Presiden Tsai: Taiwan tidak Akan Tunduk Pada Cina
- Pidato Presiden Tsai Ing-wen adalah jawaban keras atas pernyataan Presiden Cina Xi Jinping.
- Analis mengatakan Taiwan menantang Cina secara langsung.
- Selat Taiwan akan kian panas dalam beberapa hari ke depan.
JERNIH — Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mengatakan pemerintahnya tidak akan tunduk pada tekanan Cina, dan akan terus memperkuat pertahanan untuk melindungi cara hidup demokratisnya.
“Semakin banyak yang kami capai, kian besar tekanan yang kami hadapi,” kata Presiden Tsai seperti dikutip Taiwan News. “Jadi saya ingin mengingatkan semua warga Taiwan bahwa kita tidak memiliki hak istimewa untuk lengah.”
Pernyataan Presiden Tsai adalah jawaban kerasatas pernyataan Presiden Cina Xi Jinping, yang berjanji mewujudkan penyatuan kembali Cina-Taiwan secara damai.
Beijing mengklaim Taiwan sebagai bagian Cina. Dalam bahasa yang lain, Beijing menyebut Taiwan sebagai propinsi yang membandel.
Taiwan saat ini menghadapi tekanan hebat, secara militer dan politik, dari Cina. Pekan lalu, Cina meningkatkan kehadiran jet-jet tempur dan pembomnya ke zona identifikasi pertahanan (ADIZ) Taiwan. Secara keseluruhan, Cina mengirim sekitar 149 pesawat militer ke dekat Taiwan, dan memicu kekhawatiran internasional.
Berbicara pada rapat umum memperingati Hari Nasional Taiwan di Taipei, Presiden Tsai mengatakan Taiwan selalu berharap meredakan ketegangan di Selat Taiwan.
Menurutnya, Taiwan tidak akan bertindak gegabah. Namun, lanjutnya, seharusnya tidak ada ilusi bahwa rakyat Taiwan akan tunduk pada tekanan.
Taiwan akan terus meningkatkan pertahanan nasional dan menunjukan tekad untuk membela diri, serta memastikan tidak ada yang dapat memaksa Taiwan mengambil jalan yang ditetapkan Cina.
“Sebab, jalan yang ditetapkan Cina tidak menawarkan cara hidup bebas dan demokratis lagi, atau kedaulatan bagi 23 juta orang Taiwan,” katanya.
Resminya, Taiwan bernama Republik of China (RoC). Setelah Cina menjadi anggota PBB, nama resmi Taiwan di forum internasional adalah China-Taipei. Namun, banyak yang lebih suka menggunakan nama Taiwan — nama pulau yang terletak 100 mil lepas pantai Cina.
Sejak akhir Perang Saudara tahun 1949, ketika Cina menguasai seluruh Cina daratan, nasionalis Kuomintang mendirikan pemerintahan Republik Cina di Taiwan. Di Cina daratan, komunis membentuk negara bernama Republik Rakyat Cina.
Hong Kong kembali kepangkuan Cina setelah Beijing menawarkan model satu negara dua sistem. Tawaran serupa juga dilayangkan kepada Taiwan.
Di Hong Kong, tawaran itu diterima karena tidak ada pilihan lain setelah Inggris harus menyerahkan wilayah itu ke Cina sesuai perjanjian. Di Taiwan, tawaran Cina ditolak mentah-mentah semua partai besar setelah tindakan keras Beijing di Hong Kong.
Ketegangan Cina-Taiwan meningkat sejak Tsai Ing-wen terpilih sebagai presiden lima tahun lalu. Partai Demoratik Progresif (DPP) yang dipimpin Presiden Tsai menggunakan pendekatan keras terhadap Beijing.
Rob McBride dari Al Jazeera melaporkan dari Hong Kong bahwa pidato Presiden Tsai sebagai penentangan, dan itu mencerminkan pandangan yang berlaku umum di Taiwan saat ini.
“Reunifikasi Taiwan adalah tujuan pembentukan Republik Rakyat Cina, dan Presiden Xi bertekad mewujudkanya,” kata McBride. “Tapi posisi Presiden Tsai Ing-wen adalah masa depan Taiwan ditentukan rakyatnya.”
Dalam pidatonya, Presiden Tsai juga berbicara pengalaman Hong Kong, yang dalam beberapa bulan terakhir menyaksikan erosi hak dan kebebasan tertentu di bawah penetapan UU Keamanan Naisonal.
“Itu harus menjadi peringatan bagi orang-orang Taiwan,” kata Presiden Tsai.