Sidang Keong 9/11 Karena Pemerintah AS Sembunyikan Barang Bukti?
Selain itu, apa yang bisa diharapkan dari ‘pengadilan’ para terdakwa yang rata-rata mengalami kerusakan otak parah akibat penyiksaan bertahun-tahun sebelum mereka dijebloskan ke Guantanamo, yang juga memiliki banyak kreasi siksaan?
JERNIH– Sidang terdakwa yang diduga menjadi dalang di balik peristiwa 11 September, Khalid Sheikh Mohammed, beserta empat orang terdakwa lainnya, kembali dilanjutkan Selasa (7/9) lalu. Sidang lamban yang dilakukan menjelang 20 tahun peringatan peristiwa serangan 9/11 itu disebut-sebut membawa harapan bagi penegakan hukum dan keadilan.
Khalid Sheik dan keempat rekannya akan hadir dalam pengadilan militer untuk pertama kalinya sejak 2019 lalu. Selama ini mereka ditahan dalam penjara “War on Terror” di markas Angkatan Laut Amerika Serikat (US Navy) di Teluk Guantanamo, Kuba, selama hampir 15 tahun.
Kelima orang tersebut didakwa atas perbuatan konspirasi, terorisme, dan pembunuhan terhadap 2.976 orang dalam serangan 9/11 dengan ancaman hukuman maksimal, yakni hukuman mati. Proses persidangan akan digelar di ruang sidang dengan tingkat pengamanan tinggi.
Sidang keong
Kolonel AU Matthew McCall, hakim militer baru kedelapan yang ditugaskan untuk menangani kasus tersebut, Minggu (5/9) lalu memutuskan bahwa agenda persidangan pertama hanya akan fokus pada kualifikasinya sebagai hakim. Kuasa hukum dari kedua belah pihak nantinya dipersilakan untuk mengajukan pertanyaan terhadap hakim baru guna memastikan kemungkinan bias dalam pengadilan perang.
Sementara hingga akhir pekan ini siding disebut-ebut hanya akan menggelar pertemuan yang melibatkan jaksa militer dan tim kuasa hukum.
Selain itu, banyaknya mosi meminta penyerahan barang bukti yang selama ini ditolak oleh jaksa militer disebut tim kuasa hukum terdakwa akan membuat proses persidangan berjalan lebih lama lagi, setidaknya hingga satu tahun mendatang.
Kemungkinan mencapai tahap persidangan juri atau bahkan keputusan hakim pun semakin minim. Ketika ditanya apakah akan bisa mencapai tahap tersebut, James Connell menjawab, “Saya tidak tahu, kok nanya saya?”
Penyiksaan di situs rahasia CIA
Setelah 17 bulan dihentikan sementara akibat pandemi COVID-19, proses persidangan kasus 9/11 diperkirakan belum akan beranjak dari pembelaan terdakwa yang berupaya menganulasi sebagian besar bukti pemerintah AS akibat adanya penyiksaan yang dialami para terdakwa saat ditahan oleh Central Intelligence Agency (CIA).
Tim kuasa hukum menyatakan, kelima terdakwa, Khaled, Ammar al-Baluchi, Walid bin Attash, Ramzi bin al-Shibh, dan Mustafa al-Hawsawi, kini semuanya dalam kondisi lemah dan menderita berkepanjangan akibat penyiksaan kejam yang dialami saat ditahan di “situs hitam” rahasia milik CIA antara tahun 2002 hingga 2006.
Khalid Sheikh Mohammed, 56, alias “KSM” yang diduga sebagai dalang peristiwa ini karena mengajukan rencana menabrakkan pesawat ke AS kepada pemimpin Al-Qaidah, Usamah bin Ladin, pada 1996, disebut kuasa hukum telah mengalami 183 kali waterboarding selama empatpekan dan berbagai bentuk interogasi kejam lainnya oleh CIA.
Baluchi, sepupu KSM yang diduga menyiapkan tim pembajak pesawat dan mengajarkan mereka berbaur, menyiapkan rencana perjalanan dan melakukan transfer dana operasional, disebut mengalami penyiksaan CIA dan ditahan selama 40 bulan sebelum dibawa ke Guantanamo. Kuasa hukum menyatakan, penyiksaan yang dialami Baluchi mengakibatkan kerusakan otak parah.
Debat jaksa-kuasa hukum
Sejak kasus ini masuk dalam persidangan AS, jaksa penuntut menganggapnya sebagai situasi buka-tutup, bahkan tanpa informasi jelas yang didapat dari interogasi brutal CIA. Para jaksa justru berkeras semua terdakwa sudah memberikan kesaksian konkret bahwa mereka telah berkonspirasi dalam serangan 9/11 dalam interogasi yang dilakukan oleh “tim bersih” Federal Bureau of Investigation (FBI) di tahuh 2007 setelah kelimanya tiba di Guantanamo.
Namun demikian, tim kuasa hukum berpendapat bahwa proses interogasi di tahun 2007 jauh dari kata “bersih” karena FBI juga berperan dalam program penyiksaan CIA dan proses interogasi mereka tidak jauh berbeda. Para terdakwa yang masih merasakan dampak penyiksaan CIA saat itu disebut berbicara kepada FBI di bawah tekanan ketakutan akan kemungkinan penyiksaan yang sama kembali terulang.
“Jangan salah, menutupi penyiksaan itu adalah alasan kenapa kelimanya dibawa ke Guantanamo, bukan ke pengadilan federal AS,” kata Connell, kuasa hukum Baluchi.
“Menutup-nutupi penyiksaan itu juga menjadi alasan kenapa kita semua berkumpul di Guantanamo untuk sidang ke-42 kalinya dalam komisi militer 9/11,” ujarnya.
Tutupi barang bukti penting?
Guna membuktikan pembelaannya, tim kuasa hukum para terdakwa meminta seluruh dokumen, material lainnya yang bersifat rahasia dan selama ini ditolak pemerintah AS untuk diserahkan dan dibuka, termasuk di antaranya program penyiksaan asli, keadaan di Guantanamo, dan penilaian kesehatan.
Tim kuasa hukum juga ingin menghadirkan sejumlah saksi tambahan, setelah 12 orang telah bersaksi sebelumnya, termasuk 2 orang yang mengawasi program CIA.
Permintaan ini pun sontak membuat proses persidangan semakin panjang. Namun kuasa hukum berdalih, hal ini terjadi lantaran pemerintah AS yang terus menutup-nutupi barang bukti relevan terkait serangan 9/11.
Alka Pradhan, salah satu kuasa hukum terdakwa, memberi catatan bahwa perlu enam tahun bagi pemerintah AS untuk mengakui FBI terlibat dalam program penyiksaan CIA. “Kasus ini menguras energi Anda,” ujarnya. “Mereka menahan-nahan hal yang seharusnya normal-normal saja dalam proses persidangan.”
Jadi, apa yang bisa diharapkan? Yang jelas, Amerika Serikat bisa dibilang tengah bermain api dengan kredibilitasnya sendiri, yang dalam beberapa fakta terbukti melompong, tanpa apa-apa. [AFP]