Cegah Aksi Terorisme ‘Kaum Hawa’, Pendekatan Gender Solusinya?
JAKARTA – Keterlibatan kaum hawa dalam aksi terorisme bukan hal baru. Bahkan kelompok terorisme seperti ISIS pun mengakuinya. Tercatat sebanyak 13 kasus aksi-aksi terorisme di Indonesia pada tiga tahun terakhir melibatkan perempuan.
Untuk melakukan pencegahan, pemerintah perlu menggunakan pendekatan gender. Salah satunya melibatkan perempuan dalam struktur dan kegiatan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
“Kita sudah bicara dengan BNPT dalam sebuah forum, bahwa mainstreaming gender tidak cukup hanya menempatkan perempuan di bidang pencegahan, dan itu satu-satunya nama ibu Andi Intan. Tapi kita ingin di struktur lainnya dalam konteks hubungan internasional, deradikalisasi itu penting menggunakan perspektif gender di dalamnya,” ujar Direktur The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia, Ruby Kholifah, di Jakarta, Rabu (13/11/2019).
Senada dengan itu, Komisioner Komnas Perempuan, Khariroh Ali, mendorong lembaga yang dipimpin Komjen Pol Suhardi Alius dan pihak terkait menggunakan perspektif gender dalam penanganan aksi teroris.
Tak hanya itu, juga perlu pendalaman terhadap peran perempuan yang terlibat dalam kasus teroris, sehingga dapat diketahui tindakan apa yang perlu diambil pemerintah dalam upaya pencegahan dan penanggulangannya.
“Sebenarnya keterlibatan perempuan dalam gerakan Islam ekstremis itu seperti apa. Apakah betul mereka menjadi pelaku atau korban,” katanya.
Sementara Direktur Deradikalisasi BNPT, Irfan Idris, menjelaskan pihaknya telah melibatkan perempuan pada jabatan strategis, seperti bidang pencegahan BNPT dan sebagian besar di Forum Koordinasi Pencegahan Teroris (FKPT) yang ada di 32 provinsi.
Selain itu, pelibatan perempuan dilakukan di program deradikalisasi, dengan menghadirkan para psikolog perempuan untuk perempuan yang terlibat kasus terorisme. Walau begitu, pihaknya masih mempertimbangkan usulan AMAN Indonesia dan Komnas Perempuan terkait penambahan jumlah perempuan di struktur BNPT.
“Banyak dilibatkan, tapi tentu belum maksimal. Kita berjuang terus seiring dengan waktu dan tantangan yang dihadapi. Dalam waktu dekat ada penguatan kelembagaan dari UU Nomor 5 Tahun 2018. Tentu lebih masif dan luas pelibatan perempuan,” terang Irfan.