Veritas

Vaksin Cina: Mengecewakan dan Menimbulkan Kemunduran Bagi Negara Berkembang

“Ini menjadi salah satu alasan orang Amerika dan Eropa tidak menggunakan teknologi yang lebih tua ini,” kata John Moore, pakar vaksin di Cornell University. “Ford Model T yang terawat baik mungkin akan membawa Anda dari Wuhan ke Beijing, tapi secara pribadi saya lebih suka Tesla.”

Oleh   : Sui-Lee Wee dan Ernesto Londoño

JERNIH—Hanya sepekan setelah dipuja-puji sebagai kemenangan besar  seiring kedatangannya pekan lalu, para ilmuwan Brasil mengumumkan tingkat efektivitas vaksin virus corona buatan Cina, yang hanya sedikit lebih dari 50 persen. Hal itu kontan mengurangi harapan untuk suntikan yang dapat dengan cepat diproduksi dan didistribusikan untuk membantu negara berkembang.

Pejabat di Butantan Institute di São Paulo, Selasa lalu  mengatakan bahwa percobaan yang dilakukan di Brasil menunjukkan bahwa vaksin CoronaVac, yang dibuat oleh perusahaan yang berbasis di Beijing, Sinovac, memiliki tingkat kemanjuran sekitar 50 persen lebih. Angka itu hanya sedikit di atas patokan yang menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) akan membuat vaksin efektif untuk penggunaan umum, jauh di bawah tingkat 78 persen yang diumumkan sebelumnya.

Implikasinya bisa jadi signifikan untuk vaksin yang sangat penting bagi diplomasi kesehatan global Cina itu. Setidaknya 10 negara telah memesan lebih dari 380 juta dosis CoronaVac, meskipun badan-badan regulasi belum sepenuhnya menyetujui.

Seorang pejabat senior di Hong Kong, wilayah administrasi khusus Cina yang telah memesan CoronaVac, mengatakan pada hari Rabu bahwa panel penasihat akan secara ketat meninjau vaksin berdasarkan data uji klinis sebelum diluncurkan di sana.

“Negara-negara yang telah memesan vaksin buatan Cina mungkin akan mempertanyakan kegunaan vaksin ini,” kata Yanzhong Huang, seorang rekan senior untuk kesehatan global di Council on Foreign Relations dan pakar perawatan kesehatan di Cina.

“Negara-negara dengan partai oposisi mungkin menggunakan ini untuk menantang keputusan yang dibuat oleh pemerintah yang sedang berkuasa, dan itu kemungkinan akan memiliki implikasi politik domestik di negara-negara ini,” kata Huang.

Sinovac tidak menanggapi beberapa pertanyaan yang dilayangkan New York Times.

Selama berbulan-bulan, pejabat Cina mengatakan vaksin yang dibuat Sinovac dan Sinopharm, produsen vaksin milik negara itu, akan menjadi alat penting untuk melawan pandemi di negara-negara miskin yang tidak memiliki infrastruktur perawatan kesehatan yang luas. Berbeda dengan vaksin yang dibuat oleh produsen obat Amerika Pfizer dan Moderna, vaksin Cina tidak perlu dibekukan.

Vaksin Oxford-AstraZeneca dan Johnson & Johnson, yang dapat didinginkan dan lebih efektif daripada vaksin Cina, dapat memberikan alternatif. Tetapi sekarang tidak jelas apakah pemerintah yang telah membeli CoronaVac dapat membatalkan kesepakatan mereka dan beralih ke pihak lain.

CoronaVac, tidak seperti beberapa vaksin lain, bergantung pada teknologi lama yang menggunakan bahan kimia untuk melemahkan atau membunuh virus, yang kemudian dimasukkan ke dalam vaksin untuk memicu antibodi pada penerima. Tetapi proses pembunuhan virus dapat melemahkan potensi vaksin, menghasilkan tanggapan kekebalan yang bisa lebih pendek atau kurang efektif.

Kemanjuran yang lebih rendah yang diumumkan Selasa lalu itu berarti akan membutuhkan waktu lebih lama bagi negara-negara yang menggunakan vaksin CoronaVac untuk mencapai “kekebalan kelompok,” titik di mana cukup banyak orang yang kebal terhadap virus–kira-kira 70 persen, kata banyak ilmuwan—untuk ditaklukkan dalam suatu populasi. Sebaliknya, vaksin yang dibuat Moderna dan Pfizer-BioNTech telah terbukti memiliki tingkat kemanjuran sekitar 95 persen.

“Ini menjadi salah satu alasan orang Amerika dan Eropa tidak menggunakan teknologi yang lebih tua ini,” kata John Moore, pakar vaksin di Cornell University. “Ford Model T yang terawat baik mungkin akan membawa Anda dari Wuhan ke Beijing, tapi secara pribadi saya lebih suka Tesla.”

Badan pengatur kesehatan Brasil, Anvisa, sedang meninjau data dari uji coba tersebut, yang mengandalkan sukarelawan dari kalangan paramedis. Jika Anvisa menyetujui penggunaan darurat CoronaVac, pemerintah Brasil berharap untuk mulai memberikan suntikan di Brasil akhir bulan ini. Negara ini memiliki sekitar 10,8 juta dosis CoronaVac di tangan. Pekan lalu, Menteri Kesehatan Brasil, Eduardo Pazuello, mengatakan pemerintah bermaksud membeli 100 juta dosis CoronaVac Cina.

Natalia Pasternak, seorang ahli mikrobiologi dan presiden Instituto Questão de Ciência, sebuah organisasi nonpemerintah Brasil, mengatakan kepada wartawan Selasa lalu bahwa hasil uji coba tersebut tidak akan menjadi obat mujarab.

“Ini bukan vaksin terbaik di dunia,” katanya pada konferensi pers saat tingkat kemanjuran vaksin diungkap. Tapi dia menyebutnya sebagai “vaksin yang dapat diterima dengan sempurna” yang akan menyebabkan lebih sedikit pasien mengembangkan kasus serius atau meninggal karena virus.

Dimas Covas, direktur Butantan Institute, menyebut vaksin itu sebagai alat, “Luar biasa yang menunggu untuk digunakan di negara yang saat ini 1.000 orang meninggal setiap hari.”

Banyak negara yang memesan CoronaVac relatif miskin, putus asa untuk menghentikan pandemi dan melindungi populasinya. Indonesia, misalnya, sudah memesan 125,5 juta dosis CoronaVac. Negara itu telah melaporkan hampir 850.000 kasus virus corona dan hampir 25.000 kematian, jumlah tertinggi di Asia Tenggara.

Pada Rabu (13/1) pagi, Presiden Joko Widodo disuntik dengan CoronaVac dalam siaran langsung televisi, untuk memulai program vaksinasi nasional. “Vaksinasi Covid penting bagi kita untuk memutus mata rantai penularan virus corona ini dan memberikan perlindungan kesehatan bagi kita semua,” kata Jokowi, usai disuntik.

Sulfikar Amir, seorang profesor Indonesia untuk sosiologi bencana di Nanyang Technological University di Singapura, mengatakan hasil terbaru dari Brasil itu memprihatinkan.

“Mengapa Indonesia tidak menunggu vaksin yang lebih baik?”, dia bertanya. “Kesan saya adalah bahwa ini terburu-buru dan dipaksakan.”

Dalam jangka pendek, beberapa negara mungkin memiliki sedikit pilihan yang layak. Pemerintah negara-negara kaya banyak mengunci lebih dari setengah dosis yang bisa masuk ke pasar pada akhir tahun depan.

Untuk keunggulan komparatifnya, Sinovac memiliki kapasitas produksi yang sangat besar. Perusahaan mengatakan dapat membuat 600 juta dosis tahun ini.

Di Cina, data efektivitas yang lebih lemah dari Brasil dapat menjadi kemunduran bagi ambisi bioteknologi negara tersebut. Mereka telah menggantungkan harapannya untuk membuat vaksin Covid-19 yang akan meningkatkan kredibilitasnya sebagai kekuatan ilmiah global.

Hasil terbaru di Brasil itu juga bisa menjadi masalah bagi pemerintah Cina, mengingat mereka telah memuji kemanjuran vaksin yang dibuat Sinovac dan Sinopharm itu. Meskipun vaksin belum menerima persetujuan regulator, dan data dari uji coba tahap akhir belum dipublikasikan, Beijing memberikannya kepada ribuan orang Cina di bawah kebijakan penggunaan darurat. Negara Tirai Bamboo itu berencana untuk memvaksinasi 50 juta orang pada pertengahan bulan depan.

Media pemerintah Cina mengecilkan berita dari Brasil. Global Times, tabloid nasionalis milik negara, memuat tajuk utama yang mengatakan vaksin Sinovac “100 persen efektif dalam mencegah kasus yang parah, dapat mengurangi rawat inap hingga 80 persen.”

Data baru dapat meningkatkan skeptisisme di antara orang-orang di seluruh dunia yang sudah waspada terhadap vaksin buatan Cina, mengingat negara tersebut memiliki sejarah skandal kualitas vaksin. Sebuah studi dari Chinese University of Hong Kong menemukan bahwa hanya 37,2 persen responden di Hong Kong yang mau divaksinasi.

Para ilmuwan telah mengajukan pertanyaan tentang cara data efektivitas veksin Cina yang dirilis sedikit-sedikit. Indonesia mengatakan Senin lalu bahwa analisis sementara menemukan CoronaVac memiliki tingkat kemanjuran 65,3 persen. Bulan lalu, Turki mengatakan memiliki tingkat kemanjuran 91,25 persen, tetapi itu didasarkan pada hasil awal dari uji klinis kecil.

Vaksin telah lama mengambil dimensi politik di Brasil. Presiden Jair Bolsonaro telah lama mengejek tentang CoronaVac, memicu gerakan anti-vaksinasi yang berkembang di negara itu, di mana lebih dari 200.000 orang telah meninggal karena Covid-19. Vaksin tersebut perjuangkan Gubernur São Paulo, João Doria, yang secara luas diharapkan mencalonkan diri sebagai presiden pada tahun 2022, dan termasuk di antara pengkritik Bolsonaro yang paling vokal.

Di Brasil, para pejabat mengatakan tingkat kemanjuran yang lebih tinggi yang diumumkan sebelumnya untuk CoronaVac berkaitan dengan perlindungan yang ditawarkannya terhadap pengembangan gejala Covid-19 yang cukup signifikan sehingga memerlukan pengobatan. Sementara para pejabat pemerintah menegaskan bahwa vaksin memberikan perlindungan mutlak terhadap gejala sedang hingga berat, mereka belum mengungkapkan kelompok lain yang memiliki infeksi “sangat ringan” meskipun telah divaksinasi.

Denise Garrett, ahli epidemiologi dan ahli vaksin Brasil-Amerika, mengatakan tidak ada alasan untuk meragukan keamanan CoronaVac. Ia menambahkan bahwa data yang disajikan sejauh ini menunjukkan bahwa itu akan memberikan tingkat perlindungan yang memuaskan.

Namun Dr. Garrett mengatakan cara yang tidak jelas dan terkadang menyesatkan saat informasi tentang vaksin tersebut dipublikasikan, dapat menggoyahkan kepercayaan orang akan keandalannya dan memicu pertarungan politik atas vaksin tersebut.

“Kurangnya transparansi benar-benar merusak kepercayaan masyarakat,” katanya. [The New York Times]

Laporan ini dibantu Manuela Andreoni, Letícia Casado, Richard C. Paddock dan Muktita Suhartono. Elsie Chen berkontribusi dalam riset.

Back to top button