Putin Melemah, Tak Berguna Lagi Bagi Rusia
Kondisi melemahnya kekuatan Putin ini memunculkan banyak spekulasi terhadap kekuasaan di dalam negerinya. Sepanjang sejarahnya, Rusia tidak dikenal menghormati pemimpin yang lemah.
JERNIH – Kekuataan Presiden Rusia Vladimir Putin melemah dan akan mengikis legitimasi domestiknya. Meskipun hasil perangnya dengan Ukraina belum berujung, namun banyak kalangan menilai unjuk kekuatan ini telah gagal. Putin yang melemah pun seperti tak ada gunanya bagi Rusia.
Posisi pasukan Presiden Putin di Ukraina kian melemah. Kurt Volker dari Pusat Analisis Kebijakan Eropa (CEPA) dan mantan perwakilan khusus AS untuk negosiasi Ukraina yakin Putin berada dalam posisi lemah dan telah menghadapi isolasi ekonomi dan politik, serta kerugian militer yang besar.
Dalam posisinya yang lemah ini, Rusia mencoba mencari dukungan dari mana saja. Hanya saja, “negara-negara yang berada dalam posisi lemah yang mungkin membutuhkan mata uang, mereka mungkin membutuhkan perdagangan, mereka mungkin membutuhkan energi impor, akan mencoba melakukan bisnis dengan Rusia, tetapi mereka juga akan berhati-hati karena tidak ingin terikat dalam sanksi global terhadap Rusia,” ujarnya kepada UATV, dikutip Newsweek.
Temuan mengherankan muncul dari pasukan Ukraina yang menyelidiki pertahanan Rusia di seluruh front. Menurut temuan itu, hanya tentara bayaran Grup Wagner yang melanjutkan operasi ofensif skala kecil di wilayah Donetsk.
Kondisi melemahnya kekuatan Putin ini memunculkan banyak spekulasi terhadap kekuasaan di dalam negerinya. Sepanjang sejarahnya, Rusia tidak dikenal menghormati pemimpin yang lemah. Lihat saja Presiden Soviet terakhir, mendiang Mikhail Gorbachev, dan banyak tsar Rusia sebelumnya.
Selama ini Putin dan kekuasaan, mengutip tulisan Leonid Bershidsky di Bloomberg, telah berkembang selama hampir 22 tahun di Kremlin. Pada tahun 2000, ia adalah penerus terpilih Boris Yeltsin, kemudian presiden terpilih dalam pemungutan suara yang, meskipun tidak bebas masalah, mencerminkan keinginan pemilih Rusia.
Pada delapan tahun pertama pemerintahannya, dia adalah arsitek dari kebangkitan ekonomi yang dilanda korupsi, tetapi secara luas menguntungkan; karena orang Rusia memuji dia untuk itu, mereka tidak terlalu peduli dengan erosi demokrasi elektoral saat mengkonsolidasikan kekuasaan.
Setelah masa kepresidenan Dmitry Medvedev berhenti, dia sempat berjuang untuk menemukan sumber legitimasi baru sampai memanfaatkan pencaplokan Krimea, sebuah peristiwa yang begitu menginspirasi sebagian besar orang Rusia bahkan reformasi pensiun yang keras empat tahun kemudian tidak cukup berarti merusak popularitasnya.
Banyak kasus lain yang menunjukkan kedigjayaan dari Putin. Kekuasaannya dan kekuataannya disegani tidak hanya di dalam negeri tetapi juga hingga ke hampir seluruh belahan dunia lainnya. Latar belakang yang kuat sebagai intelejen menjadi nilai tambah untuk memperkuat jejaring kekuasaannya.
Namun perang Rusia dengan Ukraina yang berlangsung sejak 24 Februari 2022 itu, membuat kondisi Putin lama-lama melemah. Untuk saat ini, sang diktator masih memegang kendali. Hanya saja, dia harus menyadari bahwa jika kekalahan militer berlanjut, mempertahankan pengaruhnya akan membutuhkan langkah yang mengejutkan, bahkan drastis.
Meminta Putin Mundur
Dua kelompok anggota dewan kota di St. Petersburg dan Moskow meminta Vladimir Putin pada Jumat, 9 September, untuk mundur dari kekuasaan. Alasannya adalah kegagalan militer di Ukraina dan pemilihan lokal di seluruh negeri. Alasan pedas yang diberikan oleh para anggota dewan adalah bahwa presiden Rusia, dalam pandangan mereka, telah gagal.
Dewan kota Smolninskoye (Distrik St. Petersburg) mengirim surat resmi ke Duma, majelis rendah parlemen, menyerukan agar kepala negara diberhentikan. Surat itu menyatakan bahwa perang di Ukraina “merusak keamanan Rusia dan warganya” serta ekonomi. Mereka juga, belum berhasil menghentikan laju NATO menuju perbatasan Rusia.
Menurut para anggota dewan ini, tindakan pemimpin Kremlin termasuk dalam Pasal 93 konstitusi, di mana presiden dapat diberhentikan dari jabatannya karena “pengkhianatan.” Anggota dewan berpendapat bahwa Vladimir Putin bertanggung jawab atas kematian orang-orang Rusia yang baik, penurunan ekonomi nasional, menguras otak dari Rusia dan ekspansi NATO ke timur. “Kami meminta Anda untuk mundur dari jabatan Anda,” desaknya.
Kurang pedas dan tanpa referensi langsung ke perang di Ukraina, anggota dewan kota dari distrik Lomonosov Moskow juga mengirim surat kepada Vladimir Putin meminta dia untuk mengundurkan diri. “Studi menunjukkan bahwa orang-orang di negara-negara di mana kekuasaan berpindah tangan secara teratur, rata-rata hidup lebih baik dan lebih lama daripada di negara-negara di mana pemimpin meninggalkan kantor ketika mereka (dipaksa) dilakukan,” tulis para anggota dewan, mengacu pada 22 tahun Vladimir Putin berada di kekuasaan.
“Retorika yang Anda dan bawahan Anda gunakan telah lama penuh dengan intoleransi dan agresi, yang akhirnya menjerumuskan negara kita kembali ke era Perang Dingin. Rusia telah kembali ditakuti dan dibenci; kita sekali lagi mengancam seluruh dunia dengan senjata nuklir,” surat pendek itu melanjutkan, “Kami meminta Anda untuk mundur dari posisi Anda karena pandangan Anda dan model bisnis Anda sudah ketinggalan zaman dan menghambat perkembangan Rusia dan potensi manusianya.”
Ini adalah tindakan yang sangat berani. Mereka telah secara terbuka mengungkapkan apa yang mereka pikirkan. Sayangnya, di Rusia sampai hari ini, orang-orang yang bersikap seperti mereka akan mengalami masalah besar. Sudah jelas bahwa puluhan juta orang di negara itu tidak puas dengan apa yang terjadi, tetapi mereka takut untuk berbicara, menulis, atau berpendapan apapun.
Yang ada sekarang adalah para komandan militer dan polisi, mata-mata, bahkan oligarki yang malu-malu atau bersembunyi-sembunyi merencanakan sesuatu jika terjadi keadaan darurat. Yakni dengan mempersiapkan sosok yang dapat mempertahankan posisi mereka dan menyiapkan alternatif yang menenangkan untuk dunia yang tersisa.
Profesor sejarah Universitas Yale Timothy Snyder, mengutip Newsweek mengatakan bahwa situasi saat ini Presiden Putin “melemah”. Ia mencatat bahwa persiapan untuk perebutan kekuasaan sedang berlangsung.
Snyder mengatakan di utas Twitter bahwa satu tanda bahwa Putin “kehilangan kendali” adalah bahwa beberapa mantan pejabat Rusia seperti Dmitry Medvedev telah berbicara tentang konsekuensi yang menunggu Ukraina dan Barat.
Medvedev, sekutu setia Putin yang menjabat sebagai mantan presiden Rusia, baru-baru ini memperingatkan bahwa tanggapan Barat terhadap perang Rusia di Ukraina dapat mengakibatkan negara Eropa Timur kehilangan “sisa-sisa kedaulatan negara dan menghilang dari peta dunia.”
Situasi Putin yang melemah tentu tidak akan membuat happy warga Rusia. Negara itu, dalam sejarahnya tidak pernah menghormati pemimpin yang lemah. Pemimpin yang ragu, plinplan atau tidak tegas tidak pernah mendapat tempat di hati rakyat Rusia.
Sejarah pula mencatat negara Beruang Merah ini tak pernah goyah berhadapan dengan musuh dari negara besar apapun. Malah disegani oleh negara-negara barat karena kekuatannya. Baik ekonomi, militer hingga pengaruhnya dengan negara-negara lain.
Rusia tidak bisa melemah gara-gara para pemimpin asing atau negara-negara asing terutama dari musuh Baratnya. Ini saking kuatnya tokoh sentral negara itu dari masa ke masa. Karena itu, Putin yang terus melemah tak akan berguna lagi bagi Rusia karena yang rakyat butuhkan adalah pemimpin yang kuat seperti sebelum-sebelumnya. [*]