SolilokuiVeritas

Di Balik Keracunan MBG: Menyingkap Bakteri, Virus, dan Racun yang Mengintai

Keracunan MBG merupakan masalah serius yang melibatkan berbagai jenis patogen (bakteri, virus) dan zat kimia (nitrit, histamin). Masing-masing penyebab memiliki karakteristik gejala, waktu onset, dan risiko komplikasi yang berbeda.

JERNIH – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) diluncurkan dengan semangat mulia: memastikan anak-anak Indonesia memperoleh gizi cukup setiap hari di sekolah. Namun, sederet kasus keracunan massal yang muncul belakangan ini menyingkap sisi lain dari program ini: ancaman tak kasat mata yang ikut tersaji dalam piring anak-anak.

Kementerian Kesehatan mengungkap hasil laboratorium yang cukup mencengangkan. Ada delapan bakteri, dua virus, dan dua jenis zat kimia berbahaya yang teridentifikasi sebagai penyebab keracunan. Masing-masing punya “karakter” sendiri—dari cara masuk, waktu gejala muncul, hingga dampak kesehatan yang ditimbulkannya.

Mari telusuri satu per satu:

1. Bakteri: Pasukan Mikro Tak Kasat Mata

Bakteri adalah penyebab paling umum keracunan makanan. Di balik lauk pauk dan nasi food tray MBG, mereka bisa bersembunyi bila bahan tidak higienis atau pengolahan tak sesuai standar.

Salmonella

Berasal dari daging, telur, unggas, atau susu yang tidak cukup matang. Gejalanya muncul antara 6–72 jam berupa demam, diare cair, mual, muntah, dan kram perut. Pada kasus berat, bisa berkembang menjadi sepsis, kondisi yang mengancam jiwa.

Escherichia coli (E. coli)

Hidup di daging tidak matang, susu mentah, atau air tercemar. Inkubasi bisa panjang, 1–10 hari. Salah satu strainnya dapat memicu diare berdarah dan gagal ginjal melalui komplikasi hemolitik uremik syndrome (HUS).

Bacillus cereus

Sering dijuluki “bakteri nasi sisa”. Bisa berkembang pada nasi yang dibiarkan terlalu lama di suhu ruang. Gejala ada dua pola: muntah cepat (1–6 jam) atau diare dengan kram perut (8–16 jam).

Staphylococcus aureus

Sumbernya bisa dari tangan petugas dapur, udara, atau produk susu dan mayones. Hanya dalam 1–6 jam, korban bisa mengalami muntah hebat dan kram perut. Untungnya biasanya sembuh dalam 24 jam, meski risiko dehidrasi tetap ada.

Clostridium perfringens

Berkembang di daging, saus, atau kuah kental yang dipanaskan lambat atau disimpan lama. Gejalanya adalah diare mendadak 8–16 jam setelah makan, dengan kram perut tapi jarang disertai demam.

Listeria monocytogenes

Berbahaya bagi kelompok rentan. Hidup di produk susu tidak dipasteurisasi, sayuran mentah, atau daging olahan. Gejalanya mirip flu biasa, tapi pada ibu hamil bisa menyebabkan keguguran, sementara pada bayi dan lansia bisa berujung infeksi serius seperti meningitis.

Campylobacter jejuni

Menyukai unggas mentah atau air kotor. Setelah 2–5 hari, korban biasanya mengalami diare (sering berdarah), demam, dan kram usus. Yang lebih menakutkan, infeksi ini kadang memicu komplikasi neurologis seperti Guillain-Barré syndrome.

Shigella

Sumbernya sederhana: tangan kotor atau air tercemar. Inkubasi 1–3 hari, lalu muncul diare berdarah, demam, dan nyeri rektal. Jika tidak ditangani, bisa memicu dehidrasi berat, bahkan komplikasi jangka panjang pada usus.

2. Virus: Si Penumpang Gelap dalam Food Tray

Selain bakteri, dua virus juga kerap ditemukan sebagai biang kerok keracunan MBG.

Norovirus / Rotavirus

Sangat menular dan bisa berpindah hanya lewat kontak tangan atau permukaan yang terkontaminasi. Dalam 12–48 jam, gejalanya muncul: muntah hebat, diare cair, dan demam ringan. Pada anak-anak, risiko dehidrasi bisa sangat tinggi.

Hepatitis A

Penyakit ini masuk lewat makanan atau air yang tercemar tinja. Inkubasinya panjang, 15–50 hari. Gejalanya khas: kulit dan mata menguning, mual, nyeri perut, hingga rasa lelah berkepanjangan. Meski biasanya bisa pulih, infeksi ini menyerang hati dan kadang berakibat fatal.

3. Zat Kimia: Racun dalam Pengawet dan Ikan

Tak hanya mikroorganisme, zat kimia pun bisa menjadi musuh diam-diam dalam makanan MBG.

Nitrit / Nitrat

Biasanya dipakai sebagai pengawet daging olahan atau terbawa dari pupuk sayuran. Gejala muncul cepat: kulit kebiruan, lemas, pusing, hingga sesak napas. Pada bayi, kondisi ini bisa menyebabkan blue baby syndrome yang berbahaya.

Scombrotoxin (Histamin)

Ditemukan pada ikan seperti tuna atau makarel yang tidak disimpan dengan benar. Gejala muncul cepat: wajah memerah, gatal, berdebar, pusing, hingga mual. Biasanya ringan, tapi bisa sangat tidak nyaman dan mengganggu aktivitas.

Keracunan MBG bukanlah hanya “perut sakit setelah makan”. Ia bisa berupa demam tinggi, gagal ginjal, bahkan kerusakan hati. Fakta bahwa ada begitu banyak bakteri, virus, dan zat kimia yang ditemukan menunjukkan bahwa ancaman ini kompleks dan nyata.

Membaca Gejala, Menyingkap Penyebab

Ketika lebih dari 6.000 siswa jatuh sakit setelah menyantap makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG), pertanyaan paling penting adalah “apa sebenarnya penyebabnya?”

Jawaban itu tidak selalu mudah, sebab gejala keracunan makanan bisa tampak mirip pada awalnya: perut mulas, muntah, diare. Namun, di balik pola waktu dan jenis gejala yang muncul, tersimpan petunjuk penting untuk mengidentifikasi pelakunya—apakah itu bakteri, virus, atau zat kimia.

Salah satu kunci membaca kasus keracunan adalah waktu kemunculan gejala. Bila muntah dan mual hebat muncul hanya 1–6 jam setelah makan, besar kemungkinan penyebabnya adalah bakteri Staphylococcus aureus atau Bacillus cereus tipe emetik. Dua bakteri ini menghasilkan racun yang bekerja cepat.

Jika gejala baru muncul 6–24 jam kemudian, kecurigaan lebih mengarah ke Salmonella atau Clostridium perfringens, yang memerlukan waktu lebih lama untuk berkembang dalam tubuh. Virus seperti norovirus atau rotavirus biasanya menampakkan gejala setelah 12–48 jam, sedangkan Hepatitis A jauh lebih lambat, bisa berminggu-minggu setelah konsumsi makanan terkontaminasi.

Berbeda dengan itu, keracunan kimia seperti nitrit atau histamin pada ikan (scombrotoxin) justru bereaksi sangat cepat—dalam hitungan menit hingga beberapa jam. Selain waktu, jenis gejala dominan juga memberi petunjuk.

Muntah hebat dalam waktu singkat biasanya mengarah ke Staphylococcus aureus, B. cereus emetik, atau racun histamin dari ikan. Bila diare menjadi gejala utama, maka bakteri usus seperti Salmonella, E. coli, Shigella, atau Campylobacter lebih mungkin jadi penyebab.

Demam tinggi dan gejala sistemik sering menyertai infeksi Salmonella, Listeria, atau Hepatitis A. Gejala khas seperti kulit kebiruan dan sesak napas menunjukkan keracunan nitrit, sedangkan kulit dan mata menguning (jaundice) jelas mengarah pada Hepatitis A.

Namun tidak semua keracunan makanan sama parahnya. Banyak kasus ringan akan sembuh sendiri dalam 24–48 jam. Namun, kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan mereka dengan daya tahan tubuh lemah bisa mengalami kondisi jauh lebih serius.

Dehidrasi berat sering jadi komplikasi utama. Strain tertentu dari E. coli bisa menyebabkan gagal ginjal. Campylobacter bahkan dapat memicu komplikasi saraf serius, yaitu Guillain-Barré syndrome. Pada kasus langka, Hepatitis A bisa berkembang menjadi hepatitis fulminan, kondisi fatal yang merusak hati secara cepat.(*)

BACA JUGA: Sudah 6.457 Orang Terdampak Keracunan MBG akibat SPPG tak Patuh SOP

Back to top button