Konflik Saudi-Yaman yang Menghilangkan Segala
Keindahan, kesuburan dn kemajuan Kerajaan Saba, menjadi model negara subur makmur penuh ampunan Allah (baldatun thayyibatun wa Robbun Ghafur), seperti disebutkan dalam Al Quran, S.Saba : 15.Sehingga mendapat julukan “Al Yamanus Sa’id” (Yaman yang berbahagia).
Oleh : H. Usep Romli H.M.
Konflik Saudi Arabia dan kawan-kawan koalisi negara-negara Teluk, versus Yaman dukungan Iran, terus berlanjut. Imbauan PBB agar semua negara yang terlibat perang melakukan gencatan senjata selama serangan virus Corona, tak dipedulikan.
Dikabarkan, Saudi Arabia cs hari ini membombardir Sana’a, ibukota Yaman. Tentu sebagai balas dendam atas serangan Yaman yang gagal, ke kota Riyad pekan lalu. Beberapa bulan lalu serangan drone milisi Houthi berhasil menghancurkan kilang-kilang minyak di timur Saudi Arabia.
Gejolak di Yaman, yang kemudian melibatkan negara-negara Arab tetangga, terutama Saudi Arabia dan negara-negara Teluk, semula dipicu pertentangan sekte atau mazhab agama. Yaitu Syiah di satu pihak dan Sunni di pihak lain. Presiden Yaman, Abed Rabo Mansour Al Hadi, dijatuhkan milisi Syi’ah Houthi yang dikendalikan Iran.
Maka Saudi Arabia, sebagai penganut faham Sunni “garis keras” (Wahabi), tidak berpangku tangan. Bersama negara-negara Teluk (Uni Emirat Arab, Bahrain, Qatar, Oman), mereka menjalin koalisi untuk memerangi milisi Houthi yang sudah berhasil menguasai kota-kota penting di Yaman, seperti Aden, Sana’a, Hadramaut, Tarim.
Terjadilah kecamuk babak baru kawasan Jazirah Arab, yang mungkin lebih hebat daripada di Suriah dan Irak. Tujuan koalisi yang dipimpin Saudi Arabia, adalah mengembalikan kekuasaan Mansour Hadi, sekaligus mencegah kedigjayaan Houthi yang Syi’ah.
Jika ditelusuri awal sejarah Yaman, faham Syi’ah memang sudah lama hidup di negara kuno itu. Sejak lepas dari Khilafah Turki Utsmani tahun 1918, Yaman dipimpin Imam Yahya, seorang pemuka sekte Syi’ah Zaidiyah. Pada tahun 1934, sepuluh tahun setelah berdiri kerajaan Saudi Arabia (al Mamlakah As Saudiyah al Arabiyah), pasukan Saudi merebut Asir dan Najran, dua provinsi Yaman yang terletak di perbatasan selatan Saudi Arabia.
Ketegangan tak kunjung henti. Apalagi setelah Yaman terbelah dua (1960). Yaman Utara menjadi Republik Arab Yaman, yang didukung Mesir dan Saudi Arabia, dan Yaman Selatan menjadi Republik Demokrat Rakyat Yaman yang berhaluan Marxis. Persatuan kedua negara (unifikasi), baru terjadi tahun 1990, menjadi Republik Yaman hingga sekarang. Namun friksi di dalam negeri terus berlangsung, baik karena alasan sekte/mazhab agama, maupun alasan lain berupa campur tangan pengaruh asing.
Malah campur tangan asing itulah yang menjadi faktor perseteruan internal di Yaman. Iran yang Syi’ah dan Saudi Arabia yang Sunni, saling bersaing menancapkan cakar di negara yang amat strategis itu. Jalur laut Arab di barat, Selat Bab al Mandoub, adalah pintu masuk satu-satunya ke Laut Merah dari arah Laut Arab. Sedangkan di bagian timur, menuju Selat Hormuz yang menuju ke Teluk Persia. Dua-duanya amat penting bagi sendi perekonomian, politik, budaya dan keamanan di kawasan itu.
Karena itu, walaupun berada di jalur perniagaan internasional, Yaman dikategorikan negara miskin. Bahkan Badan HAM PBB, memprediksi Yaman akan menjadi “negara gagal” akibat perang berkepanjangan. Rakyat Yaman tak dapat lagi memproduksi barang-barang ekspor, berupa hasil pertanian dan pertambangan. Kota-kota di Yaman yang pernah menjadi tujuan wisata mancanagara berkat keindahan panorama dan kekayaan peninggalan sejarahnya, sudah kehilangan daya tarik.
Sejak zaman pra-Islam, Yaman sudah menjadi wilayah perkotaan yang meninggalkan gaya hidup nomaden. Kota-kota di Yaman, menjadi tujuan kafilah-kafilah Arab. Termasuk suku Quraisy, leluhur Nabi Muhammad Saw. Pada waktu itu, kafilah dagang kaum Quraisy memiliki kebiasaan berniaga sepanjang tahun. Pada musim dingin, mereka berangkat selatan (Yaman) yang bersuhu hangat. Sedangkan pada musim panas, berangkat ke utara (Syam atau Suriah sekarang), yang bersuhu sejuk (Q.s. Quraisy : 1-3).
Salah satu kota dan kerajaan di Yaman, bernama Saba (sekitar 1.500 SM), mengalami kemajuan amat hebat setelah diperintah Ratu Balqis atau Sheba. Kemajuan dan kesuburan Saba, berkat didirikannya bendungan Ma’arib, yang airnya mampu menampung air hujan, untuk digunakan selama tiga tahun mengairi pesawahan dan perkebunan, melalui jaringan irigasi yang tertata rapi. Keindahan, kesuburan dn kemajuan Kerajaan Saba, menjadi model negara subur makmur penuh ampunan Allah (baldatun thayyibatun wa Robbun Ghafur), seperti disebutkan dalam Al Quran, S.Saba : 15.Sehingga mendapat julukan “Al Yamanus Sa’id” (Yaman yang berbahagia).
Produk-produk unggulan Yaman antara lain madu lebah, terkenal dengan sebutan “Madu Yaman”, kemenyan, batu mulia jenis yaqut dan jabarzan, dan banyak lagi. Kota-kota yang mengundang decak kagum para wisatawan, antara lain Tarim, yang memiliki pemakaman unik. Batu nisan di tiap deretan makam itu, ditandai ayat-ayat Quran, mulai dari Al Fatihah di kuburan pertama, hingga An Nas di kuburan terakhir. Begitu juga pada deretan kedua, ketiga, dan seterusnya. Di kota Tarim banyak sekolah (madrasah) dan perguruan tinggi yang menjadi tujuan para siswa dari berbagai negara. Termasuk para pelajar/mahasiswa Indonesia.
Kota pantai Hadramaut dan kota pelabuhan Aden, terkenal karena bangunan-bangunan “herritage”nya yang khas, peninggalan abad-abad lampau, serta kuliner asli Arabia yng harum rempah-rempah. Mungkin semua itu akan tinggal kenangan. Serangan bom pasukan koalisi Arab dan militan Houthi yang bertahan dan tangguh melawan, tak akan memilah-milah sasaran. Wajar jika Yaman akan mengalami kehancuran total, sebagaimana Irak dan Suriah, nun jauh di utara. [ ]