POTPOURRI

Prahara di Bantam Raya: Duet Pejuang Kyai Tapa dan Ratu Bagus Buang

JAKARTA– Pada tahun 1733 Sultan Muhamad Zainul Arifin naik takhta menjadi penguasa Banten (orang VOC menyebutnya Bantam) menggantikan ayahnya , yaitu Sultan Abul Mahasin Zainul Abidin (1690-1733). Ketika Sultan Muhamad Zainul Arifin atau Sultan Sepuh naik takhta ia telah menikahi Syarifah Fatimah seorang janda cantik, keturunan arab dan ambisius tahun 1720.

Menurut Adolf Heukeun (2017), Syarifah Fatimah putri dari Sayid Ahmad dan Nyai Cowok dari Banten. Sebelum menikah dengan sang sultan, Syarifah Fatimah adalah istri dari Wan Muhammad, seorang kapitan Melayu yang sangat kaya. Sebagai sorang permaisuri, Ratu Syarifah Fatimah mulai mendominasi kekuasaan. Ia campur tangan dengan membuat keputusan-keputusan yang menimbulkan situasi di Banten menjadi tidak stabil.

Nina Lubis dkk dalam ‘Buku Sejarah Tatar Sunda’ menuliskan bahwa Sang ratu ternyata merupakan agen VOC yang diberi tugas untuk melakukan perluasan kekuasaan di kalangan keluarga Keraton Banten. Untuk memperoleh kepercayaan rakyat Banten, Ratu Syarifah Fatimah mengkampanyekan bahwa dirinya adalah keturunan Nabi Muhammad SAW. Namun Lambat laun upayanya itu akhirnya diketahui.

Kekisruhan yang dipicu oleh Ratu Syarifah Fatimah di kalangan kerabat keraton Banten bermula ketika Pangeran Gusti, calon putra mahkota Banten menolak menikah dengan saudara Ratu Syarifah Fatimah. Akibat dari penolakan itu, pengangkatan Pangeran Gusti sebagai sultan Banten berikutnya ditentang oleh Ratu Syarifah Fatimah. Ratu Syarifah Fatimah malah mengajukan keponakannya, yaitu Pangeran Syarif Abdullah sebagai calon putra mahkota.

Karena pengaruh sang ratu yang kuat, Sultan Sepuh tidak bisa memutuskan hal tersebut dan menyerahkan kepada VOC. Maka Kapten Brouwer yang bertindak atas nama Gubernur Jendral Gustaf W.van Imhoff (1743-1750) memutuskan bahwa Pangeran Syarif ditetapkan sebagai calon putra mahkota Banten.

Untuk mengamankan situasi dari keputusan tersebut maka Ratu Syarifah Fatimah menyuruh Pangeran Gusti pergi ke Batavia. Rupanya itu adalah siasat sang Ratu karena di tengah perjalanan Pangeran Gusti ditangkap tentara VOC dan diasingkan ke Sri Lanka (Ceylon) pada 1747.

Setelah Pangeran Gusti ditangkap, Ratu Syarifah Fatimah semakin berambisi menguasai Banten karena VOC menjanjikan kedudukan tinggi di Kesultanan Banten. Tindakannya semakin semena-mena dengan menyingkirkan kerabat keraton yang menentang dirinya.

Ketika Sultan Sepuh mulai menyadari apa yang terjadi, Ratu Syarifah Fatimah malah melaporkan ke VOC bahwa Sultan Sepuh telah menjadi gila dan menjadi provokator bagi rakyat Banten untuk menentang VOC. Menanggapi hal tersebut maka tahun 1748 VOC mengirim satu armada ke Banten untuk membawa Sultan Sepuh dengan alasan untuk dirawat di Batavia, namun kenyataannya Sultan Sepuh malah ditangkap dan diasingkan ke Ambon.

Pangeran Syarif akhirnya melenggang sebagai Sultan Banten dan Ratu Syarifah Fatimah diangkat menjadi mangkubuminya. Sebagai balas jasa kepada VOC, Ratu Syarifah Fatimah memberi imbalan berupa kebebasan VOC untuk menguasai pantai utara tatar Sunda dan daerah Sukabumi Selatan. Selain itu VOC juga mendapat ganti rugi dalam bentuk setengah dari hasil tambang emas di Tulang Bawang, produksi lada di Lampung dan Timah di dekat Tanggerang.

Akibat kesewenangannnya itu maka timbul konflik di tubuh keluarga Kesultanan Banten.

Tindakan Ratu Syarifah Fatimah tidak disetujui oleh anggota keluarga kerajaan. Tindakannya kepada Sultan Sepuh sudah sangat keterlaluan. Selain itu Ratu Syarifah Fatimah dan Pangeran Syarif bukanlah keturunan Sultan Hasanudin. Namun kerabat keraton tidak berani terang-terangan menentang, karena Ratu Syarifah Fatimah dilindungi oleh VOC yang semakin kuat dan menduduki Benteng Speelwijk.

Akhirnya muncul perlawanan sporadis dari Ratu Bagus Buang yang membuat Pangeran Syarif dan Ratu Syarifah Fatimah merasa khawatir. Namun serangan Ratu Bagus Buang tidak mampu mencapai target kemenangan. Maka Ratu Bagus Buang menemui pamannya yaitu Kyai Tapa di Gunung Munara untuk bergabung menentang penguasa Banten dan VOC.

Setelah dicapai kesepakatan maka disusunlah rencana untuk mempersiapkan perlawanan, yaitu Ratu Bagus Buang melakukan konsolidasi terhadap bangsawan Banten sedangkan Kyai Tapa memobilisasi massa melalui pesantren-pesantren yang didirikan olehnya dan oleh murid-muridnya sebagai kekuatan inti dari pasukan Kyai Tapa.

Bulan Oktober 1750, Ratu bagus Buang dan Kyai Tapa menggerakan pasukan menyerang Keraton Surosowan. Dalam pertempuran hebat, pasukan Kyai Tapa dan Ratu Bagus Buang dapat mengalahkan pasukan Ratu Syarifah Fatimah dan Sultan Syarif di beberapa tempat. Ketika kemenangan hampir dapat diraih, muncul militer VOC dengan jumlah yang besar berhasil menyelamatkan kekalahan Ratu Syarifah Fatimah dan Sultan Syarif. Pasukan Kyai Tapa dan Ratu Bagus Buang akhirnya mundur dulu dari ibu kota untuk mempersiapkan serangan berikutnya.

Suatu hari di bulan Oktober 1750 Keraton Surosowan digegerkan oleh serangan hebat dari pasukan Kyai Tapa dan Ratu Bagus Buang. Pasukan Ratu Fatimah dan Sultan Sarif segera menyongsong serangan itu dan berusaha mempertahankan keraton namun lambat laun terdesak dan dapat dikalahkan di beberapa tempat.

Ketika kekalahan sudah di ujung tanduk, muncul pasukan VOC dengan jumlah yang besar muncul dan berhasil menyelamatkan Pasukan Ratu Fatimah dan Sultan Sarif dari kekalahan. Datangnya bantuan pasukan kompeni membuat pasukan Kyai Tapa dan Ratu Bagus Buang akhirnya mundur dari ibu kota dan mempersiapkan serangan berikutnya.

Satu bulan kemudian, yaitu Nopember 1750. Keraton Surasowan kembali bergejolak diserang secara mendadak oleh pasukan Ratu Bagus Buang dan Kyai Tapa. Dengan strategi yang matang, Kyai Tapa juga menyerang Benteng Speelwijk yang merupakan kekuatan VOC yang sudah diketahui seluk beluk isinya berkat informasi dari Tisnanagara, penjaga gerbang Benteng Speelwijk.

Serangan serentak di dua titik tersebut terbukti ampuh untuk memecah kekuatan pasukan Ratu Fatimah dan VOC. Akhirnya Keraton Banten dapat dikuasai dan kekuatan VOC di Benteng Speelwijk dapat dihancurkan.

Ratu Bagus Buang kemudian ditugaskan mempertahankan keraton Banten dan Kyai Tapa meneruskan pertempuran heroiknya.

Tidak kepalang tanggung, Kyai Tapa melanjutkan serangannya ke Batavia. Satu persatu benteng pertahan VOC di sepanjang jalan ke Batavia dirontokkan. Benteng de Kwaal di Tangerang dapat dijatuhkan, Drechterland di Leuwiliang Bogor disikat habis, Westergo di Ciampea Bogor diganyang tuntas, termasuk tempat kedudukan soldadu VOC di sepanjang Sungai Ciliwung dirarad tanpa ampun.

Serangan hebat dari pasukan Kyai Tapa tersebut membuat VOC kababayan dan mulai ipis burih bin ngeplek jawer ngandar jangjang miyuni hayam kabiri alias gampangnya, takut.

Masih di tahun 1750, Gubernur Jendral Jacob Mossel akhirnya langsung menggantikan Gubernur Jendral Gustaf W.van Imhoff yang dianggap tak becus membendung serangan Bagus Buang dan Kyai Tapa. Namun untuk berperang langsung rupanya Jacob Mossel juga merasa ngeper alias ngeyod.

Maka ia mengeluarkan jurus undur-undur khas VOC, yaitu mengajukan gencatan senjata dan menawarkan perjanjian kepada Ratu bagus Buang dan Kyai Tapa. Isi perjanjian tersebut yaitu : pertama, Ratu Syarifah, Sultan Syarif dan kroni-kroninya akan diusir dari Banten, karena berdasarkan analisis Mossel merekalah biang kerok munculnya perlawanan dari Kyai Tapa dan Ratu bagus Buang. Kedua, Pangeran Gusti akan dipulangkan dari Srilanka. Ketiga, untuk sementara Banten akan dipimpin oleh Pangeran Adi Santika sebagai pejabat Sultan Banten.

Keempat, blokade Banten dari laut dihentikan dengan segera. Perjanjian tersebut direalisasikan dengan penangkapan Ratu Syarifah Fatimah, Pangeran Syarif dan kroninya oleh Kapten Falck dan membuang mereka ke Pulau Edam di Teluk Batavia.

Nah, apakah jurus undur-undur VOC itu sukses menundukan Bagus Buang dan Kyai Tapa? Bacalah kisah selanjutnya. Eng ing eng…[PRD ]

Back to top button