Solilokui

Boleh Fanatik, Hanya Jangan Picik dan Sempit

JAKARTA– Kita layak mempertanyakan orang-orang yang terlalu fanatik akan mazhabnya, dan barangkali boleh memandang mereka kalangan ‘tak mengerti’.  Mengapa? Barangkali sedikit uraian di bawah ini bisa menjadi alasan sikap tersebut.

Satu hal yang pertama kali harus disadari, setiap Muslim yang telah memenuhi criteria sebagai mukallaf—antara lain sudah baligh, terikat kepada hukum taklifi (yang merupakan kewajiban setiap orang). Karena tak semua kita—lebih banyak jarang bahkan, memiliki kualifikasi untuk ber-ijtihad (mengakses, menginterpretasi dan menentukan hukum-hukum yang digariskan Allah dan Rasul-Nya), jalan yang kebanyakan kita pilih sebagai mukallaf adalah taqlid. Taqlid adalah keputusan sadar untuk menerima dan mengikuti cara pandang dan hasil ijtihad salah seorang mujtahid tertentu, yang kita kenal dengan istilah mazhab. Jadi ingat, bermazhab adalah mengikatkan diri dengan mazhab tertentu dengan penuh sadar, demi komitmen untuk menjalankan ajaran agama. 

Sementara sejak wafatnya Rasulullah SAW, banyak tokoh dengan kualifikasi mujtahid telah membimbing umat, mendirikan mazhab dan memberi arah agar umat tetap berada dalam ‘tali Allah’. Termasuk Sufyan Al-Tsauri, Abdurrahman Al-Auza’i dan beberapa nama mujtahid lainnya. Dalam perjalanannya, beberapa mazhab boleh dibilang punah karena tidak dikembangkan para penerusnya.

Pada zaman now, berdasarkan Risalah Amman –sebuah deklarasi universal yang ditandatangani 200 ulama Islam terkemuka dari 50 negara di dunia pada 9 November 2004, dunia mengakui setidaknya delapan mazhab yang sah untuk diikuti. Artinya, siapa pun orang yang mengikatkan pada salah satu dari 8 mazhab itu adalah Muslim, kepadanya berlaku hak-hak dan kewajiban Islam.

Kedelapan mazhab itu empat mazhab dari Sunni (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali) dua dari Syia’h (Ja’fari dan Zaidi), dan dua dari selebihnya (Ibadhi dan Zhahiri). Itulah mazhab-mazhab yang paling dominan di dunia Islam. Itulah pula kesepakatan para ulama—mereka yang faqih, mengerti, tawadlu, dan amanah dalam agama. 

Karena itu, mencintai mazhab itu boleh. Tapi cintailah agama Islam dan saudara Muslim dengan lebih dari itu. Jangan terlalu fanatik dalam bermazhab. Karena saudara Muslim yang mengambil mazhab lain, sejatinya didasari keinginan untuk berkomitmen menjalankan ajaran Islam yang kita sama-sama cintai…[dsy]

Back to top button