Kebangkitan Kelompok Sufistik Barelvi di Pakistan
Tren ini muncul dalam bentuk yang masif pada sosok Khadim Hussein Rizvi. Penceramah garis keras yang meninggal dunia pada Jumat (20/11) itu dikenal lewat gaya retorikanya yang sengit, dengan dibubuhi bahasa-bahasa vulgar.
JERNIH– Kuil berwarna cerah dan makam-makan bersejarah pemuka Sufi (disebut Dargah atau Mazar dalam bahasa Urdu) adalah pemandangan lumrah di kota-kota dan desa Pakistan. Pada hari-hari tertentu, kompleks pemakaman suci itu disambangi umat yang ingin merayakan Urs, sebuah seremoni penghormatan bagi orang suci.
Qawwali (musik Sufi khas Asia Selatan), tarian ekstatik (dhamal), dapur umum (langar), nyala lilin dan ritual lain yang berasal dari tradisi Hindu, berpadu dalam atmosfer penuh warna khas pesta rakyat. Sementara petani miskin dan warga kota mengantre memberikan sumbangan dan sesajian di dalam kuil, dengan harapan mendapat bantuan dari langit.
Ragam pengikut gerakan yang diklaim sebagai “Islam-nya umat” itu dinamakan kaum Barelvi, merujuk pada ulama India, Ahmad Raza Khan Barelvi, yang meninggal dunia pada tahun 1921. Kelompok ini bersaing dengan gerakan puritan Deobandi dan Ahlul Hadith untuk memperebutkan status sebagai “sunni sejati” di Pakistan.
Musuh-musuhnya menuduh Barelvi melakukan sirik atau menyekutukan Allah, lantaran berdoa melalui orang suci. Tempat mereka berdoa berulangkali menjadi sasaran serangan teror oleh kelompok-kelompok seperti Taliban. Setelah serangan 11 September di New York, AS, Presiden Pakistaan waktu itu, Pervez Musharraf, mulai mempromosikan Barelvi sebagai konter narasi terhadap ideologi yang menurut pemerintah ekstrem, seperti Al-Qaidah atau pun Taliban.
Sejak itu, film dan sandiwara televisi Pakistan menggambarkan kelompok ini sebagai corak Islam yang damai dan tradisional: Islam Pakistan, yang mewakili sisi toleran agama, dan secara langsung melawan kelompok-kelompok keras seperti Sipah Sahaba, Lashkar-e Jhangvi atau juga Taliban. Dalam kampanye tersebut, Barelvi dikedepankan untuk sedikit melunakkan reputasi Pakistan yang ekstrem di dunia internasional.
Pada dekade 1980an, pemerintahan Zia ul Haq sebaliknya mempromosikan Ahlul Hadith dan Deobandi sebagai aliran resmi, yang memarjinalkan kaum Barelvi, meski mewakili mayoritas umat Muslim di Pakistan.
Tapi merupakan penyederhanaan berlebihan jika menggambarkan madzhab Ahl Sunnah wal Jamaah sebagai sebuah dikotomi yang lurus. Alasannya, sejak beberapa tahun terakhir, gerakan Barelvi mengalami radikalisasi yang kian menguat.
Tren ini muncul dalam bentuk yang masif pada sosok Khadim Hussein Rizvi. Penceramah garis keras yang meninggal dunia pada Jumat (20/11) itu dikenal lewat gaya retorikanya yang sengit, dengan dibubuhi bahasa-bahasa vulgar.
Padahal sampai beberapa tahun lalu, nama Rizvi belum menggema di komunitas Muslim. Dia bekerja untuk otoritas keagamaan Punjab, di mana dirinya berceramah di masjid-masjid tanpa sepengetahuan tempatnya bekerja. Rizvi baru mencuat setelah pembunuhan terhadap Salman Taseer, gubernur Punjab, pada 2011 lalu.
Tasser yang liberal, ditembak mati oleh pengawalnya sendiri lantaran mengritik UU Penistaan Agama. Pembunuhnya adalah seorang Barelvi yang mengaku ingin melindungi kehormatan Nabi SAW. Rizvi tidak hanya menyambut pembunuhan itu, tetapi juga menuntut agar pelakunya dibebaskan. Karena, kata dia, kematian adalah satu-satunya hukuman terhadap penghina Rasul. Sebelum akhir tahun, Rizvi membentuk partai politik Tehreek-e-Labbaik Pakistan (TLP) yang mengkampanyekan agar UU Penistaan Agama diperketat.
Namanya melambung menjadi dikenal di seluruh Pakistan pada 2017, ketika memimpin perdebatan seputar “butir final” pada UU Pemilu Pakistan, atau untuk lebih akurat, seputar satu kalimat pada ucapan sumpah jabatan anggota legislatif, di mana kalimat “saya bersumpah” diganti menjadi “saya meyakini.”
TLP menuduh kalimat itu diubah sebagai pengakuan terhadap minoritas Ahmadiyah. Rizvi bereaksi dengan membawa pengikutnya melumpuhkan Islamabad, dengan cara memblokir salah satu jalan prokolol di ibu kota selama satu pekan. Pidato-pidatonya keras. Dia meminta menteri kehakiman agar mundur dan semua “inisiator” perubahan dihukum. Rizvi mengaku pengikutnya siap melakukan tindakan ekstrem, yang kata dia, demi merawat kehormatan Nabi dan keyakinan pada Khataman Nubuwwat, bahwa Muhammad SAW adalah rasul terakhir.
Larangan peliputan aksi protes Rizvi yang dipaksakan pemerintah terhadap media nasional gagal membendung warga menyimak pesan-pesan sang ulama lewat media sosial. Pada akhirnya, menteri kehakiman terpaksa lengser dan semua anggota TLP, yang ditangkap saat aksi protes, dibebaskan.
Sebuah video yang menunjukkan seorang jendral membagikan uang kepada demonstran yang dibebaskan memicu kabar burung, bahwa militer memobilisasi gerakan Rizvi untuk menciptakan tekanan politik terhadap PM Sharif. Kecurigaan itu boleh jadi tidak meleset jauh.
Setelah Mahkamah Agung Pakistan membebaskan perempuan Kristen, Asia Bibi, dari dakwaan penistaan agama, pengikut TLP pula yang menggalang demonstrasi di seantero negeri. Ulama-ulama Barelvi menuntut agar Asia dan ketua Mahkamah Agung dihukum mati.
Demo-demo para pengikut Barelvi kini menjadi pemandangan sehari-hari di Pakistan. Berulang kali, akademisi, blogger dan aktivis liberal dituduh menistakan agama dan dipersekusi oleh pengikut TLP. Pembunuhan terhadap Khalid Hameed dosen sebuah universitas, pada awal 2019 lalu, termasuk peristiwa yang paling mengejutkan. Dalam kasus ini, seorang mahasiswa membunuh dosennya sendiri karena dituduh melakukan penistaan agama. Setelahnya, pelaku mengaku terinspirasi oleh Khadim Hussain Rizvi.
Kecendrungan ekstrem ini sejak lama menghinggapi diaspora Barelvi di Eropa. Di sana, tindak kekerasan serupa juga mulai bermuculan. Pada 2016 lalu, seorang penganut Barelvi membunuh Asad Shah, seorang penjaga toko di Skotlandia karena dianggap menghina Islam. Pada 2019, gerakan Dawat-e Islami menggelar peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di kota Offenbach, Jerman, di mana penceramah Barelvi merayakan pembunuhan Salman Tasser, dan secara terbuka mengancam penista agama dengan pembunuhan.
Zaheer Hassan Mahmood, yang menusuk dan melukai dua orang di Paris pada September 2020, juga merupakan anggota gerakan Dawat-e Islami, dan pengikut Khadim Hussein Rizvi. Di dalam video yang dia buat sebelum serangan, Zaheer mengatakan ingin membalas dendam atas penghinaan Nabi. Di Pakistan, simpatisan TLP menganggapnya sebagai pahlawan. [Mohammad Luqman/Deutsche Welle]
Mohammad Luqman menempuh pendidikan Islam di Pusat Kajian Timur Tegah di Universitas Marburg, dengan fokus pada Asia Selatan. Saat ini dia sedang menyelesaikan tesis doktoral di Universitas Frankfurt, tentang hubungan antara agama dan nasionalisme di Pakistan.