Spiritus

Setetes Embun: Tragedi Dan Pertobatan

Bertobat lebih karena menyadari CINTA TUHAN, yang selalu setia menunggu dan mengampuni kembali. Pertobatan sejati inilah yang bisa menghasilkan buah yang baik.

Penulis: P. Kimy Ndelo CSsR

JERNIH-Yang namanya tragedi itu paling tidak ada tigav macam. Pertama, tragedi alam; suatu musibah yang merusak, menghancurkan dan menewaskan manusia. Misalnya bencana banjir, gempa bumi atau gunung meletus. Kedua, tragedi manusiawi; suatu musibah yang disebabkan oleh manusia sendiri. Misalnya perang antar kelompok atau antar negara. Ketiga, tragedi ilahi; suatu musibah yang merupakan bentuk hukuman dari Allah dalam bentuk apa saja karena kedosaan manusia.

Bacaan Injil hari ini berbicara tentang tragedi yang dialami orang Israel, baik karena ulah Pilatus dan prajuritnya maupun karena bencana menara Siloam. Kedua tragedi ini menjadi alasan bagi Yesus untuk memperingatkan akan pentingnya pertobatan. Tragedi yang dialami orang lain, janganlah dilihat sebagai akibat dosa mereka tetapi dibaca sebagai peringatan bagi mereka yang masih hidup.

“Jikakalau kamu tidak BERTOBAT, maka kamu semua akan binasa dengan cara demikian” (Luk 13,3).

Peringatan serupa ini yang diulang oleh Paulus dalam suratnya hari ini.

“Tetapi sungguhpun demikian Allah tidak berkenan kepada bagian yang terbesar dari mereka, karena mereka ditewaskan di padang gurun.” ( 1 Kor 10,5). Mereka yang adalah nenek moyang bangsa Israel tidak diijinkan memasuki Tanah Terjanji karena dosa dan pelanggaran mereka.

Mengapa tragedi dikaitkan dengan pertobatan? Karena tragedi bisa terjadi secara acak dan bisa terjadi pada siapa saja termasuk kita. Dengan pertobatan kita selalu siap sedia ketika saat itu datang tiba-tiba.

Konsep pertobatan Yahudi pada zaman Yesus dikenal dengan istilah TESHUVÀ. Teshuva adalah konsep kunci dalam pandangan para rabi tentang dosa, pertobatan, dan pengampunan.

“Bertobat” (dalam bahasa Yunani, “metanoia”), menyiratkan tidak hanya penyesalan atas masa lalu tetapi pertobatan radikal dan perubahan total dalam cara hidup kita saat kita menanggapi dan membuka diri terhadap kasih Allah.

Pertobatan, atau berpaling dari satu jalan ke jalan lain, bukanlah terutama menemukan Tuhan. Yang lebih tepat adalah “ditemukan oleh Tuhan”. Pertobatan ibarat, berjalan satu langkah menuju Tuhan dan Allah berjalan sembilan langkah menuju kita.

Yesus memanggil kita hari ini untuk “bertobat” – bukan tentang perubahan hati satu kali saja, tetapi transformasi hidup kita setiap hari secara berkelanjutan.

Thomas Merton menulis: “Kita bertobat tidak hanya sekali dalam hidup, tetapi berkali-kali, sebuah seri pertobatan, kecil dan besar, tanpa akhir. Sebuah revolusi mendalam yang membimbing kita pada transformasi dalam Kristus”.

Bertobat bukan karena adanya ancaman malapetaka, kematian atau neraka. Malapetaka atau kematian tidak selalu menjadi hukuman atas dosa. Dosa dapat menuntun orang pada tragedi, tetapi tidak semua tragedi hidup terjadi karena dosa.

Bertobat lebih karena menyadari CINTA TUHAN, yang selalu setia menunggu dan mengampuni kembali. Pertobatan sejati inilah yang bisa menghasilkan buah yang baik.

Orang yang pulang ke rumah karena ketakutan berbeda dengan orang yang pulang ke rumah karena menyadari disitu ada cinta dan belaskasihan.

***

Ada seorang gadis yang bercerita kepada pastornya tentang dosa kesombongan. Dia berkata: “Setiap hari minggu, saat di dalam Gereja dan melihat sekeliling, saya selalu berpikir bahwa saya adalah gadis paling cantik disitu. Saya selalu berusaha untuk tidak berpikir demikian tapi tidak bisa. Apakah ini termasuk dosa besar?”

Pastor menjawab: ” Itu bukan dosa besar, anakku, tapi hanya sebuah kesalahan besar”.

(SETETES EMBUN, by P. Kimy Ndelo CSsR; ditulis di Pastoran Cijantung Jakarta)

Back to top button