“Percikan Agama Cinta”: Tugas Ilahiah Manusia: Menjaga dan Merawat Martabat
Kata-kata indah itu begitu menggetarkan. Memberikan pesan: ke mana pun beredar, engkau harus terus berjuang merawat martabatmu. Perjuangan meraih sekaligus menjaga marwah kemanusiaan adalah ciri dominan hidupmu tatkala bergerak menemani waktu.
JERNIH– Saudaraku,
Ketahuilah. Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi puncak kreasi-Nya. Di benakmu, membentang harkat-martabat kemanusiaan. Namun senafas dengan itu, manusia seketika bisa jatuh menjadi makhluk sangat rendah bagai tanah terinjak-injak jutaan kaki berduri.
“Jadilah manusia agung. Bagaikan seorang syahid. Bangkit. Berdiri. Di antara rubah, kubangan, tikus,” demikian kata Ali Syariati, dalam sebuah puisinya.
Sadarlah. Kata-kata indah itu begitu menggetarkan. Memberikan pesan: ke mana pun beredar, engkau harus terus berjuang merawat martabatmu. Perjuangan meraih sekaligus menjaga marwah kemanusiaan adalah ciri dominan hidupmu tatkala bergerak menemani waktu. Dalam kenyataannya, manusia sungguh lebih banyak mengalami kehilangan fitrah dan kebahagiaan—tinimbang sebaliknya.
Renungkanlah. Di sinilah fungsi para rasul diutus Sang Mahacinta untuk membimbing hidupmu. Petanda Tuhan sangat mencintaimu. Demi melawan kejatuhan egomu sendiri. Mengantisipasi supaya harkat-martabatmu tetap tegak dalam garis kemanusiaan: tak terjatuh ke dalam kubangan tikus.
Yakinlah. Masalah fundamental manusia adalah syirik; bahkan sekarang pun! Benar, perbuatan menyekutukan Tuhan selalu bermuara pada pemenjaraan harkat-martabat manusia dan kemerosotannya. Bertentangan dengan fitrahmu sebagai makhluk tertinggi dan dimuliakan Tuhan.
Mengapa? Karena akan berakibat pada pengangkatan makhluk selain Tuhan menjadi sama dengan-Nya. Tuhan tak rela diduakan. Tuhan-tuhan palsu menjadi lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan manusia itu sendiri. Inilah yang menyebabkan syirik dikategorikan sebagai dosa terbesar manusia.
Maka, manusia mesti menyelamatkan imannya dengan tetap menghambakan diri kepada Sang Mahacinta. Penghambaan tiada henti atasnama cinta. Dengan itu, manusia akan mendapatkan kepribadiannya secara utuh-menyeluruh. [Deden Ridwan]