Veritas

Jepang Berikan Informasi Kesewenangan Cina Terhadap Uighur Kepada Intelijen AS dan Inggris

Wakil Presiden Mike Pence mengkritik keras Cina dalam pidatonya di Washington pada Juli 2019, mengklaim bahwa “Partai Komunis memenjarakan lebih dari satu juta Muslim Cina, termasuk Uighur, di kamp-kamp interniran tempat mereka menjalani pencucian otak sepanjang waktu”.

JERNIH—Pemerintah Jepang memberikan informasi intelijen kepada Amerika Serikat dan Inggris tahun lalu, yang menunjukkan bukti kuat adanya penahanan paksa Cina terhadap orang-orang minoritas Muslim Uygur. Saat itu Jepang meminta kedua mitranya itu menjaga kerahasiaan sumber, kata seseorang yang dekat dengan hubungan Jepang-AS, Senin lalu, kepada South China Morning Post.

Berdasarkan informasi tersebut, AS meningkatkan kritik terhadap dugaan tindakan sewenang-wenang Cina terhadap Uighur di wilayah otonom Xinjiang, kata sumber itu.

Langkah tersebut menunjukkan Jepang telah berbagi intelijen kunci dengan mitra di belakang layar. Sharing itu sesuai dengan seruan kuat di dalam pemerintah untuk bergabung dengan aliansi berbagi intelijen “Lima Mata” untuk lebih menanggapi peningkatan ancaman oleh Korea Utara dan Cina.  Jaringan mata-mata tersebut melibatkan lima negara yaitu Australia, Inggris, Kanada, Selandia Baru, dan AS.

Inggris bergabung dengan AS dalam menekan Beijing atas tindakan kerasnya terhadap Uygur, tetapi Jepang hanya mengatakan pihaknya “sedang mengamati situasi dengan prihatin”.

Awal Januari tahun ini, sumber pemerintah AS menggambarkan Jepang hampir sebagai “mata keenam”, karena kelompok mata-mata tersebut berusaha untuk mengawasi kegiatan Korea Utara dengan bekerja sama dengan tiga mitra–Jepang, Prancis dan Korea Selatan.

Sumber itu mengatakan kedekatan Jepang dengan China dan Korea Utara, dan kemampuannya mengumpulkan data yang relevan melalui satelit dan sinyal intelijen, membuatnya hampir menjadi “mata keenam”.

Jepang berusaha untuk mempertahankan hubungan persahabatan dengan Cina sebagai mitra dagang terbesarnya, tanpa merusak hubungan dengan AS, sekutu keamanannya.

Mengingat hubungan Tokyo dengan Beijing telah membaik, pihaknya sedang mempersiapkan kedatangan kunjungan pertama Presiden Cina Xi Jinping sebagai tamu negara pada musim semi 2020. Kunjungan yang direncanakan itu kemudian ditunda karena pandemi virus corona global.

Pemerintahan Presiden AS Donald Trump telah memberlakukan serangkaian sanksi terhadap Beijing atas dugaan pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga Uighur. Salah satunya seperti pembatasan visa pada pejabat Cina, yang meningkatkan ketegangan bilateral.

Wakil Presiden Mike Pence mengkritik keras Cina dalam pidatonya di Washington pada Juli 2019, mengklaim bahwa “Partai Komunis memenjarakan lebih dari satu juta Muslim Cina, termasuk Uighur, di kamp-kamp interniran tempat mereka menjalani pencucian otak sepanjang waktu”.

Awal bulan ini, Parlemen Eropa mengeluarkan resolusi mengutuk tindakan Cina di Xinjiang dan mendesak para pemimpin Uni Eropa untuk memberikan sanksi kepada pejabat yang terlibat. Cina telah menyebut kritik negara Barat sebagai campur tangan dalam urusan internalnya.

Minggu ini, media pemerintah China mengecam BBC, mengatakan laporannya tentang kerja paksa di Xinjiang tidak akurat. [South China Morning Post]

Back to top button