Veritas

Kherson Diary: Tanpa Listrik, Tanpa PAM, Namun Gembira Merekah

Emosi itu meledak meskipun faktanya di sana saat ini tidak ada aliran listrik, tidak ada air PAM dan hampir tidak ada sinyal ponsel. Makanan dan obat-obatan sangat terbatas. Yang terlihat hanya kesulitan yang mungkin akan datang selama berpekan-pekan mendatang. Terutama karena gigitan musim dingin yang membekukan di rumah yang nyaris tanpa pemanas. Hadiah yang diberikan Rusia sebagai kenang-kenangan adalah infrastruktur utama yang hancur dan berbagai jebakan mematikan di sekitar kota.

JERNIH– Selama berbulan-bulan pendudukan Rusia, para warga Kherson, Ukraina, menyembunyikan bendera nasional mereka. Bahkan di rumahnya sendiri, Yevhen Teliezhenko tak berani mengeluarkan miliknya yang paling berharga, bendera kuning-biru Ukraina yang terlarang.

Sekarang, setelah orang-orang Rusia itu dipaksa pergi, diusir ketakutan mereka sendiri dari Kherson, pria 73 tahun itu menebus semua waktu yang hilang itu. Dia dan istrinya mengemudi keliling kota, mengibarkan bendera mereka sebebasnya dengan antusiasme seorang remaja, dan meminta tentara Ukraina yang membebaskan mereka untuk menandatanganinya.

“Mereka berjuang untuk kita. Kami tahu kami tidak sendirian,” kata Teliezhenko.

Pekan lalu, ia merasakan segunung ketakutan di Kherson, sekarang yang ada hanya sukacita.

Emosi itu meledak meskipun faktanya di sana saat ini tidak ada aliran listrik, tidak ada air PAM dan hampir tidak ada sinyal ponsel. Makanan dan obat-obatan sangat terbatas. Yang terlihat hanya kesulitan yang mungkin akan datang selama berpekan-pekan mendatang. Terutama karena gigitan musim dingin yang membekukan di rumah yang nyaris tanpa pemanas. Hadiah yang diberikan Rusia sebagai kenang-kenangan adalah infrastruktur utama yang hancur dan penyemaian jebakan yang mematikan di sekitar kota.

Warga Ukraina berkumpul di pusat kota Kherson untuk merayakan direbutnya kembali kota mereka, Sabtu, 12 November 2022. Militer Ukraina mengatakan sedang melakukan “langkah-langkah stabilisasi” untuk memastikan kota itu aman. (Foto AP/Yevhenii Zavhorodnii)

Namun, setidaknya harapan dan kebahagiaan kembali, yang akan lebih dari apa yang dilakukan saat ini. “Akhirnya, kebebasan!” kata Tetiana Hitina, 61 tahun, istri Teliezhenko. “Kota kami sudah mati.”

Kherson adalah satu-satunya ibu kota provinsi yang direbut Rusia pada minggu-minggu pertama invasi. Itu adalah hadiah yang signifikan–tetapi ternyata hanya sementara–untuk Moskow, karena posisi strategis kota pelabuhan di tepi Sungai Dnieper di Ukraina selatan itu.

Perairan Dnieper yang luas sekarang memisahkan pasukan Ukraina, yang berjuang selama berminggu-minggu menuju Kherson, dan mantan penjajah Rusia, yang meninggalkan kota itu minggu lalu, melarikan diri ke tepi timur sungai.

Namun pertempuran masih jauh dari selesai.

Pasukan Rusia sekarang tengah menggali pertahanan di sana, bersiap untuk langkah berikutnya dalam invasi mereka ke Ukraina. Di tengah suara orang-orang Ukraina yang bersukacita untuk hari ketiga yang berlangsung pada Ahad (13/11) lalu di alun-alun utama Kherson, dentuman tembakan artileri dapat terdengar di kejauhan. Sekitar 70 persen wilayah Kherson, terutama di pinggiran kota, masih berada di tangan Rusia.

Jalan-jalan menuju Kherson menjadi saksi keganasan pertempuran—sebagian besar tidak dilaporkan karena Ukraina telah menutup berita garis depan untuk menghindari masuknya informasi intelijen yang berguna bagi Rusia. Selama puluhan kilometer menjelang kota, perang dan kerusakannya tidak meninggalkan satu pun bangunan yang tidak tersentuh.

Di tengah parit-parit yang terbengkalai dan sisa-sisa perangkat keras militer yang hangus, muncul pemandangan yang mengejutkan: anak-anak keluar dari rumah yang hancur untuk melambaikan tangan ke mobil-mobil yang melewati desa mereka, yang sampai saat ini merupakan zona perang.

Terbebas dari penjajah, penduduk Kherson dapat mulai menceritakan kisah-kisah suram kehidupan di bawah pemerintahan Moskow. Beberapa berbicara tentang tentara Rusia yang menahan orang-orang di jalan-jalan secara sewenang-wenang, untuk pemeriksaan dan interogasi — dan terkadang bisa lebih buruk.

Yang lain khawatir tentang teman dan kenalan yang keluar meninggalkan Kherson ketika pasukan Rusia memulai penarikan diri selama berminggu-minggu sebelumnya. Puluhan ribu orang dievakuasi, diangkut melintasi Dnieper dan naik bus lebih dalam ke wilayah yang masih dikuasai Rusia.

Pada hari-hari terakhir sebelum mereka menyelesaikan penarikan minggu lalu, pasukan Rusia menjadi semakin gugup dan desas-desus menyebar di sekitar kota, kata Karina Zaikina, 24.

“Mereka mencuri apa yang bisa mereka curi, dan secara moral menekan kami,” kata Zaikina. “Jelas bahwa mereka takut, karena mereka semua hanya berani berjalan secara berkelompok.”

“Saya bangun dengan tenang hari ini,” katanya. “Untuk pertama kalinya dalam beberapa bulan, saya tidak takut pergi ke kota.”

Dalam pemandangan yang mengingatkan pada kota-kota Eropa yang dibebaskan oleh pasukan Sekutu dalam Perang Dunia II, penduduk Kherson berduyun-duyun ke alun-alun kota, membunyikan klakson mobil, menari, menangis, dan berpelukan. Di satu tempat, dua orang yang diduga bekerja sama dengan Rusia diikat ke tiang dengan tangan di belakang punggung.

Untuk saat ini, papan reklame yang dipasang oleh mantan administrator kota yang didukung Rusia itu masih ada di sana. Tapi pasti, tidak lama. Pesan mereka yang sekarang sudah ketinggalan zaman berbunyi: “Rusia ada di sini selamanya.” [Associated Press]

Back to top button