CrispyVeritas

Kuba Terlalu Miskin untuk Beli Vaksin, tapi Mampu Bikin Lima Vaksin Covid-19

  • Kuba membuat vaksin di tengah keterbatasan luar biasa.
  • Setiap hari warga Kuba antre untuk mendapat makanan dan kebuduhan dasar.
  • Setiap hari orang meratap tidak mampu membeli obat antibiotik dan jantung.
  • Kuba membuat lima vaksin dengan kemampuan sendiri dan biaya terbatas.
  • Ketika vaksin diuji klinis, setiap orang Kuba berebut menjadi relawan.

JERNIH — Kuba, negara miskin di Karibia, hanya punya satu sosok hebat di bidang medis, namanya Dr Gustavo Sierra. Ia populer berkat temuannya; vaksin meningitis meningokokus, infeksi mengerikan yang menyerang selaput otak.

Ia menggunakan metode dasar pembuatan vaksin itu untuk membuat Soberana-01, satu dari lima vaksin yang dikembangkan untuk melawan Covid-19. Ia membuat langkah luar biasa, menjadikan Kuba sebagai negara tak mengemis vaksin ke negara lain.

Dua kandidat vaksin lainnya; Soberana-02 dan Abdala, akan diluncurkan dalam waktu dekat. Maria Elena Soto, direktur perawatan kesehatan primer di Kementerian Kesehatan Kuba, mengumumkan pada 22 April bahwa percobaan dua vaksin itu akan melibatkan 1,7 juta relawan dari Havana.

Kepercayaan diri Kuba pada kemampuan melindungi diri dari pandemi Covid-19 membuatnya belum menandatangani COVAX, program Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang akan mendistribusikan vaksin ke negara-negara miskin.

Namun, bagi sedikit orang yang mengenal Kuba, yang dibuat Dr Sierra dan timnya bukan sesuatu yang mengejutkan.

“Persepsi orang tentang Kuba adalah musik, mobil tua, rum, cerutu, dan pantai,” kata Dr Miguel Perez-Machado, profesor patologi di University College London. “Sejak awal 1980-an, kuba telah melakukan investasi besar-besaran di bidang bioteknologi, dan melahirkan banyak ilmuwannya.”

Selama bertahun-tahun ilmuwan Kuba mengembangkan vaksin untuk berbagai penyakit, termasuk hepatitis, tetanus, dan meningitis meningokokus yang menjadi fokus Dr Sierra.

“Semua itu menjadi platform pengembangan vaksin Covid-19,” kata Dr Perez-Machado.

Mencari Relawan

Sebagai negara miskin, Kuba tidak mungkin menggelar uji klinis di beberapa negara. Namun, setiap orang di Kuba bersedia menjadi relawan uji klinis.

“Saya berada di rumah pada Sabtu pertama Maret lalu ketika dokter mengetuk pintu saya,” kata Gretel Escalona, ibu seorang anak berusia 22 bulan yang tinggal di lingkungan Playa di Havana. “Blok saya dipilih untuk uji coba fase ketiga Soberana-02. Saya memenuhi semua persyaratan; muda, sehat, dan dalam usia subur.”

Escalona mengunjungi situs vaksinasi di sebuah klinik tidak jauh dari Casa de la Musica yang terkenal di Havana. Menurut Escalona, semua orang yang berada di situ senang menjadi bagian uji klinis.

“Kami senang menjadi bagian eksperimen ini. Orang-orang sangat mempercayai ilmuwan Kuba,” kata Escalona.

Vicente Verez Bencomo, direktur jenderal Institut Vaksin Finlay di Havana, adalah orang yang bertanggung jawab atas tiga kandidat vaksin Soberana.

Kepada jurnal ilmiah Nature, Bencomo mengatakan Presiden Kuba Miguel Diaz-Canel menyeru akan vaksin dikembangkan sejak Mei tahun lalu.

“Kami harus meninggalkan proyek lain, karena tidak mungkin tidak fokus pada pekerjaan ini,” katanya.

Tak Memenuhi Syarat COVAX

Pendapatan per-kapita Kuba di atas 4.000 dolar, Rp 57 juta, per tahun. Artinya, Kuba bukan negara miskin dan tak memenuhi syarat sebagai penerima vaksin gratis COVAX.

Namun, pendapatan per-kapita tidak mencerminkan kesejahteraan suatu negara. WHO juga tidak mempertimbangkan keruntuhan ekonomi Kuba yang membuat negara itu nyaris tak bisa memberi makan rakyatnya.

Secara kasat mata, Kuba adalah miskin. Program ekonomi Raul Castro — dinasti terakhir Keluarga Castro yang berkuasa di Kuba — gagal akibat pandemi virus korona.

Sebagai negara yang dianggap ‘tidak miskin’, Kuba harus membeli vaksin untuk rakyatnya. Padahal, setiap hari orang antre mendapatkan makanan dan kebutuhan lainnya.

“Jadi, Kuba harus membayar dan kami tidak punya uang,” kata Amilcar Perez Riverol, veteran laboratorium Kuba.

Bencomo mengatakan; “Ada masalah lain. Di seluruh dunia, negara-negara kaya menimbun vaksin.”

Menggunakan infrastruktur yang dibangun tahun 1980-an, ilmuwan Kuba bekerja mengatasi semua ini. Mereka menggunakan kembali metode lama untuk menghasilkan vaksin.

Skeptisisme

Langkah yang dilakukan ilmuwan Kuba menjadi berita utama di semua media. Publik Kuba bangga atas semua yang diberikan ilmuwannya.

The Washington Post menurunkan laporan khusus berjudul ‘Melawan Rintangan: Kuba Bisa Menjadi Pembangkit Vaksin Virus Korona.’

Namun, skeptisisme selalu muncul di tengah kebanggaan yang membuncah. Di Kuba, pengamat asing sedikit nyinyir dengan cerita sukses negeri itu menghasilkan lima vaksin.

“Jika tidak berhasil, mereka akan menyalahkan variannya,” ujar seorang pengamat asing.

Skeptisisme itu tidak sulit dipahami. Akses masyarakat Kuba ke obat-obatan dasar dan makanan sangat sulit. Warga meratap menyayat hati di WhatsApp untuk mencari obat antibiotik dan jantung.

Skabies, kondisi sangat gatal yang disebabkan tungau (seranga) pada kulit dan menular, sedang mewabah di Kuba. Tidak ada benzyl benzoate untuk mengobatinya.

Pihak berwenang menyalahkan embago 60 tahun AS terhadap Kuba, yang kemudian diperketat pada era Donald Trump dan belum dibebaskan oleh Joe Biden.

Situasi ini membuat orang bertanya-tanya mungkinkah Kuba mampu fokus pada Covid-19? Bencomo mengatakan kepada Nature; “Saya dapat meyakinkan Anda bahwa tidak satu sen pun uang yang digunakan untuk membeli obat-obatan dan makanan dialihkan ke pembuatan vaksin Covid-19.”

Untuk meluncurkan vaksinnya, Kuba menggunakan jaringan dokter dan perawat keluarga. Mahasiswa kedoketran berulang kali mengunjungi setiap rumah untuk memeriksa gejala, dan mengambil nama untuk program imunisasi.

Vaksin, yang dikabarkan dapat disimpan pada suhu 46,4 derajat Fahrenheit atau delapan derajat Celcius, akan diberikan dari klinik di setiap sudut dan tempat kerja.

Bagi masyarakat Kuba, vaksin Covid-19 adalah harapan. Pandemi telah menghancurkan industri parisiwata. Ada harapan vaksin menjadi penyegar finansial, meski Kuba mengatakan akan memasok vaksin produksinya ke negar-negara miskin secara gratis.

Bencomo mengatakan akan mencari negara yang menawarkan uang muka, sehingga Kuba bisa berinvestasi untuk produksi. Ada pula gagasan tentang wisata vaksin. Artinya, turis silahkan datang akan ditawari opsi membeli vaksin.

Negara Abuelos

Kuba adalah negara abuelos, atau negara dengan penduduk berusia rata-rata 42,2 tahun. Jadi, Soberana-02, dan mungkin Abdala, akan diluncurkan sebelum pengujian yang melibatkan 1,7 juta relawan selesai.

“Itu hanya dapat dilakukan negara-negara tertentu, Cina salah satunya,’ kata Perez-Machado. “Di tempat lain, cara itu dianggap ilegal, dan orang bisa menuntut. Jadi, ini bukan contoh untuk diikuti.”

Namun, Kuba menghadapi tekanan untuk melakukannya. Sejauh ini, Kuba melakukan sesuatu yang heroik dengan menjaga penularan Covid-19 sepanjang 2020.

Kasus harisn saat ini di Kuba adalah di atas 1.000. Kematian terus meningkat, meski masih jauh di bawah angkat di tempat lain. Sampai pekan ini, jumlah korban tewas 664 orang.

Rolando Berrio, penduduk Santa Clara, mengatakan vaksin buatan dalam negeri melambangkan kembalinya kehidupan.

Santa Clara adalah kota persimpangan tempat Che Guevara memenangkan pertempuran terbesarnya, yang mengantar revolusi komunis emmimpin Kuba. Ini juga kota yang digerakan musik, teater, dan tari.

Kota itu mati ketika pandemi muncul. Tidak ada ruang publik untuk berekspresi, dan seni seolah mati.

“Namun negeri pulau yang saya cintai ini menghasilkan keajaiban, dalam pertemuan sjarah, mimpi, pengorbanan, kesalahan, sampai kesuksesan,” kata Berrio.

Back to top button