Sebungkus Makanan Untuk Orang Lapar
Sebagai manusia, memang ia tidak luput dari kekhilafan. Al insanu ma’alul khatha’. Tujuh hari sudah ia melakukan hal-hal yang bertentangan dengan nilai ibadahnya selama 70 tahun tersebut.
Oleh : Usep Romli HM
Seorang ahli ibadah, selama 70 tahun tak pernah meninggalkan tempatnya rukuk sujud, berdzikir dan menyepi, memuji Allah SWT. Karena ketekunannya itu, orang-orang menganggap ia seorang ahli surga.
Namun suatu saat, ia terjebak perbuatan maksiat. Dimulai dari rasa waswas, dan jenuh. Sebagai manusia, memang ia tidak luput dari kekhilafan. Al insanu ma’alul khatha’. Tujuh hari sudah ia melakukan hal-hal yang bertentangan dengan nilai ibadahnya selama 70 tahun tersebut.
Ketika muncul kesadaran, segera ia bertaubat. Tempat beribadah selama 70 tahun ia tinggalkan. Ia berjalan ke mana saja, sambil menyesali segala dosa selama tujuh hari itu. Sehingga mengalami kehabisan bekal. Berhari-hari ia puasa. Untuk berbuka cukup mengandalkan air minum di pinggir jalan yang ia lalui.
Tibalah di suatu tempat seorang dermawan mendermakan makanan kepada fakir miskin. Ia mendapat bagian. Sebungkus makanan terakhir.
Tepat pada waktu itu, datanglah seorang tua kelaparan. Namun tempat pembagian sudah tutup. Tampak raut kesedihan di wajah orang tua itu. Juga rasa penyesalan, karena datang terlambat. Bagaimana dapat berjalan cepat jika tubuh lesu lunglai?
Menyaksikan keadaan demikian, ahli ibadah yang sedang bertaubat itu, menyerahkan bungkusan miliknya kepada orang tua kelaparan itu, seraya berkata,”Ini makanan rejeki Anda, wahai Pak Tua. Makanlah, agar Anda kembali kuat bertenaga.”
Beberapa waktu kemudian, ahli ibadah yang sedang bertobat itu wafat. Di akhirat, timbangan amal ibadahnya selama tujuh puluh tahun, kalah berat oleh dosa kemaksiatan yang ia lakukan selama tujuh hari. Namun pahala memberikan sebungkus makanan kepada orang tua kelaparan, lebih berat lagi. Sehingga mampu menghapus dosa maksiat tujuh hari yang menodai tujuh puluh tahun ibadahnya.
Orang-orang menyangka, ia sebagai ahli surga berkat ketekunan ibadah selama tujuh puluh tahun. Tak ada yang menyangka ia menjadi ahli surga karena kemurahannya membebaskan orang kelaparan hanya dengan sebungkus makanan saja. [ ]
Dari kitab “Sifatush Shafwah” Imam Abdurahman Ibnul Jauzi.