ditulis di Asrama Pewarta Injil Pada Dita, Waingapu, Sumba tanpa Wa).